Perkembangan yang tergolong bombastis di industri digital disertai tumbuhnya perusahaan rintisan (baca startup), selain itu, adaptasi yang cukup cepat atas media sosial dan layanan digital, maka Indonesia berpeluang menjadi salah satu tambang emas di kawasan Asia, khususnya di Asia Tenggara sendiri.
Dengan potensi pasar dan tren penetrasi internet di Indonesia yang cukup besar tersebut, maka perkembangan Fintech (diterjemahkan menjadi tekfin: teknologi finansial) pun ikut terpacu. Seperti artikel yang saya tulis mengenai awal perkembangan Fintech di Indonesia [Baca artikel ‘Belajar Fintech Indonesia”], maka kecenderungan penggunaan layanan digital yang awalnya dari aktivitas media sosial, akan berkembang dan bergeser ke penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, contohnya dalam aktivitas keuangan.
Dari data yang dilansir dari Bank Indonesia via Tech in Asia, hingga akhir tahun 2016, telah ada 142 perusahaan yang bergerak dalam usaha tekfin tersebut, dan menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan tekfin di Indonesia dapat dilihat dari infografis berikut yang dilansir dari Tirto.id, bahwa dari tahun 2015 hingga estimasi di 2017 akan terjadi lonjakan penggunaan tekfin dalam ranah pribadi (non bisnis), misalnya dalam penggunaan pembayaran elektronik atau terkait dengan pengelolaan keuangan pribadi.
Tirto.id
Kepopuleran FinTech
Mengapa FinTech begitu populer di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan diatas, saya mencoba merangkum dari beberapa sumber [Modalku], sehingga kita dapat mengetahui perkembangan FinTech kedepannya, yaitu sbb :
Generasi muda yang lahir dengan Internet dan mulai dewasa menginginkan solusi cepat bagi permasalahan mereka. Proses online biasanya lebih sederhana dan lebih cepat, serta mereka pun lebih aktif menyelesaikan masalah mereka sendiri. Bila tidak ada solusi, mereka akan tidak segan untuk meminta bantuan pihak lain melalui internet.
Meluasnya penggunaan Internet dan smartphone ditengah kesibukan yang semakin tinggi, sehingga ada kebutuhan untuk melakukan transaksi keuangan secara online.
Pelaku Fintech Indonesia melihat cerita sukses bisnis berbasis teknologi digital seperti Gojek dan Uber. Mereka merasa terinspirasi membangun usaha digital di bidang keuangan. Bila orang lain bisa melakukannya, mengapa saya tidak?
Usaha Fintech dianggap lebih fleksibel dibandingkan bisnis konvensional yang memiliki wajah lebih kaku.
Penggunaan teknologi, software, dan olah data Fintech . Usaha Fintech juga menggunakan data secara lebih akurat dan tepat guna, misalnya data dari social media, atau proses seleksi kredit yang bisa dilakukan secara remote mobile dan dilakukan hampir real time sehingga prosesnya menjadi lebih cepat dan lebih akurat, maka misalnya dalam pengajuan profil risiko kredit dalam proses konvensional menjadi perlahan usang.
Relasi Regulator & Pelaku Industri FinTech
pixabay.com
Pada akhir tahun 2016 yang lalu, dengan diresmikannya Bank Indonesia Fintech Office merupakan salah satu tonggak di industri finansial sudah mulai fokus atas berkembangnya di ranah digital, sehingga isu klasik mengenai regulasi dan aturan main sepertinya akan lebih jelas bagi pelaku digital. Dengan hadirnya Bank Indonesia Fintech Office akan menjadi wadah evaluasi, penelusuran, dan mitigasi risiko dalam pengembangan perusahaan-perusahaan di bidang teknologi keuangan, khususnya terkait sistem pembayaran.
Hal ini pun sudah diinisiasi juga oleh OJK melalui rangkaian acara seperti Indonesia Fintech Indonesia Festival & Conference 2016 yang menjadi showcase dan wadah diskusi resmi bagi pelaku industri tekfin tersebut, lalu adapula inisiatif-inisiatif yang menghasilkan langkah positif, disertai dengan hadirnya Asosiasi Fintech Indonesia di acara tersebut, sehingga berbagai pihak dapat terjalin komunikasi antara pelaku, pasar, dan regulator. Dengan hadirnya beberapa inisiatif tersebut, maka progres perkembangan industri tekfin Indonesia sudah di jalur yang tepat, sehingga momentum yang ada dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk perkembangan ekonomi Indonesia sekaligus meningkatkan daya saing di kancah internasional secara keseluruhan.
Hadirnya transportasi yang melayani publik dengan konsep ride sharing memang menjadi fenomena menarik sendiri, seperti yang saya bahas di ulasan ojek online [Baca: 7 layanan ojek online], maka hadirnya layanan tersebut dari sisi konsumen jelas terbantu dalam mobilitas sehari-hari. Dengan perkembangan pesat model transportasi tersebut, tak terelakkan menimbulkan persaingan bisnis yang sengit, dan para pelaku bisnis tersebut pun masuk ke jurang kompetisi perang harga.
https://iprice.co.id
Perang tarif bisa disebut kondisi bagai pisau bermata dua, yaitu ada kondisi yang positif dan sekaligus kondisi negatif, baik dari sisi pebisnis, pelaku, pemerintah, dan tentunya pengguna atau konsumen. Hal ini terjadi contohnya pada kasus perang tarif di industri telekomunikasi, jika terlihat dalam jangka pendek memang menguntungkan bagi konsumen karena menikmati tarif murah, namun bagi jangka panjang kualitas layanan akan menurun atau berkurang, serta tidak ada jaminan standar layanan dan keselamatan sesuai regulasi. Perang tarif antar operator taksi online dengan tarif angkutan umum konvensional juga merugikan industri transportasi secara keseluruhan terkait kesetaraan berbisnis, misalnya isu perizinan dan perpajakan.
Saya sebagai konsumen dan pengguna loyal, kehadiran transportasi online, khususnya taksi online tersebut sangat terbantu, karena faktor kemudahan, layanan yang cukup baik, dan tentunya harga yang tergolong terjangkau dan kompetitif. Di sisi lain, saya sebagai konsumen juga menginginkan standar layanan dan keselamatan sesuai regulasi, meski hal ini setiap penyedia layanan sudah memiliki standar yang cukup baik, namun dari sisi perlindungan konsumen dan (mungkin) dari sisi operator/driver juga bisa diperhatikan.
Perkembangan dunia digital termasuk tumbuhnya industri tekfin (lebih dikenal dengan istilah fintech) serta melesatnya pertumbuhan media sosial yang dipicu pesatnya penggunaan akses internet di Indonesia, bahkan untuk saya pribadi telah mengubah pola keseharian saya secara bertahap, salah satunya dalam penggunaan transportasi dengan ojek online[BACA artikel blog : 7 layanan ojek fenomenal] yang hampir tiap hari saya gunakan.
