Street Photography Ardika Percha

Berkenalan Dengan Street Photography

Perjananan saya menjelajahi dunia fotografi, khususnya street photography dimulai ketika saya memiliki smartphone berkamera pertama kalinya di tahun 2007, dan berawal dari situ, saya ketagihan membuat foto ketika bepergian kemana saja dan kapan saja, baik ketika menemukan sesuatu yang menurut saya menarik atau menemui momen yang unik. Untuk cerita lebih detailnya terkait pengalaman perdana dengan fotografi bisa dibaca di artikel blog saya disini [Baca artikel blog : Percha & Fotografi (Bagian 1) : Perdana], dan seperti yang saya paparkan di artikel blog tersebut, ternyata setelah sekian tahun “bermain” fotografi, lalu “membaca” foto-foto saya sendiri, saya mencoba simpulkan foto-foto saya memiliki berbagai cita rasa, yaitu bercita rasa foto yang berfokus pada manusia, yang lebih dikenal dengan istilah foto human interest, lalu ada sedikit rasa foto jurnalistik yang merekam berbagai peristiwa di sekitar saya dan mengabadikan momen, selain itu adapula (yang katanya) bernama cita rasa foto dengan pendekatan street photographymeski waktu itu saya tidak ngeh dengan genre street photography. 

 

Pak Haji (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2014)
Pak Haji (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2014)

 

Family trait (Foto: Ardika Percha - Jakarta Monas, 2014)
Family trait (Foto: Ardika Percha – Jakarta Monas, 2014)

 

Awal Perkenalan

Terminologi street photography saya temukan tidak sengaja ketika menjelajah di internet,  lebih tepatnya saya temukan di situs Invisible Photography Asia (IPA) di sekitar tahun 2012. Di situs IPA tersebut, menurut saya sangat berbeda, karena lebih banyak membahas foto disertai kisah dibalik foto tersebut, yang disampaikan sejumlah fotografer di kawasan Asia, dan disampaikan dengan pendekatan esai foto.

Hal ini berbeda dengan situs lain yang saya temukan mostly membahas mengenai review dan diskusi gear serta ulasan segala perlengkapannya, serta berbeda dengan situs dan forum fotografer lokal lainnya yang lebih banyak memajang foto-foto mainstream seperti foto model, foto komersial, atau foto pemandangan alam, dan bangunan yang mengarah ke foto landscape, dan beberapa memajang foto bertema human interest maupun foto jurnalistik, maka di IPA, foto ditampilkan dalam bentuk esai foto dan disertai sejumlah teks yang berkaitan dan menambah kekuatan deretan foto tersebut.

Dan akhirnya saya menemukan kategori foto dengan istilah street photography di situs IPA tersebut, meskipun foto-fotonya tergolong “sedikit berbeda” dengan genre fotografi lainnya, dan saya belum menyadari bahwa jenis foto tersebut sebenarnya sudah saya praktekan dengan membuat foto “seenaknya” ketika dahulu kala, tetapi akhirnya saya tenggelam dengan menelusuri berbagai esai foto, baik ber-genre foto dokumenter maupun genre street photography. Namun awal perkenalan ketika itu tidak menggugah lebih lanjut untuk menekuni secara spesifik genre tersebut, dan lebih berkutat belajar  dengan foto bercita rasa human interest, travel, bahkan landscape!

Meski begitu, awal perkenalan saya yang manis dengan street photography, dan sekaligus ragam publikasi semacam IPA dengan deretan esai fotonya yang khas, menancap di benak saya, dan bahkan cukup mempengaruhi preferensi fotografi saya kedepannya.

Spot Nyaman (Foto: Ardika Percha - Depok, 2013)
Spot Nyaman (Foto: Ardika Percha – Depok, 2013)

 

Red army (Foto: Ardika Percha – Jakarta Suropati, 2013)
Red army (Foto: Ardika Percha – Jakarta Suropati, 2013)

 

Definisi

Sebagai seorang mahluk ciptaan-NYA, menurut pandangan saya, bahwa kita hidup di alam semesta nan luas dan misterius, kita selalu berusaha mencari cara untuk mengidentifikasi, menarik kesimpulan, lalu mendefinisikan sesuatu hal yang tidak diketahui, menjadi suatu hal yang bisa dimengerti dengan batasan nalar dan logika kita sendiri. Nah, untuk mengenal street photography,  saya berusaha mencari definisi dari beberapa sumber yang menurut saya bisa dijadikan pijakan awal, dengan tujuan agar bisa lebih dimengerti, dan salah satu yang bisa menjadi acuan awal, yaitu situs Wikipedia, sebagai berikut definisinya :