Selain menggunakan ojek online tersebut, tentunya saya menggunakan kereta Commuter Line dan tentunya untuk memudahkan proses transaksi, saya menggunakan mata uang digital/elektronik sejenis seperti produk e-money Bank Mandiri, BNI Tap Cash, BCA Flazz, maupun Go-Pay, dengan intensitas penggunaannya pun semakin tinggi. Melihat perkembangan pola kehidupan tersebut, membuat saya pribadi ingin belajar terkait perkembangan industri teknologi finansial, yang sekarang dikenal dengan istilah fintechtersebut.
Menurut pendapat saya, untuk mempelajari fintech ini, dari hasil membaca sana-sini tersebut, maka perkembangan fintech diawali dari pemanfaatan jaringan ATM, lalu mobile banking, kemudian layanan internet banking, dan paralel pemanfaatan uang elektronik menjadi pemicu perkembangan fintech Indonesia.
pixabay.com
Uang elektronik (e-money) berbasis kartu fisik
Pemanfaatan uang elektronik tersebut dari yang saya pelajari awalnya dari penggunaan transaksi fisik & tatap muka yang merupakan awal perkenalan dengan fintech, dibantu dengan teknologi pembacaan kartu pintar terhadap perangkat pembacanya, merupakan awal menggunakan layanan fintech sejenis, seperti yang dipaparkan diatas.
Seperti yang saya sampaikan diawal artikel blog ini, uang elektronik lambat laun bakal menjadi hal yang lumrah di Indonesia, paling tidak dari keseharian saya dan aktivitas di sekitar lingkungan saya, bahkan tren positif tersebut mengalami kenaikan nilai yang semakin besar, hal ini merujuk dari data, seperti yang dilansir dari data e-money Bank Indonesia via Daily Social, trennya dari tahun 2014 hingga 2016, terdapat lebih dari 476 juta transaksi dengan perputaran uang sejumlah lebih dari 5,28 triliun Rupiah, maka terdapat kenaikan sebesar lebih dari 59% dari tahun sebelumnya (year-on-year).
dailysocial.id
Uang elektronik (e-money) berbasis layanan internet (server based)
Pemanfaatan uang elektronik selanjutnya yaitu penggunaan layanan via internet, dan hal ini menjadi lumrah, seperti pemesanan & pembayaran tiket, online shopping, akomodasi perjalanan, dsb. Menurut saya, layanan seperti ini, dari sisi akses dan user experience mirip dengan transaksi kartu kredit, serta dilengkapi fitur keamanan dan otentifikasi yang mudah sekaligus canggih. Salah satu yang saya ketahui dan pernah mencoba yaitu layanan Sakuku dari Bank BCA, yang terintegrasi dengan KlikBCA dan bahkan ATM BCA.
Payment Gateway
Melihat perkembangan uang elektronik tersebut, saya pribadi pun teringat beberapa tahun lalu mengenai kabar melesatnya bisnis payment gateway di Indonesia, yang diramaikan dengan hadirnya Doku sebagai perintis local payment gateway dan akhirnya menjadi salah satu pemain besar dalam layanan ini semenjak 2007, lalu disusul operator lain seperti Inapay, Veritrans, dsb.
Payment gateway ini pun menjadi fondasi atas mayoritas transaksi elektronik, dan sepengetahuan saya dengan akses, teknologi, dan jaringan yang dimiliki, yang sebagian besar dikuasai pemain lokal semenjak lama, bahkan sebelum booming ecommerce di Indonesia, maka hal ini pun menjadi salah satu katalisator perkembangan tekfin alias fintech Indonesia, disertai dengan kebutuhan dan adaptasi masyarakat Indonesia yang cukup responsif atas perkembangan baru ini.
Dahulu jenisgame yang saya mainkan yaitu bergenre action adventure dan game bergenre strategi, yang dimainkan secara offline. Sekarang beragam game tersedia dan bisa dimainkan secara online, yaitusemacam game action seperti Counter Strike, GTA dan Call of Duty, lalu game petualangan dengan genre RPG (Role Playing Game) seperti World of Warcraft dan Skyrim, sampai game dengan genre multiplayer online battle arena (MOBA) seperti Dota dan League of Legends hingga mobile game seperti Clash of Clans – Clash Royale dan yang terakhir pernah happening yaitu Pokemon Go.
Bermain game untuk saya merupakan salah satu kegiatan yang saya lakukan di waktu senggang dan terkadang menjadi hiburan tersendiri. Ketika “masa jayanya” dahulu, saya bermain game apa lagi ketika musim liburan sekolah tiba, bisa dilakukan seharian dan merupakan aktivitas utama mengisi waktu liburan.
Fakta Game Online
Dilansir dari nowloading.com yaitu situs yang membahas perkembangan industri game, menyatakan onlinegame telahmendominasi industri game dan dimainkan jutaan penggemarnya di seluruh dunia, lalu menariknya, mayoritas game yang dimainkan tersebut lebih menekankan faktor sosialnya dalam elemen permainan, yaitu dapat bertemu dan berkompetisi dengan pemain lain di belahan dunia lain, atau bermain bersama dengan teman-temannya.
Game dengan genre multiplayer online battle arena (MOBA) semacam DotA 2 (Defense of the Ancients) yang berada di salah satu urutan teratas untuk game yang paling sering dimainkan di platform distribusi online game STEAM dan faktanya, bahwa DotA telah dimainkan sebanyak lebih dari 10 juta orang setiap bulannya!! Lalu game League of Legends (LoL) pun bernasib sama dengan DotA 2, yaitu menjadi pusat perhatian berjuta-juta gamer sedunia dan telah dimainkan lebih dari 32 juta orang setiap bulannya… AMAZING!!
Nowloading.com pun membeberkan sejumlah data, seperti game Counter Strike Global Offensive yang dirilis oleh Valve telah terjual lebih dari 12 juta copy semenjak peluncurannya di tahun 2012 hingga kini, dan saat ini setiap bulannya 3 juta orang bermain game CS GO dengan total lebih dai 250 jam permainan!!
Dengan jutaan pemain game tersebut, industri game punmenjadi sebuah mega industri di era internet ini, lalu dari sisi format permainan pun semakin bergeser dari format single player ke format multiplayer, dan bahkan game pun serta menjadi sebuah cabang olahraga baru, yaitu yang disebut sebagi e-sport.