Street photography is photography that features the human condition within public places and does not necessitate the presence of a street or even the urban environment. The subject of the photograph might be absent of people and can be an object or environment where the image projects a decidedly human character in facsimile or aesthetic (Wikipedia, diakses 2015).

lalu saya juga mengutip definisi dari situs In-Public, salah satu situs acuan perkembangan street photography dan sekaligus sebuah inisiatif kolektif sejumlah street photographer dari berbagai belahan dunia, berikut definisinya :

Primarily Street Photography is not reportage, it is not a series of images displaying, together, the different facets of a subject or issue. For the Street Photographer there is no specific subject matter and only the issue of ‘life’ in general, he does not leave the house in the morning with an agenda and he doesn’t visualise his photographs in advance of taking them. Street Photography is about seeing and reacting, almost by-passing thought altogether (In-Public, diakses 2015).

kemudian definisi dari Eric Kim, street photographer yang menjadi salah satu acuan utama saya dalam membaca berbagai tulisan di blog-nya yang komprehensif mengenai street photography, cekidot definisinya :

street photography is about documenting everyday life and society. I personally don’t think street photography needs to be shot in the street. You can shoot at the airport, at the mall, at the beach, at the park, in the bus or subway, in the doctor’s office, in the grocery store, or in any other public places. The most important thing in street photography is to capture emotion, humanity, and soul (Eric Kim, diakses 2015).

 

Glass & grass (Foto: Ardika Percha – Jakarta Monas, 2014)
Glass & grass (Foto: Ardika Percha – Jakarta Monas, 2014)

 

Penunggu Museum (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2014)
Penunggu Museum (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2014)

 

selanjutnya saya sajikan definisi sederhana namun menjadi poin yang penting dari situs Sidewalker Asia, yang menurut saya adalah salah satu komunitas penggerak perkembangan street photography di Indonesia, sila dibaca definisinya :

Bangunlah di pagi hari, siapkan kameramu dan berjalanlah ke ruang publik lalu mulailah memotret, maka kalian sudah melakukan street photography (Sidewalker Asia, 2013).

selain diatas, saya tambahkan definisi street photography dari sebuah Tumblr page  bernama street photography manifesto yang menarik untuk disimak, berikut definisinya :

Street Photography is an instinctual reactive response to the unpredictability of every day life as observed in public places. It captures human or poignant moments. It creates juxtapositions from unrelated elements or creates relationships between people who do not know each other, simply by using the camera’s framing (Street photography manifesto, 2013).

 

Dilarang parkir (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)
Dilarang parkir (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Kehidupan Margonda (1) (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)
Kehidupan Margonda (1) (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Elaborasi

Dari sejumlah definisi diatas kita bisa menarik sebuah benang merah dan pemahaman atas “mahluk” bernama street photography, bahwa menurut pemahaman saya street photography adalah genre fotografi yang (berusaha) merekam fragmen dan emosi kehidupan, serta (mencoba) membaca suatu situasi di ruang publik, dan tidak hanya berfokus pada manusianya saja, namun merekam objek-objek di sekitarnya dalam bentuk visual (baca: fotografi). Bagi saya, street photography menjadi suatu yang menarik dan sekaligus “seksi”, serta patut untuk dieksplorasi, dimengerti lebih dalam, dan dipraktekkan lebih lanjut.

Seperti yang saya sampaikan di artikel saya ini,  bahwa fotografi untuk saya pribadi merupakan salah satu bentuk rasa syukur yang hakiki atas nikmat yang diberikan-NYA. Nikmat dalam menjalani dan meresapi detik kehidupan yang telah diberikan, mencoba lebih peka & sensitif terhadap lingkungan dengan (berusaha) mengabadikan fragmen-fragmen kehidupan kedalam media foto, dan sekaligus sebagai media perekat memori yang tertangkap dalam foto tersebut, dengan harapan kita dapat mengambil hikmah dari foto tersebut.