Tren Game Online
Menariknya, tren permainan elektronik di Indonesia melalui media online ini mewabah dengan adanya akses internet yang semakin mudah dijangkau dan didukung dengan infrastruktur yang cukup di beberapa kota di Indonesia, baik di skala warung internet yang menjamur di era awal tahun 2000-an, hingga kemudahan akses internet cepat yang bisa dinikmati di rumah 2-3 tahun terakhir.
https://id.techinasia.com
Seperti artikel yang pernah disusun oleh Tech In Asia, mengenai beberapa online game yang terbaik dan dimainkan oleh mayoritas gamer di Indonesia maka daftar game yang muncul tidak jauh berbeda dengan kepopuleran game yang ada di level global seperti CS GO, LoL dan DotA, namun ada beberapa jenis game yang spesifik mendapatkan penggemarnya di Indonesia, seperti Ragnarok yang fenomenal dan Point Blank yang mirip dengan konsep game CS GO, lalu ada beberapa game seperti Ayo Dance, Gundam Capsule Fighter, Rising Force, hingga 3 Kingdoms, yang memiliki fans yang cukup besar.
Selain soal akses internet yang dipaparkan diatas, pilihan game yang ditawarkan pun berkonsep freemium, yaitu game tersebut gratis untuk dimainkan dan jika ingin menambah fitur tambahan, maka pemain game tersebut bisa membeli paket di game tersebut dengan sejumlah uang. Dengan konsep seperti ini, maka hampir tidak ada halangan berarti bagi penikmat online game tersebut untuk langsung mencoba bermain game pilihannya.
Jadi apa online game favorit kamu? Yuk, share pendapat kamu di kolom komentar ya.
Perkembangan perusahaan rintisan (startup) yang berbasis teknologi di Indonesia menjadi semakin menjamur, hal ini tidak hanya dari dampak perkembangan teknologi ponsel dan akses internet yang semakin mudah dijangkau dan murah, juga disertai dengan perilaku masyarakat Indonesia yang cukup adaptif dengan perkembangan teknologi, sehingga beberapa aplikasi dan solusi teknologi yang hadir bisa direspon dengan cukup baik.
Di tahun 2015 ini, aplikasi yang menawarkan layanan transportasi ojek menjadi primadona di kalangan masyarakat, berawal dari tawaran tarif yang kompetitif disertai promo menarik, lalu didukung kemudahan penggunaan layanan tersebut, hingga akhirnya menjadi solusi transportasi bagi para penggunanya.
Seperti tulisan saya yang ditulis di artikel #KomuterKota [Baca artikel: #KomuterKota] mengenai potret sehari-hari warga ibukota dan daerah sekitarnya, yang berkomuter ria, dari dan ke Jakarta, maka munculnya layanan ojek berbasis teknologi yang sebagian berbasis aplikasi mobile, membantu kita semua dalam beraktivitas sehari-hari.
Berikut 7 layanan ojek fenomenal yang telah hadir dan digunakan oleh warga Jabotabek & sekitarnya :
1. Go-jek
Layanan Go-jek (http://www.go-jek.com/)
Siapa yang tak kenal brand Go-jek yang fenomenal dan revolusioner untuk solusi transportasi ibukota Jakarta. Go-jek menjadi perintis dalam layanan ojek, benar-benar memanfaatkan kecanggihan teknologi dan jeli melihat potensi pasar yang sebelumnya tidak begitu diperhatikan.
Go-jek merupakan layanan ojek pertama yang saya gunakan, dan dari pengalaman perdana tersebut, saya merasakan kemudahan dalam penggunaan aplikasi Go-jek, lalu dari sisi layanan juga bisa diandalkan, cepat, serta sekaligus tarifnya tergolong murah 😀
Go-jek memberikan berbagai layanan inovatif, tidak hanya memberikan layanan transportasi ojek standar yang disebut Go-ride, namun juga menyediakan layanan kurir Go-send, layanan pemesanan makanan Go-food, lalu menjadi sebuah layanan antar dan transportasi yang lengkap, seperti layanan Go-mart dan Go-box.
Selain metode pembayaran dengan cash, Go-jek juga sudah mengenalkan metode pembayaran dengan metode kredit yang awalnya didapat dari proses undangan dan referal tertentu, namun metode kredit tersebut juga bisa dibeli melalui beberapa partner Go-jek.
Di versi aplikasi terakhir, selain layanan ojek standar dan layanan kurir, saya menemukan layanan Go-clean untuk layanan pembersihan semacam cleaning services, sampai layanan salon dan pijat profesional Go-glam dan Go-massage.. gokil 😀
Gojek App (Go-jek)
Layanan baru Go-jek (Go-jek)
Seluruh layanan yang dikembangkan tersebut, menjadikan Go-jek tidak hanya sebagai perintis di layanan aplikasi ojek ini, namun sekaligus menempatkan Go-jek yang terdepan dan menjadi sebuah peletak standar layanan di industri ini.
2. Grabbike
Grabtaxi (http://grabtaxi.com)
Layanan ojek lainnya yang saya ketahui yaitu Grabbike, yang berawal dari sebuah layanan pemesanan taksi berbasis lokasi Grabtaxi. Melihat geliat kesuksesan Go-jek, Grabtaxi akhirnya meluncurkan layanan Grabbike yang bersaing ketat, baik dari sisi layanan yang ditawarkan, metode promosi, perang promo dan tarif, serta ekspansi armada yang saling bersaing dengan Go-jek.
Saya pribadi lebih dahulu menggunakan Grabtaxi, dan saya cukup puas atas layanan dan kemudahan dalam menggunakan layanan taksi via Grabtaxi tersebut. Kemudian saya pun mulai menggunakan layanan Grabbike, karena mau merasakan perbedaan layanan yang diberikan dengan Go-jek, selain itu saya tertarik tarif promo yang kompetitif dan tidak dibatasi oleh jam sibuk, berbeda dengan layanan yang ditawarkan Go-jek, namun soal penetapan tarif ini pun, akhirnya antara kedua layanan ojek tersebut, baik skema tarif & promo yang agak mirip, bahkan saat ini saya merasa telah terjadi “price war” antara dua layanan ojek ini.
Sampai sejauh ini, hampir tidak ada perbedaan berarti untuk layanan yang diberikan Go-jek maupun Grabbike, namun menurut saya kelebihan aplikasi Grab terletak di kemudahan pemesanan yang menyatu, baik untuk layanan pemesanan taksi dan ojek sekaligus, dan bahkan Grabtaxi tersebut akan merambah ke layanan Grabcar, yang mirip seperti layanan Uber yang bikin heboh tempo hari.
Selain itu, Grabtaxi maupun Grabbike tergolong agresif, dilihat dari sisi promo yang ditawarkan, bisa dilihat dari pola kerja sama Grabtazi-Grabbike dengan brand-brand lain, serta event dan aktivasi yang diselenggarakan, sehingga pengguna Grabtaxi maupun Grabbike mendapat paket promo yang lebih beragam, dan hal ini menjadi salah satu kelebihan Grabbike-Grabtaxi tersebut.
Grabtaxi App (Grabtaxi)
Promo Grabbike (Grabbike)
3. Blu-jek
Situs Blu-jek (http://blu-jek.com/)
Blu-jek App (http://blu-jek.com/)
Dari pengalaman berojek ria dengan 2 layanan yang saya pernah gunakan, lambat laun pun saya menaruh perhatian terhadap perkembangan layanan ojek berbasis teknologi tersebut.
Dan seperti yang diperkirakan, muncul serta berkembanglah layanan sejenis, dan saya pun mendengar layanan Blu-jek diluncurkan. Namun amat disayangkan, dari situs resmi maupun informasi resmi dari pengelola Blu-jek yang saya dapatkan tergolong minim, dan dari sisi ketersediaan armada yang masih kurang pula, ditambah pula dari sisi aplikasi yang dirilis masih tidak stabil, sehingga saya tidak bisa mencoba layanan ini.
4. Topjek
Situs Topjek (https://www.topjek.com)
Setelah Blu-jek muncul, maka sejumlah aplikasi lain juga muncul, salah satunya Topjek. Topjek yang memiliki warna brand kuning cerah, menawarkan layanan ojek dan kurir antar barang.
Dengan tagline “Hidup cerdas dengan TOPJEK” tersebut, maka Topjek berusaha mulai mengajak para wanita untuk bergabung menjadi armada ojek dan memiliki kesempatan untuk memperoleh penghasilan tambahan.
Dari sisi aplikasi mobile, Topjek cukup baik digunakan dan memiliki alur pemesanan yang tidak jauh berbeda dengan aplikasi sejenis. Namun, lagi-lagi dari sisi armada yang masih minim, maka hingga saat ini saya belum merasakan pengalaman menggunakan Topjek, namun dari rekan saya yang pernah mencoba, Topjek tergolong masih perlu pembenahan dari sisi layanan yang diberikan.
Top-jek app (https://www.topjek.com/)
5. Ojek Syari
Situs Ojesy (http://www.ojeksyari.com/)
Nah, satu lagi layanan ojek yang mengklaim dirinya sebagai “layanan ojek wanita pertama di Indonesia”, Ojesy menawarkan layanan ojek syariah khusus wanita (muslimah). Jika dilihat dari informasi yang saya dapat dari situs resminya, memang Ojesy memiliki target pasar yang spesifik dan lebih mengarah ke komunitas.
Namun amat disayangkan, hingga tulisan ini diturunkan, Ojesy hanya menerima pemesanan melalui call center dan aplikasi chat WhatsApp plus BBM saja. Selain itu, ternyata layanan ini memiliki batasan dalam aktivitas layanannya, yang mungkin dari sisi pengojek yang khusus wanita (muslimah) tersebut.
Dengan pangsa pasar yang niche tersebut, Ojesy (mungkin) memiliki basis konsumen yang loyal, dan memberi warna berbeda dengan kompetitor lainnya di industri layanan perojekan.
Ojek Syariah (Ojesy)
6. Ladyjek
Situs Ladyjek (http://www.ladyjek.com/)
Selain Top-jek dan Ojesy, maka satu lagi aplikasi ojek yang menargetkan kaum hawa, baik untuk pengojek (yang disebut biker) maupun penumpangnya. Jika menilik dari situs resminya, Ladyjek memang lebih “marketable“, baik dari sisi aplikasi mobile, program promo, maupun sisi branding yang lebih powerful dengan warna ungu nan unyu tersebut.
Selain faktor pengguna dan pengojek yang dikhususkan dari dan untuk wanita tersebut, Ladyjek menawarkan metode pembayaran alternatif selain metode pembayaran uang cash, yaitu dengan uang elektronik, berupa layanan dengan layanan Mandiri e-cash dan XL-tunai.
Nah.. karena layanan ini target audience-nya untuk wanita, maka saya tidak bisa mencoba layanan Ladyjek ini, meski dari sisi aplikasi sudah cukup stabil dan memiliki alur yang mirip dengan aplikasi sejenis.
So, jika anda wanita, boleh loh nanti berbagi pengalamannya di halaman komentar artikel dibawah ini, jika anda sudah mencoba Ladyjek, termasuk penggunaan layanan ojek Ojesy yang saya tulis di bagian sebelumnya.
Ladyjek app (http://www.ladyjek.com/)
7. Jeger Taksi
Situs Jeger Taksi (http://www.jegertaksi.com/)
Last not but least, layananJeger Taksi hadir dengan memberikan tidak hanya layanan ojek saja, namun juga layanan kurir serta layanan pemesanan makanan. Dari 7 layanan ojek tersebut yang saya ulas, Jeger Taksi menurut saya memiliki layanan yang mendekati layanan yang Go-jek tawarkan, namun hingga saat ini, Jeger Taksi tidak merilis aplikasi mobile, tetapi Jeger Taksihanya menyediakan layanan pemesanan melalui platform website yang diakses melalui browser favorit anda, serta pemesanan melalui aplikasi chatting WhatsApp dan BBM.
Jegertaksi app {http://www.jegertaksi.com/}
Setelah membaca ulasan saya diatas, bahwa kita bisa menyimpulkan bahwa layanan ojek tersebut telah mendorong tidak hanya industri teknologi, bahkan bisa mengakselerasi “sektor riil”, yaitu membuka lapangan kerja baru yang sebelumnya masih dianggap sebelah mata, dan cukup banyak kisah kesuksesan dari pengojek tersebut, bahkan beberapa kali saya sempat berdiskusi sekilas dengan pengojek tersebut, bahwa profesi ojek menjadi profesi mumpuni dan memang mengangkat derajat penghasilan pengojek tersebut, sehingga tidak hanya membantu kita berkomuter ria di jalanan ibukota, namun membantu kehidupan pengojek tersebut.
So, bagaimana menurutanda tentang layanan ojek yang ada? lalu apa layanan ojek favorit anda? Yuk, silahkan sharing di kolom komentar dibawah ini ya 🙂
Ketika saya mendengar dan diskusi mengenai crowdfunding, apa lagi ada kaitannya dengan sebuah game, maka saya pun teringat dengan game karya anak negeri yang berjudul Dreadout. Game horror tersebut sukses mengumpulkan dana melalui situs crowdfunding Indiegogo pada pertengahan tahun 2013 lalu, maka sontak berita kesuksesan tersebut membuka mata insan kreatif Indonesia, bahwa karya kreatif Indonesia telah mendapat tempat, perhatian, dukungan dan diapresiasi melalui situs (luar negeri) tersebut, serta uniknya, ternyata ada alternatif serta pola baru dalam pengumpulan dukungan dan pendanaan sebuah proyek kreatif, yaitu melalui metode crowdfunding.
Dreadout (Indiegogo)
Crowdsourcing Dan Crowdfunding
Merujuk dari kisah Dreadout tersebut, crowdfunding pun seakan menjadi the new wave of funding dan menjadi kontribusi nyata bagi para pendukung suatu proyek tersebut, serta yang menjadi fokus perhatian, bahwa adanya alternatif pendanaan lain bagi pemilik proyek, selain pendanaan yang umumnya didapatkan melalui investor maupun melalui lembaga finansial. Salah satu faktor yang menjadi poin penting crowdfunding yang dimaksudkan yaitu pada pola pengumpulannya yang dilakukan oleh banyak orang dan didukung oleh teknologi internet. Konsep kontribusi yang dilakukan secara kolektif tersebut memiliki kaitan dengan crowdsourcing yaitu kontribusi banyak orang dalam suatu kegiatan ataupun organisasi, bisa berupa pengumpulan ide, diskusi konstruktif, memberikan rekomendasi, sumbang saran dan pemikiran, maupun suatu aksi atau aktivitas yang dilakukan bersama dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Secara definisi crowdfunding merujuk pada kegiatan pengumpulan dukungan dan pendanaan untuk suatu inisiatif proyek maupun organisasi, yang berasal dari banyak orang, berupa kontribusi finansial yang biasanya dilakukan melalui internet (Wikipedia, 2014). Sehingga crowdsourcing dan crowdfunding seperti memiliki ikatan persaudaraan yang erat dalam suatu kegiatan atau organisasi untuk mencapai tujuan bersama yang dilakukan secara kolektif.
Perkembangan crowdfunding yang pesat disebabkan banyaknya pekerja kreatif dan pemilik proyek sosial yang memiliki ide dan program yang menarik, bahkan beberapa program crowdfunding yang saya ketahui menjadi sebuah terobosan di bidangnya, namun hal tersebut terhalang pada akses pendanaan yang sulit didapatkan oleh pemilik proyek, yang sebagian besar merupakan perusahaan rintisan (startup) yang memiliki sumber daya yang terbatas, sehingga metode crowdfunding pun menjadi salah satu jalan keluar terbaik bagi mereka.
Salah satunya contoh proyek crowdfunding yang terkenal dan fenomenal, yaitu ide pengembangan smartwatch Pebble di situs crowdfunding Kickstarter, yang ketika itu mendahului ide pengembangan smartwatch yang dilakoni brand besar seperti Samsung maupun Apple. Lalu adapula crowdfunding terkait pengembangan film Lazer Team yang memecahkan rekor crowdfunding untuk film indie fiksi ilmiah di situs crowdfunding Indiegogo, serta crowdfunding terkait proyek sosial seperti Food Justice Truck di situs crowdfunding Start Some Good.
Pebble Smartwatch (Kickstarter)
Film Lazer Team (Indiegogo)
Food Justice Truck (Start Some Good)
Crowdfunding di Indonesia
Di Indonesia sebenarnya sudah tak asing dengan konsep crowdsourcing dan crowdfunding tersebut, dimana nilai-nilai yang bersifat patungan dan urunan untuk membantu orang lain, seperti penggalangan dana secara individu, contohnya semacam kasus “koin untuk Prita” maupun program “Tali Kasih”, atau untuk kepentingan bersama yang sifatnya massal, seperti bantuan untuk bencana alam di berbagai tempat di Indonesia, dari tsunami Aceh hingga bencana gempa bumi di Jawa. Sehingga crowdfunding memiliki konsep serta nilai-nilai yang sama dengan budaya kita, yaitu nilai saling bergotong royong membantu orang lain, dan nilai tersebut yang telah mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia.
Konsep crowdfunding dan nilai-nilai kegotong royongan tersebut melahirkan situs yang berperan sebagai platform crowdfunding di Indonesia, yaitu KitaBisa.co.id. Berbeda dengan situs crowdfunding yang sebelumnya telah hadir di ranah digital Indonesia, KitaBisa sebagai platform crowdfunding berfokus pada gerakan dan kegiatan sosial. KitaBisa memiliki pandangan dan percaya bahwa Indonesia memiliki banyak potensi dan memiliki banyak orang baik, namun sayang potensi yang ada tersebut terhalang himpitan rutinitas, sumber daya, dan akses yang terbatas, maka KitaBisa tercipta untuk menghubungkan pihak yang memiliki akses dan sumberdaya lebih baik dengan pihak yang memiliki ide, wawasan, dan program yang bisa membantu memecahkan masalah sosial yang ada, sehingga KitaBisa memberikan tempat untuk saling bergotong royong bersama untuk menghubungkan kebaikan dan memajukan Indonesia.
Peluncuran Situs Crowdfunding KitaBisa 2.0
Saya berkesempatan hadir pada acara peluncuran situs KitaBisa versi 2.0 pada 17 September 2014 bertempat di @america Pasific Palace Jakarta. Beberapa narasumber yang hadir salah satunya yaitu Stephanie Arrowsmith dari Start Some Good, lalu Zack Petersen dan Scott Hanna dari Bad Idea Production – Count Me In, serta Pak Rhenald Kasali dari Rumah Perubahan dan selaku Pembina KitaBisa dan sang founder KitaBisa Alfatih Timur ditemani oleh co-founder Vikra Ijas.
Dalam acara tersebut, Stephanie memaparkan bagaimana Start Some Good mengelola proyek crowdfunding yang dilakukan lintas negara, budaya, dan bahasa, sehingga dapat berdampak baik secara global. Selain itu, Stephanie menyampaikan bahwa crowdfunding khususnya Start Some Good merupakan sebuah gerakan kolektif yang dilakukan untuk membantu sesama, dan dia pun menambahkan, bahwa adanya kepuasan pribadi jika yang telah dilakukan, seperti mendukung Start Some Good, maupun kegiatan crowdfunding lainya bisa memberikan dampak yang lebih baik bagi banyak orang .
Situs Crowdfunding KitaBisa (KitaBisa)
KitaBisa sebuah cara baru menggalang dana (KitaBisa)
Kemudian Pak Rhenal Kasali mengisahkan latar belakang dan sejarah awal berdirinya KitaBisa yang dimulai semenjak pertengahan tahun 2013 digawangi oleh Al Fatih Timur dkk. Hal yang menarik disampaikannya bahwa adanya pihak di sisi lain yang memiliki sumberdaya berlebih dan ingin memajukan pihak lainnya, lalu di sisi satunya ada pihak yang memiliki ide dan program brilian yang ingin membantu bersama, maka KitaBisa berada ditengah-tengah sebagai tempat menyatukan kedua belah pihak disisi yang berbeda tersebut. Salah satu contoh kasus yang disampaikan Pak Rhenald dan diketahui oleh Al Fatih Timur, yaitu adanya inisiatif crowdfunding di suatu desa di Kabupaten Bogor yang membangun secara patungan sebuah rumah nenek tua yang sudah rusak, lalu digawangi oleh Kepala Desa setempat, maka penduduk di desa pun urunan membantu renovasi pembangunan rumah nenek tua, dan akhirnya bisa memperbaiki rumah tersebut secara mandiri dari hasil crowdfunding di desa itu saja.
Nilai Gotong Royong oleh Founder KitaBisa (Ardika Percha)
Alur Cara Kerja KitaBisa (KitaBisa)
Kemudian di penghujung acara, Al Fatih Timur dan Vikra Ijas, memaparkan mengenai situs KitaBisa yang diluncurkan versi 2.0 yang merupakan penyempurnaan dari versi sebelumnya serta melakukan demo penggunaan dan penjelasan alur kerja situs KitaBisa, mulai dari proses pendaftaran, membuat dan melakukan pengajuan proyek, hingga memberikan dukungan, baik dukungan berupa sebagai relawan maupun dukungan finansial.
Menariknya dari uraian yang disampaikan oleh Al Fatih Timur terkait crowdfunding, seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, bahwa nilai crowdfunding sudah mengakar kuat dalam nilai dan budaya bangsa kita. Al Fatih menuturkan mengenai crowdfunding melekat dengan nilai-nilai budaya adat Baralek Datuak Minang Kabau yang dilakukan di kampung halamannya di tanah Minang, yang kebetulan dialami sendiri oleh keluarganya, yaitu acara adat yang dikhususkan untuk suatu keluarga, maka keluarga-keluarga lain dalam daerah tersebut secara sukarela memberikan bantuan dan kontribusi untuk menyukseskan acara keluarga tersebut. Kontribusi bisa berupa makanan, peralatan upcara adat, bahan bangunan, kontribusi tarian prosesi adat, hingga bantuan berupa uang tunai yang diberikan ke keluarga tersebut.
Proyek #SaveMaster KitaBisa (KitaBisa)
Proyek Bangun Panti Bina Balita Ceria (KitaBisa)
Saya pribadi sebelumnya pernah mendengar konsep crowdfunding tersebut, dan mengetahui mengenai situs-situs seperti Indiegogo, Kickstrater, dll. Namun keingintahuan saya semakin besar, semenjak games Dreadout sukses besar melalui metode crowdfunding tersebut, serta dapat terus melanjutkan pengembangan game dan memberikan update kepada para pendukungnya, yang awal pendanaannya didapatkan melalui Kickstarter tersebut. Dan bagi saya sendiri, bisa menjadi catatan tersendiri kedepannya, bahwa siapapun termasuk saya serta anda pengunjung dan pembaca blog ini, bisa melakukan hal tersebut didukung oleh proyek yang memiliki ide, konsep, rencana, dan implementasi yang baik serta kreatif, dan tentunya didukung oleh pihak terkait.
Saat ini telah ada beberapa situs crowdfunding yang telah hadir di Indonesia, namun KitaBisa mencoba masuk dengan keunikan tersendiri, meski proyek yang bisa diajukan ke KitaBisa bermacam-macam jenisnya, namun semenjak awal KitaBisa berfokus pada proyek dan kegiatan sosial, serta disisi lain didukung oleh berbagai pihak yang memiliki reputasi baik, serta telah memiliki jaringan tidak hanya di Indonesia, namun sudah memasuki jaringan crowdfunding global, sehingga kedepannya bisa berkolaborasi disisi lokal dan global. Semoga dengan kehadiran KitaBisa sebagai platfrom crowdfunding aseli buatan Indonesia, dengan wajah barunya di peluncuran situs versi 2.0 ini, kedepannya semakin banyak proyek-proyek berbasis sosial kemasyarakatan yang mampu membantu menyelesaikan permasalahan sosial yang ada, serta membawa angin perubahan yang positif untuk kemajuan Indonesia.
Sekitar 2-3 bulan terakhir kita dibombardir dengan beberapa iklan mobile messenger di televisi Indonesia, dimulai dari iklan WeChat, KakaoTalk, lalu Line yang menawarkan gairah baru untuk berkomunikasi melalui messenger dengan fitur-fitur menarik bagi penggemar chatting sekaligus alternatif messenger yang tersedia di industri komunikasi Indonesia, tapi sekaligus ancaman bagi para pemain lama di Indonesia, yang jarang melakukan penetrasi melalui spot iklan televisi, yaitu pemain lama seperti BlackBerry Messenger (BBM) & WhatsApp, yaitu aplikasi BBM sudah terbundle dengan perangkat ponsel BlackBerry maupun seperti WhatsApp yang sebelumnya telah dirilis dengan pola paket dengan promo operator telekomunikasi, ynag dikenal dengan promosi fitur chatting lintas platform serta dengan biaya yang kompetitif.
[Kisah Dibalik Perilisan Mobile Messenger KakaoTalk, Line, & WeChat]
KakaoTalk yang dirilis pada Maret 2010 dikembangkan oleh pengembang asal Korea Kakao Corp. Kakao dikenal sebagai perusahaan teknologi terbesar Korea Selatan yang telah banyak mengembangkan banyak aplikasi yang berbasis di kota Seoul. Kakao berafiliasi dengan korporasi pemilik Naver search engine terbesar di Korea Selatan, yaitu NHN Corp.
NHN Corp. mengembangkan messenger Line yang dirilis pada Juni 2011, dan terdapat cerita menarik namun berita duka juga dari perilisian Line tersebut, yaitu Line dikembangkan khusus untuk pasar Jepang melalui NHN Japan (Naver), ketika terjadi bencana gempa bumi Tohoku. Saat itu KakaoTalk mengalami lonjakan traffic luar biasa, hal tersebut terjadi karena infrastruktur telekomunikasi Tohoku tidak dapat digunakan terutama jaringan kabel (wired) telepon publik yang tidak berfungsi, sehingga banyak pengguna di jepang saat itu menggunakan KakaoTalk, yang selanjutnya menjadi messenger Line khusus di Jepang, dan dapat digunakan untuk membantu komunikasi publik terutama keluarga korban gempa bumi.
Lalu untuk WeChat dikembangkan oleh pengembang Tencent, yaitu holding company yang menyediakan beragam layanan & jasa di bidang teknologi, media, entertainment, internet, content provider, dan online advertising asal China. Wechat awalnya dirilis Januari 2011 dengan nama Weixin,dan kemudian mulai mengglobal dan dilakukan rebranding pada April 2012 dengan nama WeChat yang kita kenal sekarang.
[Welcome to Mobile Messenger War]
KakaoTalk merupakan pemain messenger utama & sangat populer digunakan di Korea Selatan yang didukung oleh korporasi NHN, dan Line yang masih berafiliasi dengan NHN, melalui Naver juga tidak hanya masif digunakan di daratan Jepang, namun sudah mulai menjarah global terutama kawasan Asia sama seperti kakaknya KakaoTalk. Namun raksasa teknologi Tencent, disaat yang bersamaan melalui berbagai produk teknologinya termasuk WeChat yang memiliki basis pengguna sangat besar di kawasan China, juga mulai melakukan ekspansi agresif ke kawasan Asia & bahkan mulai mengglobal. Bisa menjadi salah satu indikator mengenai persaingan di mobile messenger, bisa kita cek datanya Top Free application di Google Play, yang merujuk dari “gudang aplikasi” dari perangkat mobile berbasis platform Android yang sekarang menduduki rangking nomor wahid di dunia.
Dari data mentah dengan perhitungan kasar diatas dari Googple Play, Line menduduki posisi teratas, disusul KakaoTalk, WhatsApp lalu WeChat, dan diperkirakan setidaknya 50 juta sudah terdownload ke ponsel-ponsel berbasis Android. Dari data yang saya dapatkan dari Asian Global Impact, diperkirakan Line sudah hampir mendekati pengguna sejumlah 100 juta, kemudian KakaoTalk digunakan skeitar 70 juta, namun secara global WeChat memimpin dengan 300 juta pengguna yang mayoritas berasal dari kawasan China.
Trio messenger tersebut pun memiliki fitur-fitur yang mirip, tetapi dengan kekhasan masing-masing. FItur tersebut pun berhasil menarik sejumlah besar pengguna baru, fiitur-fitur yang berbeda & menawarkan sesuatu yang baru dengan pemain lama seperti WhatsApp & BBM, salah satunya yaitu desain interface yang fresh, lalu fitur group-chat, fitur video-call, fitur voice-call over internet, fitur file sharing berupa gambar, audio, video, & yang fenomenal yaitu fitur sticker mirip seperti emoticon namun dengan desain gambar yang ciamik & menggambarkan emosi-suasana hati ketika ber-chatting ria bersama kerabat & teman-teman.
Saya sendiri meng-install & menggunakan trio messenger sekaligus BBM & WhatsApp, namun dari sisi penggunaan sebagai mobile messenger, saya paling banyak menggunakan WhatsApp & BBM, disusul Line, lalu untuk KakaoTalk & WeChat saya tergolong sesekali saja menggunakannya. Namun tren dalam beberapa saat terakhir mulai banyak yang menggunakan Line & KakaoTalk, dan kebanyakan “terkesima” dengan fitur sticker yang “lucu” bin “unyu” hahaha 😀
Kita lihat saja bagaimana kelanjutan perang terbuka antara trio mobile messenger tersebut dengan pihak incumbent seperti BBM & WhatsApp tersebut, salah satunya berbagai promo menarik yang ditawarkan pihak pengembang messenger bekerjasama dengan pihak operator telekomunikasi, seperti pemberian layanan data gratis penggunaan messenger, contohnya yang dilakukan oleh KakaoTalk berikut, wah lumayan ya, kebetulan saya pengguna operator tersebut.. Dan seperti biasanya kita sebagai pengguna diuntungkan juga, dengan adanya beragamnya alternatif messenger yang tersedia, apa lagi ada paket promo yang bisa kita dapatkan untuk saling berkomunikasi & bersosialisasi 🙂
Dalam seminggu terakhir di jagat dunia teknologi dan dunia maya, heboh mengenai problema yang dialami oleh (internal) Yahoo! Global berawal dari memo internal yang dirilis oleh pihak manajemen Yahoo. Sesuai artikel yang saya baca dan telusuri, termasuk salah satu sumber yang terpercaya seperti yang tertulis di artikel The New York Times, lalu juga dibahas di beberapa artikel di Mashable portal berita yang sering membahas perkembangan dan tren dunia media sosial, teknologi, dan gadget tersebut, bahwa perusahaan digital dan berbasis teknologi jaringan internet akan menerapkan kebijakan bahwa seluruh karyawan harus datang secara fisik ke kantor dan bekerja di kantor, bukan melalui teknologi kolaboratif dimana para karyawan bekerja bisa dimana saja.
berikut sebagian saya kutip dari artikel di All Things Digital tentang mengenai respon kebijakan manajemen Yahoo tersebut sbb :
“According to numerous sources, Yahoo CEO Marissa Mayer has instituted a HR plan today to require Yahoo employees who work remotely to relocate to company facilities. The move will apparently impact several hundred employees, who must either comply without exception or presumably quit. It impacts workers such as customer service reps, who perhaps work from home or an office in another city where Yahoo does not have one. Many such staffers who wrote me today are angry, because they felt they were initially hired with the assumption that they could work more flexibly”
sepengetahuan saya dari sudut pandang industri teknologi di Amerika dan Eropa serta mungkin sebagian Asia, pekerjaan dengan model serta berbasis internet dan teknologi sudah mulai beranjak ke model telecommuting, work remotely, dan bekerja dimana saja asal terkoneksi dengan jaringan internet, bisa bekerja dan berkolaborasi dengan tim internal kantor bahkan eksternal kantor. Artikel lain dari Mashable dapat juga dibaca di halaman ini banyak yang beraksi tergolong “kaget” dan merasa keputusan tersebut kurang tepat.
Langkah yang dilakukan oleh manajemen Yahoo dimotori oleh CEO Yahoo baru mereka Marissa Mayer, menjadi tidak hanya buah bibir internal Yahoo saja, namun para pemerhati dunia teknologi global. Keputusan yang dibuat sang CEO ketika bergabung dengan Yahoo pada Juli 2012 lalu, merupakan salah satu gebrakan yang dilakukan Marissa Mayer untuk meningkatkan produktivitas serta dapat bekerja lebih kolaboratif dengan bertatap muka, dan secara sosial bisa saling berkomunikasi serta bertemu secara fisik.
Pro kontra pola kerja yang membuat kita bekerja secara remote maupun bekerja yang setiap harinya harus datang ke kantor, sudah menjadi bahasan semenjak saya bekerja pada awal karir saya terdahulu. Pada awal-awal karir saya bekerja di salah satu konsultan dan sekaligus software house yang membangun dan mengimplementasikan berbagai macam aplikasi baik yang sifatnya produk yang bisa dikostumisasi maupun aplikasi yang dibangun dari nol sesuai kebutuhan dari berbagai klien.
Ketika itu pola kerja saya bisa bekerja secara fisik di tempat klien untuk berdiskusi, meeting, melakukan implementasi dll, serta terkadang datang ke kantor untuk melaksanakan internal meeting, sosialisasi, training, workshop, dll. dan pada saat bekerja di konsultan tersebut, saya juga masih kuliah tingkat akhir, so saya belajar dan mengerjakan tugas di kampus, sekaligus saya memantau pekerjaan saya, terkadang saya juga pernah bekerja dari rumah, dan intinya saya tetap bekerja dengan bantuan akses internet, dan di beberapa project tertentu, saya bersama tim mendapat “kemewahan” berupa fasilitas remote access ke jaringan internal kantor, sehingga bisa bekerja dimana saja asal terkoneksi jaringan. Hal yang saya lakukan tersebut diatas juga dilakukan oleh mayoritas karyawan di konsultan tersebut serta sepengetahuan pihak manajemen, so pola kerja working everywhere & everytime dengan bantuan teknologi jaringan bisa dilakukan di Indonesia meskipun belum dapat secara masif.
Menurut pendapat saya bekerja secara remote yang tidak mengharuskan selalu datang ke kantor punya beberapa kelebihan dan kekurangan, misalkan kelebihan bagi untuk ibu rumah tangga yang memiliki anak, dapat tetap mengasuh anaknya, dan di beberapa kantor, dengan bekerja dari rumah (atau tempat lainya) bisa lebih produktif, serta waktu yang dimiliki untuk perjalanan apa lagi di kota Jakarta yang rajanya macet dengan kondisi lalu lintas yang semakin parah disertai dengan terkadang cuaca yang tidak bersahabat dapat dialihkan langsung ke waktu bekerja dengan, membuat perjalanan ke kantor membutuhkan effort lebih, tapi disisi lain bekerja di rumah membuat kita tidak memiliki interaksi sosial yang cukup, karena terkadang dengan bertatap muka tidak dapat menggantikan teknologi apapun, meski sampai ada teknologi video chat, dan terkadang untuk sebagian orang bekerja bukan dikantor jsutru membuat produktivitas bekerja menjadi lebih menurun.
Saya punya teman yang bekerja sebagai konsultan digital dan media sosial bahkan dalam sebulan bekerja hanya sekitar 6-8 kali untuk datang ke kantor, karena semua pekerjaan yang dilakukan tergantung sekali dengan internet dan memang tipe pekerjaannya memanfaatkan dengan maksimal teknologi jaringan internet tersebut, dan setelah ngobrol lebih jauh, kantornya tersebut “hanya” merupakan representative office or kantor pemasaran saja yang dihuni tenaga support administrasi dan tempat meeting “resmi” saja, karena pekerjanya mayoritas bekerja di luar kantor.. amazing!!
So.. bekerja yang pekerjaannya dilakukan harus datang secara fisik datang ke kantor maupun bekerja secara remote memang harus disesuaikan kebutuhan dari sisi industri perusahaan tersebut bergerak, pola kerja, posisi pekerja tersebut, kebutuhan pasar baik internal maupun eksternal, dan jangan lupa infrastruktur dan prosedur/proses bisnis yang mendukungnya. Kerja tanpa perlu datang ke kantor?? so what gitu loh?!?! yang penting kinerja dan performance-nya bro si 🙂
Beberapa hari terakhir ini semakin santer terdengar nama Ruby Alamsyah.. siapa dia??
Dia adalah “jagoan IT” sesungguhnya yang berani & mau membeberkan serta mempublikasikan perihal keamanan dalam bertransaksi via ATM. Dalam tayangan di Metro TV, beliau mempertontonkan bagaimana membobol mesin uang ATM dengan metode skimmer, dimana tayangan tsb., sudah beredar secara luas melalui Youtube (salah satunya dapat ditilik di http://www.youtube.com/watch?v=5LaJt9AeAOo&feature=related).
Untuk masyarakat awam, informasi tsb. menjadi sangat berharga, agar lebih berhati-hati ketika ber-ATM ria, dan patut didukung untuk penyebaran informasi yang bermanfaat tsb., namun pihak masyarakat di sisi lainnya, hal tsb. menimbulkan polemik dan bahkan mengajukan gugatan ke pihak yang berwenang terhadap penyebaran informasi tsb., dan “tokoh” yang paling santer yaitu saudara Roy Suryo (salah satunya dapat ditilik di http://www.youtube.com/watch?v=3NbDeTyvBbI dan di http://www.bloggaul.com/kopitozie/readblog/109238/ruby-alamsyah-vs-roy-suryo).
Saya tidak membahas polemik antara Ruby, pihak berwenang, Metro TV, KPI, hingga Roy suryo, namun pada penelusuran sosok Ruby Alamsyah tsb.
ruby
Dari hasil riset sederhana saya via internet, Ruby memang seorang pakar yang jago dibidangnya, yaitu IT security dan digital forensic. Dari profil Linkedin yang saya kunjungi http://id.linkedin.com/in/rubyalamsyah dapat terlihat informasi tsb., bahwa dia sudah lama menekuni bidang tsb., dan saya cukup percaya akan reputasi yang disandangnya, dibandingkan “tokoh” lainnya tsb. Di jejaring Facebook dapat ditemukan profil dia, yaitu di http://www.facebook.com/people/Ruby-Alamsyah/1789338745, dimana informasi pribadi & jejaring pertemanan menunjukkan hal tsb.
Dari ulasan & wawancara di http://www.perspektifbaru.com/wawancara/708 kita dapat melihat bahwa dia baru “show up” baru-baru ini, dan bidang digital forensic yang dia tekuni juga hal baru. Ngomong-ngomong yang saya lakukan saat ini, yaitu mencari informasi & jejak digital tsb merupakan sebuah penerapan dari “digital forensic” tsb. Hal ini bisa anda lakukan pada orang-orang yang ingin tahu latar belakang atau jati dirinya.. yaa kata seorang teman, informasi di dunia digital (baca : internet), memudahkan orang mendapat informasi dengan cukup detil, dari tempat tinggal, statusnya (jomblo, pacaran, nikah, janda?!?!), kesehariannya, hingga musik favoritnya… etis atau tidak serta digunakan untuk hal positif/negatif.. yaa soal ini saya serahkan ke anda sekalian.. 😀
Sudah lama tidak posting di blog tercinta ini. Seperti alasan jadul yang tersohor itu, sibuk, gada waktu, maupun memang lagi males saja untuk ngblog!! Di sisi lain, beberapa waktu yang lalu, saya agak kesulitan mengakses internet dengan “tenang serta damai”, yaa karena faktor kesibukan tersebut.
hhmm… beberapa waktu yang lalu, memang sibuk dengan “kehidupan offline” di luar sana, terkadang masih sempat untuk membaca serta mengunjungi forum favorit serta microblogging, seperti update status di Facebook, Plurk, maupun Twitter, namun yaaa tetap tidak ngblog!!
Meskipun sempat tidak ngblog beberapa saat lalu, namun saya pun berpikir, di era kebebasan untuk mengakses informasi saat ini di Indonesia, kita patut mensyukuri akan “nikmat” tersebut, jika melihat infrastruktur yang (lumayan) yang tersedia, tingkat “melek internet” yang tumbuh setiap saat, dan adanya kegairahn dalam mencari informasi di internet.
Setiap harinya kita bebas mengakses informasi melalui situs apapun dan bebas berkoar-koar di jagat maya yang mahaluas ini. Meskipun kita juga pernah terkena sensor internet tersebut, yaitu pembatasan akses informasi (baca : sensor internet) terhadap situs pornografi tempo hari oleh Pemerintah-Depkominfo, namun efeknya ternyata lumayan masif, dimana beberapa situs yang seharusnya bisa diakses dan tidak mengandung muatan pornografi terkena imbasnya.
Di belahan dunia yang lain, sensor internet tersebut ternyata benar terjadi, bahkan sudah masuk ke ranah masalah HAM.