So, bagaimana awal perkenalan Anda dengan fotografi dan apa definisi street photography menurut Anda?

 

Balon Wisuda (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)
Balon & Wisuda (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Si Snowy (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2014)
Si Snowy (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2014)

Tautan Luar :

  1. http://invisiblephotographer.asia/category/streetphotography/
  2. http://en.wikipedia.org/wiki/Street_photography#streetphoto_itu
  3. http://invisiblephotographer.asia/category/streetphotography/
  4. http://sidewalkers.asia/2013/03/why-street-photography/
  5. http://www.in-public.com/information/what_is#streetphoto_itu
  6. http://erickimphotography.com/blog/the-ultimate-beginners-guide-for-street-photography/
  7. http://street-photography-manifesto.tumblr.com/post/22185297616/what-is-street-photography

 

 

23 thoughts on “Berkenalan Dengan Street Photography”

  1. Oh, Kak Percha suka foto juga ya? O, ya saya juga sedikit suka tentang fotografi. Menurut saya mengenai street photography kita kembali lagi ke angel, atau sudut pengambilan gambar.

    Untuk foto Kehidupan Margoda, menurut saya, pencahayaannya masih kurang, Kak. O, ya, tapi saya suka sama foto kacamata yang di Monas itu.

    Artikelnya asyik, Kak ^ ^

    http://www.cewealpukat.me/

    1. wah Aya berkunjung ke blog sayah.. #gelarkarpetmerah 😀
      Suka foto dong, fotografi itu hobi yang menggelorakan hidup!

      untuk foto kehidupan Margonda kurang pencahayaan yah, mungkin karena diambil dengan handphone tahun 2007, selain itu menurut saya foto street mostly lebih kearah merekam momen dan situasi di tempat tersebut,
      ya ketika foto itu dibuat, mau menyampaikan salah satu pesan bahwa Margonda itu miniatur kehidupan, dengan segala kondisi disana, seperti adanya bis kota, abang penjual makanan di pinggir jalan, berjejer toko-toko dengan brand-brand global, dan ada memori pribadi disana juga.. tempat favorit karena gado-gadonya enak 😀

      anyway terima kasih masukannya loh, kalau mau tahu cerita awal sayah kenal fotografi dan asal mula foto Margonda itu, bisa cekidot artikel ini : http://ardikapercha.com/blog/percha-fotografi-1/

      lalu untuk foto kacamata memang unik sih, warna-warna yang ditampilkan di foto tersebut variatif ya, dan suasana latar belakangnya juga asyik tuh untuk dilihat.

      wah terima kasih dibilang artikelnya asyik ya Aya 🙂
      oia mau tanya kenapa nama blognya cewealpukat sis?

  2. Formal bener ini blogpost-nya. XD

    When you add date on your photo, I can see, clearly see, that your skill is not merely increasing, it is like evolving 🙂

    Good job, Dear 🙂

    1. Wah Ibu Editor & Admin Yth. berkunjung ke Blog aku nih #gelarkarpet-merahkuninghjijau 😀

      Iya aku mau mengasah tulisan & gayanya seperti itu, makasih loh dibilang EVOLVING pula! Thank you dear 🙂

  3. Kalau menurut saya “street photography” itu ya sesuai arti katanya, yaitu fotografi yang dilakukan di jalanan. Yaitu lebih terpaku pada tempat di mana obyek foto dijepret. Jadi, kalau dengan pengertian ini bisa muncul istilah “landscape photography”, “home photography”, “studio photography”, dsb.

    Sedangkan macamnya “human interest”, “still life” itu kan lebih mengarah ke fokus obyeknya. Gituh…

    1. halo bro mawi,
      kalau landscape photography itu lebih banyak objeknya ke gedung, bangunan, alam, gunung, pantai, dan (katanya) dipakai istilah landscape karena mostly fotografernya (sebaiknya) menggunakan lensa wide, untuk menjangkau focal length luas sih menurut saya bro

      so, menurut pendapat saya, definisinya bukan soal foto dimana tempat tersebut diambil sih menurut saya, nanti bisa jadi school, station, mall, dan bahkan pasar photography dong 🙂

      soal human interest dan still life, menurut saya sih jelas bedanya yah, yang satu objeknya manusia dan satunya bisa jadi bukan manusia menurut saya gituh yah

      OK bro, soal definisi sih memang beda-beda,
      tapi kalau menurut saya sih street photography lebih tepatnya mengarah ke fotografi di ruang publik yang saya jelaskan diatas bro,
      nah kalau street photography jadi luas pengertian dan sampai sekarang jadi “diskusi” yang menarik, tapi toh sah-sah aja

    1. halo bro hlga, salam kenal juga ya #jabattangan

      wah iya, saya fans Eric Kim karena tulisannya yang oke dan komprehensif, tapi untuk foto-fotonya saya lebih suka fotonya Alex Webb, HCB, Vivian Maier, lalu untuk lokal saya suka foto-foto komunitas Bi-Ru, SWA, dan mas Erik Prasetya.

      anyway, yuk mari saling berbagi ilmu lah bro, belajar (street) photography bisa sepanjang hayat sepertinya 😀

  4. Saya suka street photography gara-gara Kai Man Wong sama Eric Kim. Dan sekarang keracunan main kamera film. Gara-gara mereka juga.
    Meski bukan Leica, pake rangefinder murahan dulu. Sekarang lagi ngelatih setting exposure yg bener, metering manual pake mata dan insting.
    Emang rangefinder itu kamera cocok banget buat nyetrit. Tapi ya tetep kata Chase Jarvis juga “the best camera is the one that’s with you”.

    1. wah fans Eric Kim satu lagi nih hahaha.. bikin aja sekalian yuk Eric Kim Fans Club cabang Indonesia 😀

      wah sayah juga kepengn nyobain kamera rangefinder, tapi kalau untuk Leica mending sayah nabung cicilan rumah 😀
      mungkin bisa coba mirrorless FujiFilm or Sony kali ya yang sedikit terjangkau tuh

      ngomong-ngomong kalau rangefinder versi jadul bikin kita (terpaksa) melatih untuk lebih peka & sensitif dengan setting dari exposure sampai sisa frame di roll yah 🙂

      setuju untuk Chase Jarvis bro!!

      1. Ya kalau buat kamera emang bagusnya yg ga mengintimidasi kayak DSLR. Dan karena belum mampu beli mirrorless ya pake dulu aja yg murahan.
        Kalau buat nyetrit pake hape tuh tanya ke om Helga yg di atas.

        1. sepakat bro, saya juga mau cari yang lebih terjangkau nih, tidak membuat intimidasi,dan compact, biar mudah dibawa.
          kalau bisa invisible kayak master HCB 🙂

          anyway apapun kameranya,
          yang penting tuh the man behind camera-nya ya 🙂

    1. wah bro, ane dikunjungi ilustrator handal nih,
      kalau soal kamera, ane lebih setuju kalau street photography pakai kamera yang compact tuh, yang bisa dibawa kemana saja dengan mudah, terserah sih mau pakai film or digital 🙂

      anyway saya lebih nyaman pakai digital, karena sisi kepraktisan, tapi kalau mau ngejar unik, saya prefer pakai Lomo, dulu sempet merasakan uniknya hasil foto dengan kamera Lomo

      1. Kalo sekarang sih gue juga pake digital mas, hehehe,,, Praktis..

        cuma feelnya kalo pake kamera film itu bener-bener deh.. nggak tergantikan. Apalagi kalo pake kamera rangefinder jadul. Berasa jadi indiana jones, hehehe

        1. hahaha, iya akhirnya lebih memilih ke segi kepraktisan yah,
          dulu sih pernah nyobain sebentar, feel-nya memang beda sih

          wwuhhuuuu berasa jadi Indiana Jones yah?!?!
          menarik nih 0_0

  5. Pingback: Berkenalan Dengan Street Photography | gudangpercha
    1. wah sama-sama bro, senang kalau infonya berguna yah.

      iya sepakat bro Rimba, fotografi dengan pendekatan street photography ya menariknya karena bisa masuk dan berbaur dengan khayalak ramai.

      OK bro, saya akan bertamu ke blognya, senang bisa bersilaturahim dan mengenal kawan & komunitas yang memilki minat yang sama 🙂

  6. Waini, baru tau kalo namanya street photography. Soalnya di Instagram saat ini sering berseliweran foto-foto dengan emosi. Makasih om ilmunya 😀

    Joss!

Leave a Reply to Ardika Percha Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *