Category Archives: Tekno – Digital

pembahasan mengenai pendapat dan perkembangan terkait dunia digital dan teknologi

Menulis adalah Hasil Sebuah teknologi

Di minggu lalu saya menemukan sebuah artikel website yang menarik dan sekaligus sebuah laman diserta dengan desain dan visualisasi yang unik yaitu membahas mengenai aktivitas menulis. Website tersebut yaitu visualizevalue yang menampilkan bentuk tulisan pendek disertai ilustrasi sederhana namun bermakna.

https://visualizevalue.com

Aktivitas menulis khususnya menulis sebuah artikel blog atau blogging merupakan salah satu bentuk aktivitas bagaimana kita menerima, mengolah, memproses, dan menghasilkan sebuah artifak lain (baca: tulisan/content), dengan kata lain salah satu bentuk karya kreatif dan kepingan dari hasil sebuah pemahaman sebelumnya, dimana sebagai individu kita menyimpan sekilas minat dan pengetahuan yang kita pahami sebelumnya kedalam bentuk sebuah tulisan.

Tulisan tersebut pun menjadi bermakna dan berharga, minimal berharga dan bermakna dari perspektif kita pribadi meski sereceh apapun tulisan tersebut. Poin ini pun menjadi reminder ketika saya mulai belajar menulis dan menyusun blog, yang pernah saya sampaikan di artikel blog ini bahwa ada sebuah motif or reason yang tepat ketika memulai sesuatu, ini pun menjadi connect seperti yang agama saya ajarkan, bahwa konsep nawaitu pun menjadi hal krusial untuk melakukan aksi selanjutnya.

Blog Ardika Percha - ardikapercha.com

Dari sudut pandang saya pribadi, untuk tulisan-tulisan yang pernah saya buat, baik yang saya tulis dan telah dipublikasi ke blog ini salah satunya, maupun catatan kecil yang saya buat untuk saya baca dikemudian hari dan berfungsi memang sebagai “catatan untuk masa depan”, misalnya catatan pekerjaan atau bahkan catatan ketika saya sekolah/kuliah dulu merupakan sebuah hasil pemrosesan pemikiran kita dan informasi yang kita catat/tampilkan atau kita simpan tersebut akan dibaca kembali atau padanan katanya dalam English yaitu di-retrive untuk dimanfaatkan kembali.

Sebagian ada pula catatan yang saya buat sebagai material dasar atau fondasi untuk melakukan berbagai hal, atau kepingan tulisan-tulisan yang pernah saya buat tersebut diolah dan diproses menjadi sebuah tulisan lain yang lebih baik/bermakna.

Menulis pun bisa menjadi sebuah paket lengkap dalam mengumpulkan, mengolah, mempresentasikan kembali (baca: dibaca/dikonsumsi), dan tulisan tersebut menjadi sebuah artifak teknlogi yang bisa dirasakan pengalamannya oleh baik diri kita sendiri maupun orang lain yang membacanya.

https://twitter.com/jackbutcher

Kalau merujuk ke KBBI, definisi teknologi terkait dengan metode ilmiah dan ilmu pengetahuan, dan kedua hal tersebut erat kaitannya dengan salah satu bentuk berupa media tulisan yang saya coba pahami tersebut.

kbbi.kemdikbud.go.id

Dari uraian dan pembahasan tersebut, maka saya pun mencoba memahami dan berkesimpulan yaitu sebagai berikut :

  1. sederhana namun apik dan bermakna, yang coba saya tangkap dari visualizevalu
  2. dari kepingan tulisan yang pernah dan masih proses saya susun dan buat, maka bisa menjadi tidak hanya sebagai “catatan” namun bisa menjadi hal lain yang mungkin saja berbeda, dan paling tidak bermakna dari kacamata saya pribadi, syukur Alhamdulillah bermakna positif untuk banyak orang
  3. dari poin sebelummnya, jadi terpikir untuk “relook” pembelajaran saya terdahulu mengenai knowledge management, khususnya topik personal knowledge management (PKM), untuk menyusun sebuah struktur atau prosedur bagaimana kita mendapatkan, menyimpan, dan mengolah berbagai informasi yang kita peroleh kemudian kita olah dan produksi atau kita gunakan lagi untuk berbagai kepentingan lain.



Referensi :

  • https://visualizevalue.com/blogs/feed/writing-is-a-technology-for-packaging-experience
  • https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/teknologi
  • https://twitter.com/jackbutcher/status/1581330111160528896?ref_src=twsrc%5Etfw%7Ctwcamp%5Etweetembed%7Ctwterm%5E1581330111160528896%7Ctwgr%5Ed79d286d5882480967d260e32c283345052f920a%7Ctwcon%5Es1_&ref_url=https%3A%2F%2Fvisualizevalue.com%2Fblogs%2Ffeed%2Fwriting-is-a-technology-for-packaging-experience

Sepak Terjang media sosial alternatif menandingi hegemoni Twitter

Seperti artikel blog yang saya tulis tempo hari mengenai munculnya media sosial alternatif, khususnya dengan model microblogging menjadi buah bibir dan obrolan hangat tidak hanya di online, namun juga menjadi topik diskusi di ranah offline. Kehadiran media sosial alternatif mencoba melawan hegemoni Twitter yang saat ini mencapai momentum yang tepat.

Ketika terjadi ‘hostile takeover’ oleh Bos Elon dan sikap si Bos yang dianggap sebagian netizen tidak elok dilakukan secara etika pada umumnya di Twitter, menjadi salah satu pemicu dan pendorong terjadinya eksodus atau migrasi dari Twitter ke media sosial alternatif lainnya.

Dalam artikel blog yang saya tulis tersebut membahas mengenai Mastodon sebagai sebuah media sosial alternatif (baca: microblogging alternatif) yang mencoba merebut hegemoni Twitter selama bertahun-tahun. Mastodon hadir dengan konsep dan visi yang revolusioner serta kental dengan misi aktivisme digital, lebih tepatnya ke sisi aktivisime gerakan open source dan open web yang bersifat “lebih terbuka, adil, dan demokratis”. Dengan positioning tersebut menempatkan Mastodon sebagai pemain terdepan dalam gerakan tersebut.

Mastodon Vs Twitter

mastodon ardika percha
Why Mastodon? (joinmastodon.org)

Munculnya Mastodon dengan konsep dan teknologi yang unik disertai nuansa gerakan aktivisme digital yang dilakukan oleh sejumlah komunitas dan para penggiat digital & teknologi di jagat maya, membuat terjadinya eksodus dari Twitter ke Mastodon sehingga muncul tagar #twittermigration menggema di Twitter pula.

Mastodon sendiri muncul karena visi sang Founder Eugen Rochko yang telah melakukan pengembangan Mastodon semenjak tahun 2016, bahwa Rochko menyuarakan konsep “federated” dalam ranah media sosial, sehingga setiap server/instance yang saling terhubung dalam lingkup Mastodon dijalankan dan dikelola oleh sejumlah pihak atau komunitas yang sifatnya independen dan didukung serta didanai secara mandiri pula, namun terjalin dan dalam aturan dasar serta etika yang dibangun oleh komunitas secara bersama.

Federated (joinmastodon.org)

Selain aturan dasar berkomunitas yang menyatukan sejumlah besar instance/server tersebut, Mastodon dikembangkan oleh Rochko dengan mengadopsi protokol komunikasi yang disebut ActivityPub, dimana protokol desentralisasi media sosial ini telah menjadi poin acuan dan rekomendasi oleh W3C dan Social Web Working Group, sebuah lembaga nirlaba yang telah dikenal sebagai standar web secara umum.

Dalam wawancara bersama TIME Magazine di bulan November 2022 akhir-akhir ini, Rochko menyatakan bahwa Mastodon dikembangkan bersama rekan dan komunitasnya sebagai kanal dia mengekspresikan diri secara online kepada teman-teman melalui pesan pendek (baca: microblogging), dan ekspresi ini merupakan hal penting tidak hanya dia sendiri, namun penting untuk keseluruhan dunia, dan mungkin perihal ini tidak dikontrol dan dikuasai oleh sebuah perusahaan saja. Melalui TIME, bahkan Rochko menyampaikan dengan jelas, bahwa dia tidak percaya top-down control yang dilakukan oleh Twitter, maupun perusahaan media sosial lainnya.

Ketika diluncurkan tahun 2016, Mastodon sempat menjadi sebuah fenomena tersendiri, namun timing ketika isu Twitter-Elon dan konsep federated yang khas ini menjadi sebuah pemicu dan batu loncatan bagi Mastodon, terbukti dalam sekitar 4 harian setelah akusisi Twitter oleh Elon, maka terdapat eksodus lebih dari 120.000 user baru yang bergabung ke Mastodon (Time, November 2022).

Mastodon bukan yang pertama

Sebelum Mastodon, sudah beberapa perintis media sosial alternatif yang mencoba melawan hegemoni Twitter dalam ranah layanan media sosial, khususnya media sosial yang dikembangkan yang mengakar pada gerakan digital dan internet activism, maupun dikembangkan dari aplikasi dalam ranah open source.

Salah satu yang cukup dikenal di kalangan gerakan dan ranah tersebut yaitu ketika munculnya StatusNet di periode tahun 2010. Ketika itu, StatusNet dikembangkan bersama-sama open standard spesifik mengenai layanan microblogging lainnya yang disebut OStatus. StatusNet dikembangkan oleh Matt Lee bersama lembaga open source FSF, dan menjadi buah bibir di kalangan gerakan digital.

Hadirnya OStatus dan StatusNet merupakan fondasi dasar dalam pengembangan layanan media sosial yang menerapkan konsep-konsep open web, open source, dan sifatnya lebih transparan, karena siapapun dapat berkontribusi dalam pengembangannya, serta yang terpenting digerakkan oleh beragam komunitas internet. OStatus ini pun menjadi pendorong pengembangan ActivityPub di sekitar tahun 2014 sebagai standar baru dalam pengembangan protokol open web khususnya terkait dengan layanan media sosial microblogging tersebut, dan protokol tersebut pun menjadi acuan pengembangan Mastodon di periode tahun 2016.

Meski munculnya beragam media sosial yang, baik bersumber dari pengembangan komersial dilakukan oleh sejumlah tim, maupun pengembangan berdasar komunitas yang sifatnya open web, belum ada media sosial yang dapat tangguh melawan hegemoni Twitter, khususnya dalam layanan media sosial berjenis microblogging services. Hadirnya Mastodon membawa angin segar terhadap dunia teknologi pada umumnya, sehingga kita dapat mempunyai pilihan sekaligus alternatif dalam bermedia sosial kedepannya.



Referensi :

  • https://thenewstack.io/challenges-of-creating-a-decentralized-open-source-twitter/
  • https://time.com/6229230/mastodon-eugen-rochko-interview/
  • https://ardikapercha.com/blog/dari-twitter-ke-mastodon/
  • https://fediverse.party/en/mastodon/
  • https://www.w3.org/TR/activitypub/#Overview
  • https://activitypub.rocks
  • https://en.wikipedia.org/wiki/GNU_social
  • https://en.wikipedia.org/wiki/OStatus
  • https://wiki.alpinelinux.org/wiki/StatusNet
  • https://github.com/shashi/StatusNet
  • https://www.gnu.org/software/social/
  • https://thenewstack.io/devs-are-excited-by-activitypub-open-protocol-for-mastodon/
  • https://techcrunch.com/2012/08/03/the-federated-web-should-be-easier-than-it-sounds/

Dari Twitter Ke MASTODON

Setelah huru-hara tempo hari ketika “hostile takeover” si bos Elon terhadap Twitter, sontak banyak netizen yang meradang dan bersikap negatif, terutama sikap si bos setelah aksi korporasi tersebut, mengubah aturan (berkomunitas di Twitter) seenaknya dan ketika melakukan PHK massal (tidak beretika) di Twitter.

Menurut saya memang seperti itulah “gaya seorang bos” terhadap perusahaan miliknya, namun saya malas saat ini membahas sikap Elon tersebut secara detail, malah lebih tertarik membaca reaksi publik dan mempelajari perilaku netizen di jagat maya.

#TwitterMigration

Seperti yang sudah diperkirakan, maka netizen seantero dunia pun pasti mencari ‘rumah baru’ atau fokus ke media sosial lain, atau ada yang menjadi lebih pasif dan menjadi silent reader.

salah satu twit yang bisa menggambarkan situasi ketika #twittermigration mulai viral dan hal ini disampaikan oleh media besar mainstream sekelas The Economist pun ngetwit soal ini. Nah.. kalau saya sih hingga saat ini masih bertwitter ria, meski kurang suka dengan sikap personal si Elon yang kurang etis, namun tingkah polah ybs memvalidasi hipotesis saya, bahwa orang (katanya) hebat yang diagung-agungkan pasti ada bug-nya 😀 yaaa meski ybs memang punya achievement luar biasa di mata sebagian besar warga dunia dengan solusi paypal, tesla, isu dogecoin, spacex dan sekarang dengan twitter!

Di sisi lain, penasaran dengan berbagai cuitan dan salah satunya ada yang sampai boikot twitter, aksi ini digemborkan di twitter bersama dengan aksi #twittermigration yaitu teriak anti twitter untuk pindah/tidak menggunakan media tersebut, tapi hebohnya ya di Twitter juga! 😀

Twitter Alternative

Dari hashtag #twittermigration itu banyak yang mencuitkan beberapa alternatif media sosial, khususnya media sosial dengan konsep microblogging. Yang menjadi hit salah satunya yaitu bangkitnya Tumblr menjadi salah satu tempat baru bagi netizen dari Twitter, lalu ada pula Hive Social atau pun lari ke media existing seperti TikTok & Instagram, meski dengan format berbeda. Lalu tiba-tiba ada satu media sosial bernama Mastodon dengan konsep yang unik berbeda dengan microblogging lainnya, karena visi dan konsep desentralisasi yang unik dibandingkan oleh media sosial lain.

Kalau cek-ricek di data Google Trend ada perubahan dari sisi pencarian untuk twitter alternative dan media sosial lain yang cukup melonjak naik di bulan Oktober hingga di pertengahan November 2022. Sebagai catatan data ini berdasarkan data pencarian di Google, mungkin tidak sepenuhnya akurat, namun mencoba membaca perilaku pencarian (dalam periode waktu singkat) dengan keyword generik saja.

Google Trend

Why Mastodon?

Why Mastodon? (https://joinmastodon.org)

Dengan melihat kembali alternatif Twitter seperti Hive Social, Tumblr, dan yang terakhir Mastodon, maka saya putuskan untuk mencoba dan mengulik lebih dalam Mastodon ini. Selain itu, kenapa kenapa saya join Mastodon karena konsep federasi yang unik dan sifatnya open source.

Menurut saya Mastodon mungkin mirip dengan konsep engine blog website WordPress (tolong koreksi jika saya kurang tepat soal ini) yaitu semua orang bisa dan berhak menggunakan engine Mastodon tersebut dengan melakukan instalasi di server mereka masing-masing dengan menggunakan protokol yang sama.

Server-server yang ber-Mastodon disebut sebagai ‘instance’ yang memiliki konfigurasi server berbeda dan aturan komunitas masing-masing, namun tetap menggunakan protokol yang sama, yaitu protokol ActivityPub dengan kode etik merujuk aturan yang dikelola oleh entitas Mastodon gGmbH, sesuai konsep open souce dan desentralisasi tersebut.

Seperti WordPress, maka pengelola instance tersebut bebas melakukan perubahan dan penambahan serta tetap terkoneksi satu sama lain dengan Mastodon ini. Lalu karena Mastodon ini tujuan utamanya adalah media sosial, lebih spesifik microblogging, maka fitur lainnya yang menarik adalah adanya interopabilitas antar instance (baca: server) tersebut.

Sebagai contoh misal saya ada di instance komunitas fotografi yang notabene di ‘server fotografi’ dapat berkomunikasi dengan misal rekan saya di instance komunitas museum di server museum misalnya, karena saya posting sebuah foto museum, maka rekan saya menimpali reply atas postingan tersebut. Berkomunikasi maksudnya bisa nge-toot (istilah di Mastodon untuk post), lalu dapat saling posting reply, atau bisa nge-boost (di media sosial tetangga disebut retweet), favorit, bookmark, share ke media lain, sampai saling follow, meski berbeda instance/server namun menggunakan protokol open web yang sama.

Ketika join pertama kali ke Mastodon pun kita akan ditanyakan untuk memlih instance yang sesuai dengan kebutuhan dan kemauan kita, lalu ketika ada suatu hal yang tidak pas misalnya, atau menemukan instance lain yang lebih cocok dengan kebutuhan kita, maka kita pun bisa berpindah ke instance lain. Sebagai contoh saya member di instance fotografi, lalu karena merasa ‘klik’ dan cocok dengan member-member komunitas museum, maka saya pun bisa berpindah ke instance komunitas museum tersebut, jadi setiap orang berhak dengan bebas bertanggung jawab berkomunitas di suatu instance, lalu bisa pindah ke instance lain, asal tidak bikin rusuh dan mengikuti aturan Mastodon secara umum dan aturan instance secara spesifik.

Continue reading Dari Twitter Ke MASTODON

Beradaptasi dan Berkembang di Era New Marketing

Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan menghadiri TikTok The Stage sebuah online event yang tentunya diselenggarakan oleh TikTok untuk menambah pengetahuan terkait dunia digital, mengetahui tren terbaru, dan mendengar kisah sukses yang sudah dilakukan oleh para pelaku industri.

tiktok-stage-percha-homepage

TikTok The Stage

Dalam event ini beragam topik dengan narasumber atau pembicara berbeda-beda, umumnya topiknya terkait dengan pemanfaatan media digital di era “new normal”, lalu tren terkait digital marketing, hingga ada topik yang membahas spesifik hasil riset terbaru.

Dari beragam topik tersebut saya memilih topik “Winning Your Audience On A New Marketing Canvas” yang menghadirkan beberapa narasumber yaitu Om Weng Wai Koh (TikTok), mbak Bim Gutierrez (Bayer), pak Sadhan Mishra (OMD SG), mrs. Nicole Chan (L’Oréal Luxe SAPMENA).

Dari narasumber yang hadir menurut saya cukup mewakili apa yang saya cari yaitu bagaimana pelaku industri bereaksi terhadap perubahan yang dinamis di era new normal ini, yaitu ada mbak Bim dari industri consumer terkait wellness/kesehatan Bayer, kemudaina ada mrs. Nicole dari industri kosmetik kecantikan, lalu ada pak Sadhan dari sisi agency, dan tentunya ada perwakilan dari TikTok yaitu Om Weng.

Dalam diskusi tersebut, saya menangkap beberapa poin diskusi yang cukup memberikan update & insight atas apa yang terjadi saat ini.

tiktok-stage-percha-discuss

Digital Transformation is NOW!

Mbak Bim menyampaikan mengenai bahwa terminologi “digital transformation” sebelum era pandemi mungkin menjadi salah satu tool perusahaan/brand dalam beradaptasi secara bertahap untuk memperluas basis pasar perusahaan dan menjadi pendorong perusahaan tersebut.

Namun ketika di era pandemi, dengan berubahnya landscape pasar dan tentu berubahnya customer behaviour yang menjadikan digital dan internet menjadi satu-satunya yang bisa dijangkau, maka digital transformation menjadi prioritas utama dan harus dilakukan NOW, bahkan menjadi katalis seluruh sumber daya perusahaan. Digital transformation tidak hanya mengubah fokus perusahaan, namun menjadi mengubah mindset kita dalam bekerja, berinovasi, dan berkolaborasi.

Lean In & Co-Creation

Selain itu, Bim juga menyampaikan bahwa lifestyle dan mindset tentunya berubah, yang sekarang menjadi apa yang disebut create value more than product or market saja, bahkan mengajak customer dalam proses pembuatan produk dan layanan yang disesuaikan dalam kanal-kanal digital yang disebut pola co-creation dan lean-in customer tersebut.

tiktok-stage-percha-data11
Continue reading Beradaptasi dan Berkembang di Era New Marketing

Update Info Landing Page ala Linktree Wanna Be (Project L3)

Dalam kurun seminggu terakhir di sela-sela kesibukan pekerjaan & keseharian, saya mencoba mengerjakan personal project untuk membuat landing page ala tool Linktree dengan berbagai motif dan latar belakang  yang bisa dibaca lebih detail di artikel blog saya sebelumnya disini.

Di awal project ini sebenarnya mencoba inventaris semua task pekerjaan di JIRA sebagai bagian dari planning activity, cuma dengan berjalannya waktu, maka ada beberapa task yang perlu disesuaikan sehingga project dapat terus berjalan  untuk berusaha mencapai goal-nya.

Next section akan saya update info secara garis besar untuk menjelaskan prosesnya sekaligus sebagai dokumentasi project ini.

Bikin Landing Page

Untuk pembuatan landing page karena ini sifatnya satu page dan sifatnya statis, maka akan menggunakan tipe content ‘page’ sesuai engine website WordPress dengan theme standar WP serta dengan menggunakan pengaturan text dan image standar. Sesuai nature landing page ala Linktree tersebut, maka page tersebut ditujukan untuk diakses via perangkat mobile (mobile first – mobile optimized), maka tampilannya scrollable dari atas ke bawah vertikal.

Percha Linktree One Landing Page

Ketika pengerjaan bikin landing page ini ternyata ada satu kendala bahwa image yang disisipkan (embedd) tidak bisa dimasukkan sebuah link, maksudnya yaitu membuat sebuah image yang clickable link, padahal di WP sendiri ada tool menyisipkan link didalam image, namun tidak berfungsi setelah beberapa kali dicoba. Solusi atas isu diatas, maka dibuat script code HTML sederhana agar bisa membuat clickable image agar visitor bisa klik link di image-nya.

Bikin creative asset & handle digital growth things

Pembuatan creative asset seperti image yang diposisikan sebagai image icon yang ketika diklik akan membuka link yang dimaksud, maka seluruh pembuatan menggunakan aset image yang telah dimiliki dan dibuat template desain box dengan rasio 1:1 dengan menggunakan template standar Canva kemudian diekspor dan dilakukan size optimzing dengan Tinyjpg agar ukurannya terkompress tanpa mengabaikan kualitas image-nya.

IG sayapercha

Selain soal imaga juga diatur strukturnya sesuai kebutuhan, yaitu untuk blog berada diatas sebagai rumah digital, kemudian disusul media sosial, lalu kumpulan artikel blog terpilih, dan diakhir berupa form kontak untuk membuka jalur komunikasi awal selain email resmi blog.

Setelah beragam hal terkait creative, maka saya pun mencoba riset untuk tool tersebut, tentunya mencoba Linktree dan menggali informasi tool sejenis seperti about.me, Yubi, Desty, Tapbio, dsb. untuk mendapat gambaran umum layanan sejenis. Dari riset tersebut tentunya semuanya memiliki keseragaman yaitu praktis dalam membuat landing page sederhana dengan beragam desain yang cukup menarik disertai report performance standar.

Kemudian task berikutnya collect dan setup semua content termasuk artikel link untuk dibuat short link-nya menggunakan Bitly, agar bisa nanti di-track performance trafficnya, dan mudah disebar ke berbagai channel/media sosial. Setelah itu, di-update content tersebut disertai image tadi untuk masuk ke pembuatan landing page ala Linktree tersebut. Setelah semua beres, maka masuk untuk penulisan artikel ini untuk update progress sekaligus dokumentasi atas project L3 ini.

Track & Monitor aka PMO-ing

Salah satu motif untuk menjalankan project L3 ini, yaitu mencoba & implementasi langsung menggunakan tool Atlassian Jira sebagai tool untuk track & monitor versi free-nya, yang 75% mirip dengan fitur corporate yang berbayar yang biasanya saya pakai untuk kerjaaan kantoran pas di startup, dan pakai Toggl untuk tracking waktu pekerjaan tersebut

Linktree JIRA Percha

Untuk project ini seharusnya sesuai planning dikerjakan estimasi selesai pada akhir April-awal Mei dan setelah melihat task-task sekaligus  riset dan review kelengkapan content, termasuk keberuntungan adanya waktu berlebih yang tersedia dan penyesuaian atas task yang perlu diubah/diparkir karena dianggap tidak perlu dilanjutkan atau sudah selesai. So dari sikon tersebut, maka landing page-nya ala Linktree ini telah selesai versi kali ini dan bahkan sudah dilakukan update link di profil Instagram, sehingga diperkirakan di akhir minggu depan sudah beres.

Melihat situasi tersebut, maka sudah bisa dikatakan 80-90% project ini sudah selesai dan sudah berjalan soft-launching or beta version, tersisa task terkait content artikel, update page, hingga review performance dan PMO task lainnya.


Percha One Landing Page bisa diakses melalui tautan ini


Membuat Landing Page Linktree Wannabe di Blog Pribadi (Project L3)

Dalam beberapa tahun terakhir, beragam tool dan layanan digital terkait pembuatan sebuah landing page yang berisi semacam list direktori yang menampung semua link terkait digital presence kita bermunculan, salah satu yang populer digunakan di media sosial Instagram yaitu Linktree.

 

ardika percha - Linktree adalah
Linktree adalah.. (Source: https://linktr.ee/)

 

Latar Belakang & Tujuan

Dengan semakin populer pembuatan Linktree, saya melihat Linktree tersebut sebenarnya sebuah layanan pembuatan landing page yang cepat, mudah, praktis, dan canggih jika saya tidak bisa memiliki sebuah website atau lebih simplenya, Linktree seperti layanan WordPress, Squarespace, Wix dan segala rupanya ketika jaman bahula dulu orang perlu membuat dan memiliki sebuah website atau blog.

Konsep dan solusi Linktree bukanlah hal yang baru, karena di ketika jaman Tumblr sebenarnya ada fitur seperti tersebut CMIIW, dan Tumblr pun (menurut saya) ketika itu menjadi sebuah rumah online yang bentuknya lebih sederhana, praktis, dan lebih less effort dibandingkan misalnya bikin blog di WordPress, yang menurut saya WordPress sudah sangat user friendly dan lebih mudah untuk membuat sebuah blog, yang akhirnya Wix dan Squarespace menawarkan yang lebih praktis.

Dari ide tersebut kenapa saya tidak coba buat landing page semacam itu di halaman Blog saya yang berisi direktori dan informasi terkait blog beserta turunannya. WHY mau melakukan hal ini? coba saya list yang mendorong mau melakukan hal ini :

  1. maintain blog.. ultimate goal & my current north star, eksekusinya bisa di buat page & turunannya, sama pembuatan artikel
  2. coba jadi pansos 😀 di medsos dan coba narikin traffic dari channel lain ke blog, karena landing page semacam Linktree ini diasumsikan akan diakses agar bisa disebar (bisa di WA,  email, dsb) dan terpampang di akun media sosial, khususnya di bagian profile bio, jadi ada traffic dari hal tersebut
  3. sesuai yang di mention #1 soal artikel blog, maka asah kembali untuk menulis artikel blog khususnya kaitan dengan digital, dan kalau bisa serempet produk sih. Plan-nya ya kayak artikel blog ini ada seri artikel terkait project ini
  4. mengasah kembali skill digital sekaligus skill proyekan, maka inisiatif ini dianggap menjadi sebuah personal project
  5. nyambung poin #2, untuk eksekusi project ini sekaligus nyobain tool Atlassian versi free personal (dibandingkan dipakai di kerjaan full time kantor yang versi paid) yaitu JIRA untuk project & task management dan Confluence untuk wiki dokumentasi jika dibutuhkan, nanti lihat juga pelru sejauh itu, atau hanya perlu update artikel blog dengan filter informasi sifatnya publik saja.
  6. relate sama poin #3 maka nyobain tool lama rasa baru untuk time tracker yaitu Toggl, untuk ukur waktu & produktivitas

Continue reading Membuat Landing Page Linktree Wannabe di Blog Pribadi (Project L3)

Begini caranya bijak bermedia sosial : Menangkal Hoax

 

10 bahkan mungkin 5 tahun lalu, pengguna handphone dan social media enggak sebanyak sekarang. Pertumbuhan pengguna social media dan handphone pada masyarakat, selain dipengaruhi oleh perbaikan ekonomi juga dipengaruhi oleh fungsi dan kebutuhan masyarakat. Sayangnya, selain memberikan pengaruh yang baik, penggunaan social media dan handphone pada masyarakat juga memberikan pengaruh buruk. Salah satunya adalah dengan maraknya penyebaran hoax atau berita bohong.

“Eh tau enggak, si A dipukulin fansnya grup Korea kemaren?” Tau dong kejadian rapper yang kemaren ngaku dipukuli padahal bohong ini? Saya yakin enggak sedikit yang kemakan kebohongan dia. Makanya, kita harus pinter-pinter buat memfilter biar bisa menangkal hoax yang disebarkan oleh siapapun, ya.

Nah, biar enggak kemakan isu dan gampang percaya sama hoax, berikut saya bagikan tips buat kamu ya untuk menangkal hoax ya:

  1. Berita hoax biasanya dikasih judul yang click bait atau menipu agar sensasional dan provokatif. Kalo kamu nemu berita macam gini, sebaiknya cari referensi berita yang berkaitan dari situs online resmi, lalu bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Hal ini dilakuin supaya kamu bisa tau kebenarannya dan bisa menarik kesimpulan yang lebih terpercaya dan berimbang.
  2. Biasanya temen-temen mendapatkan informasi dari social media ataupun situs pemberitaan. Untuk informasi yang diperoleh dari situs pemberitaan yang mencantumkan link atau mengklaim berasal dari situs tertentu, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apakah ada di dalam situs tersebut ataukah tidak. Jika berupa URL,  kalau berasal dari situs yang belum diverifikasi institusi pers resmi, atau hanya domain blog, menurut saya informasinya bisa jadi meragukan. Dewan Pers mengatakan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita, namun yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tidak lebih dari 300.
  3. Penulisan narasi untuk berita biasanya mengungkapkan berbagai fakta. Fakta tersebut perlu divalidasi ke sumbernya dulu lho. Saran saya gunakan metode 5W 1H untuk mengecek fakta tersebut dan carilah sumbernya dari mana, apakah ada narasumber atau saksi langsung. Atau apakah berasal dari institusi resmi. Sebaiknya jangan lekas percaya apabila informasi bersal dari individu seperti pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.
  4. Di zaman now, biasanya berita dilengkapi dengan foto. Hal ini berdampak pada manipulasi yang dilakukan. Enggak cuma teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Kadang penyebar hoax mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Buat ngcek foto tersebut, selain meneliti gambar, kamu bisa manfaatin memanfaatkan mesin pencari Google.
  5. Biar hoax enggak semakin merajalela, saran saya kalau kamu menemukan informasi hoax, kamu langsung bisa melaporkan hoax tersebut. Jika di media social, misalnya Facebook, gunakan fitur Report Status dan kategorikan informasi hoax sebagai hatespeech/harrasment/rude/threatening, atau kategori lain yang sesuai. Jika banyak yang melapor biasanya Facebook akan menghapus konten tersebut.

 

Unsplash

 

Media sosial bagai pisau bermata dua, dapat  menjadi peluang positif dan bermanfaat bagi diri sendiri serta orang sekitar, namun bisa berpotensi negatif dan merugikan banyak orang. Kita sendiri sebagai pribadi yang haru lebih bijaksana dalam memanfaatkan media tersebut. Selain adanya content positif dan memberikan manfaat sekaligus inspirasi bagi banyak orang, di sisi lain banyak kita temukan berita yang cenderung negatif bahkan bisa ditemukan berita palsu yang menyesatkan.

Continue reading Begini caranya bijak bermedia sosial : Menangkal Hoax

Personal Project : Dari #KomuterKota sampai Durabita

Dalam sebulanan terakhir saya (sok) menyibukkan diri, selain sibuk di pekerjaan utama saya yang sedang (belajar) membangun sebuah produk digital, seperti yang saya bagikan kisahnya di artikel blog terakhir “Menjadi Product Manager”, Alhamdulillah saya masih ada sedikit waktu tersisa dan dimanfaatkan untuk mulai menekuni personal project yang berbeda. Ya.. mungkin diluar sana termasuk dalam lingkaran pergaulan saya, maupun kenalan yang saya temui di berbagai kegiatan atau komunitas banyak memiliki project diluar domain profesional utamanya.

Saya mengenal seorang kawan yang bekerja di suatu perusahaan dengan load kerja cukup sibuk, masih bisa menangani bisnis jual beli mainannya, lalu menangani beberapa project luar kantor, bahkan masih bisa menyisakan waktu mengasuh beberapa komunitas online, dan bisa menulis blog dengan cukup rutin dikala senggangnya.. SALUT! Mencoba mengisi waktu dan produktif membuat sesuatu yang positif, Alhamdulillah jika bisa mendapat keuntungan materiil, maka saya pun mulai secara bertahap untuk berkarya, salah satunya juga berusaha ngeblog untuk kebutuhan personal.

 

Personal Project #KomuterKota

Berbeda dengan personal project yang dimulai di sekitar pertengahan tahun 2015, yaitu berkutat dengan hobi fotografi dan asyik (belajar) menggunakan kamera DLSR dan kamera hape sekalipun. Ketika itu,  saya juga baru mengenal sekaligus menekuni genre fotografi street yang sempat menjadi alternatif baru di scene fotografi Indonesia, bahkan sampai ikut komunitasnya, mendatangi beberapa acara bertema fotografi dan mulai serius membaca beragam artikel foto, sampai membeli buku foto, bahkan sempat berkongsi dengan teman-teman kosan mendirikan Locana Indonesia.

 

Turun. #KomuterKota

A post shared by Komuter Kota (@komuterkota) on

 

Dan akhirnya saya pun mencetuskan proyek foto KomuterKota yang ditekuni karena keseharian saya berkomuter kota, baik menggunakan angkot, bis, kereta listrik, sampai era ojek online dan masih berlanjut sampai sekarang, meski dari sisi kuantitas sedikit berkurang, namun sisi positifnya dan sepertinya bakal bisa menjadi project jangka panjang, dan mungkin nanti ketika kesibukan pekerjaan semakin berkurang, bahkan ketika pensiun nanti,  saya merasa hobi fotografi ini, selain hobi jalan-jalan alias travelling, kulineran, membaca, blogging, dan menonton film, bisa jadi hobi tersebut nanti menjadi salah satu kesibukan utama saya.. who knows??

Project ini dilakukan sebagai hobi dan bertujuan salah satunya mengasah sedikit jiwa seni dan kreativitas melalui fotografi, bahkan semakin kesini saya menyadari masih banyak yang harus dipelajari, mengetahui batasan dan kekurangan, sekaligus sedikit demi sedikit mengetahui kelebihan yang bisa didorong lebih maju, lalu merasa ada beberapa hal yang seharusnya bisa dieksplorasi lebih lanjut, serta tentunya semakin menyadari bahwa waktu itu menjadi barang yang sangat mahal dan berharga.

 

Mimpi & Realita

Unsplash Image

Unsplash Image

 

Sepanjang saya mengenal internet, maka media digital, situs berita atau portal  informasi pernah menjadi salah satu obsesi saya pribadi dalam hal keinginan membangun sebuah media digital dengan content yang unik sekaligus membangun basis user yang cukup besar, kemudian jika ada traksi positif dan traffic yang menjanjikan, saya pun berniat masuk ke tahap implementasi bisnis yang menyasar profitablitias, bahkan bermimpi memiliki startup dan ujung-ujungnya memiliki perusahaan sendiri.

Selain selama ini menerima paid job dari pemilik project tersebut, saya pun sudah beberapa kali saya belajar dan berusaha membangun mimpi tersebut, dengan mencetuskan sendiri atau berkolaborasi dengan orang lain melalui berbagai project terkait media digital, dan dari pengalaman tersebut semuanya hampir tidak berjalan mulus, bahkan sempat menderita kerugian, baik materi & non materi, meski ada juga yang akhirnya mendapatkan hal positif dan bisa exit dengan beruntung!

Nah.. di poin ini, ketika saya begitu passionate untuk memulai sebuah project yang memang dari awal untuk fokus ke bisnis dan profit, bahkan dengan model funding boothstrap atau mendapat funding dari pihak eksternal, maka ada saja pain point dan blocker yang tidak terkira dihadapi, meski ada beberap kasus bisa ditangani dan diselesaikan, namun poinnya hal bahwa memang tidak mudah dan ada dampaknya baik materi & non materi, namun hal ini bisa dijadikan pengalaman dan saya anggap ongkos belajar juga.

Lalu poin selanjutnya, yaitu khusus untuk blog ini, selama beraktivitas blogging, ternyata Alhamdulillah bisa menutup biaya domain+hosting tahunan dan masih ada sisa jajan sana sini 😀 padahal blog ini tergolong tidak rutin update (jika dibandingkan rekan blogger lainnya, apa lagi rekan pro -blogger), traffic-nya tergolong standar personal blog, tetapi tetap masih ada pembaca setia yang masih berkunjung (makasih ya bro sis!), serta masih banyak PR untuk teknis optimasi struktur website, SEO-nya, dsb. Sebagai catatan, blog ini dibuat dan disiapkan dari perdana bukan untuk tujuan profit, dan sampai sekarang jika ada tawaran job karena blog, saya anggap sebagai bonus rejeki tambahan saja, so woles aja bro!

 

Membangun Durabita

Tidak seperti project lainnya, yang minim publikasi dan informasi,  atau isu perihal keinginan saya mau berbagi cerita, tetapi karena memang sifatnya confidential, maupun masih dalam tahap awal, sehingga belum bisa bercerita banyak, atau merasa belum ada yang dibanggakan atau merasa tidak pantas diceritakan dan belum bermanfaat untuk warganet.

Kali ini saya coba berbagi cerita tentang inisiatif saya berikutnya yaitu membangun Durabita dari awal, semenjak ketika pelaksanaan, sampai nanti apakah berujung sukses, atau bahkan kegagalan, saya coba menceritakan hal tersebut, siapa tahu bisa berguna dan bahkan mendapat masukan or kritikan dari publik.

 

Durabita.com
Durabita.com

 

Durabita adalah blog yang coba saya bangun karena kesulitan dalam mencari data atau informasi yang valid, dan keinginan saya pribadi dalam mengumpulkan, menyimpan, serta mengkurasi beragam data dan fakta terkait dunia digital, kemudian saya coba tampilkan di sebuah blog, yang saat ini bisa dibilang statusnya masih di tahap pre-alpha.

Saya mengetahui memang diluar sana mungkin sudah ada ribuan situs atau blog sejenis, namun saya coba batasi cakupan content di beberapa topik tertentu dan spesifik, kemudian perlu waktu untuk penyesuaian dan pendekatan dalam penyampaian informasinya. Alih-alih untuk membuat content sebanyak mungkin, saat ini meski jauh dari kata sempurna, saat ini dicoba untuk membuat content atau tulisan yang sebisa dan sebaik mungkin, syukur-syukur bisa dimengerti dan bermanfaat.

Menurut saya dengan membaca, mempelajari, lalu menuliskan dan mempublikasi menjadi sebuah artikel di media digital, maka mau tidak mau saya harus paham beragam data dan informasi yang dikumpulkan, sekaligus mengasah dan melatih kemampuan menulis saya untuk “sedikit lebih serius” atau bahkan membuat tulisannya menjadi lebih “gaul”, nanti akan dilihat lebih lanjut di sisi hasil tulisan maupun traksi traffic, atau sambutan warganet, maupun bisa saja dari sisi saya pribadi merasa perlu melanjutkan atau tidak.

Selain itu, salah satunya pemicunya yaitu saya ingin ngeblog kembali di lingkungan Blogspot, lalu mencoba fitur custom domainnya, dan disaat bersamaan ketika itu sedang ada promo domain dotcom yang sangat murah dan promo besar-besaran (bisa dicek promonya dengan klik dsini jika masih ada) di salah satu penyedia domain terkemuka tersebut.

FYI saya mulai blogging dari Blogspot, namun tidak bertahan lama karena beragam alasan. Lambat laun saya pun mencoba platform blogging lainnya, dari Multiply, Tumblr, sampai akhirnya saya mencoba WordPress. Ketika merasa sudah siap, saya pun akhirnya memutuskan membeli hosting dan domain di salah satu penyedia layanan tersebut, yang masih saya gunakan sampai saat ini.

 

Langkah Selanjutnya

Setelah melakukan konfigurasi custom domain antara Blogspot dengan domain provider, kemudian sedikit melakukan tweak theme template sederhana di Blogspot. Lalu saya pun mulai klaim username di media sosial dengan membuat beberapa akun media sosial populer, dan tidak lupa memikirkan sisi desain logo hingga brandingnya secara sederhana, agar apa yang saya bangun bisa dikenali identitasnya, syukur-syukur memiliki branding yang cukup dikenal nanti.

 

Durabita
Durabita

 

Kemudian saya pun mulai membaca dan menulis artikel blognya berdasarkan yang data dan laporan saya pilih, dan hasil perdananya saya pribadi tidak puas, namun saya pikir tetap saya rilis saja dulu, toh nanti akan terus berkembang format dan gaya penulisannya.

Saat ini Durabita dengan kapasitas dan kemampuan saya pribadi, hanya mampu menghasilkan 4 artikel singkat perbulan disertai infografis yang saya ambil dari sumber aslinya. Dari sisi traffic masih jauh dari target, dan paling tidak, menurut saya membutuhkan waktu mungkin sekitar estimasi 6 bulanan kedepan, dan itu pun tidak ada garansi bakal sukses, so sama seperti inisiatif sebelum-sebelumnya, anggap aja ini tes pasar, atau anggap aja ini MVP-nya or pilot project-nya, dan investasi blogging jangka panjang untuk saya pribadi.

Sekitar 2 mingguan setelah Durabita diluncurkan, saya kaget menerima email “say hello” dari salah satu sumber data yang saya jadikan inspirasi tulisan dan saya terbitkan di Durabita. Inti dari email tersebut lebih kepada konfirmasi link data sebagai rujukan yang terupdate,  dan tawaran kerja sama atau kolaborasi kedepannya. Meski saat ini belum ada keuntungan finansial yang didapat, ternyata sudah dibaca segelintir orang, padahal saya belum melakukan effort optimasi, namun sudah mendapat respon dari pihak eksternal, maka hal ini bisa menjadi sinyal bahwa artikel dan blog Durabita ini sudah mulai dirasuki crawler mesin pencari.

Kedepannya semoga hal positif yang saya kerjakan ini bisa memberikan manfaat positif dan menjadi lahan belajar baru sekaligus sumber pahala kedepannya, karena sudah menyebarkan ilmu yang Insha Allah bermanfaat.. AMIN!

 


 

Referensi :

  1. Durabita.com

 

Menjadi Product Manager

Ketika  memulai karier dan bekerja dahulu sebenarnya tidak akan terpikirkan menjadi seorang Product Manager yang menangani beragam hal yang cukup kompleks dan menantang, baik dari sisi teknologi,  bisnis, dan berusaha fokus membantu konsumen atau pengguna akhir,  serta juga siap beradaptasi dengan hal yang dinamis, sekaligus berpikir kreatif, namun dituntut pula dapat bekerja secara sistemastis terstruktur,  plus dapat bekerja sama serta berdiskusi dengan banyak pihak.

Unsplash Image

Setelah belajar dengan membaca,  berdiskusi, hingga menonton beberapa video mengenai  Product Management, termasuk menyelami keseharian profesi Product Manager lainnya di ranah industri digital, maka dari berbagai materi yang saya baca tersebut, semakin hari saya merasa semakin banyak hal yang  secara pribadi harus saya tingkatkan serta makin banyak hal yang saya harus pelajari. Hal ini membuat saya merasa ingin berbagi sejumput informasi dan pengetahuan yang saya ketahui, agar teman-teman yang tertarik dan berminat dengan profesi ini, bisa belajar serta  mudah-mudahan menjadi lebih baik dari saya,  plus menabung pahala berbagi ilmu di surgawi kelak!

Apa itu Product Manager?

Nah… ini dia pertanyaan yang sering dilontarkan kalau ketemu kawan atau handai taulan diluar sana. Saya sering  menjelaskan dengan menggunakan diagram yang dipaparkan oleh Martin Eriksson, bahwa  pihak yang terlibat dalam product management dan dalam hal ini di posisi sebagai Product Manager, menurut pandangan beliau, bahwa orang Product berada diantara irisan bidang teknologi dalam pemahaman yang saya tahu, masuk terkait dalam technical development, coding-programming, mobile apps, desktop apps, database, security, sampai infrastruktur.

Product Management Diagram - Ardika Percha
Product Management Diagram (Martin Eriksson)

Selain bersentuhan dengan bidang teknologi serta bekerja sama dengan technical leader dan developer handal, bahkan terkadang berdiskusi dengan boss CTO (baca: Chief Technical Officer, yang jadi bos besar seluruh tim technical/developer/engineer),  teman-teman QA yang menjadi expert dan melakukan proses testing, validasi, dan verifikasi sesuai kebutuhan sistem, orang Product juga terkait erat dengan orang-orang bisnis, dalam hal ini termasuk dengan teman-teman business development, account, sales, operation, dan semua hal terkait dengan sisi komersial (baca: untung rugi a.k.a. profit-losst dan budgeting) dari produk tersebut. Di beberapa organisasi ada juga fungsi terkait data analysis, data engineering, dan bahkan ada sebagian jika punya sedikit kemewahan ada  fungsi data scientist. Biasanya orang Product berdiskusi dengan orang Data, atau business analyst, business intelligence, atau bisa juga berdiskusi dengan CRM pula.

Last not but least, seorang Product Manager juga ngobrol dan berdiskusi dengan teman-teman UX (User eXperince), dalam hal ini kalau yang saya pahami ya teman-teman UX, serta kawan-kawan creative dan desainer grafis,  bahkan rekan-rekan marketing communication yang berfokus pada kepentingan bagaimana produk atau aplikasi tersebut bisa diakses dan digunakan secara baik dan maksimal oleh semua pengguna produk kita, dalam ranah ini termasuk dalam hal sisi branding produk tersebut. Khusus teman-teman UX yang saya maksudkan juga termasuk UI designer, UX researcher, dan ada sebagian fungsi ini disebut juga product designer dan product researcher.

So, kesimpulannya seorang Product Manager adalah orang yang bertanggung jawab terhadap segala hal terkait produk tersebut, termasuk dalam perencanaan, pengembangan, implementasi, sampai proses monitoring, dengan bekerja sama dengan pihak terkait. Biasanya posisi ini punya wewenang yang cukup besar, tergantung kebijakan perusahaan atau tergantung kebutuhan, sehingga memiliki jangkauan kerja yang cukup luas, dan lebih kepada seorang integrator, primary supporter, serta terkadang punya role mirip internal consultant, bahkan punya fungsi leader yang menjembatani seluruh fungsi dan tim terkait.

Unsplash Image

Di beberapa perusahaan fungsi Product Manager punya kemiripan dengan fungsi Brand Manager (khususnya di perusahaan consumer product or FMCG) yang fokus pada pada sebuah brand tertentu, namun di era jaman now yang serba digital, menurut pemahaman saya posisi ini lebih sedikit condong ke arah khususnya ke ranah teknologi dan digital, serta dipadukan dengan fungsi bisnis serta fokus ke pengalaman konsumen (baca: UX).

Lalu sempat juga ada celetukan bahwa fungsi ini mirip dengan fungsi business analyst dan/atau system analyst yang berperan menjadi sosok yang menjembatani end user dengan tim programmer/developer. Kalau menurut saya, baik Business Analyst dan/atau System Analyst bekerja (mungkin dan bisa jadi ) dalam periode sebuah project tertentu dalam batasan periode waktu terbatas, dan fokusnya sebagian besar di sisi teknologi saja, dan tidak bertitik berat pada sebuah pengembangan product tertentu. Namun ada pula seorang BA/SA yang tidak terikat project dan masuk ke ranah operasional harian yang menjadi semacam internal consultant di organisasi tersebut, dan bisa jadi fokus ke satu cakupan tertentu atau bahkan mendukung seluruh organisasi tersebut, tetapi tidak spesifik ke suatu produk tertentu.

Celetukan ini juga sama dengan kesamaan fungsi Product dengan posisi Project Manager, namun jelas, seorang Project Manager sama dengan Business Analyst lebih condong dalam cakupan sebuah project, atau condong ke suatu cakupan area tertentu, dan tidak fokus ke pengembangan sebuah product atau pun misalnya membahas soal branding aplikasi tersebut. Memang dalam hal kemampuan teknis dan non teknis yang dibutuhkan memiliki kesamaan yang diperlukan dalam bekerja sebagai seorang Product Manager menurut saya, namun berbeda pada area cakupan fokus kerjanya dan mindset-nya.

Kemudian ada satu celetukan bahwa fungsi Product Manager mirip dengan fungsi Product Owner dalam metodologi Scrum yang lagi heboh recently diimplementasikan di beberapa corporate di Indonesia. Nah.. untuk yang ini, ada sebagian Product Manager yang memiliki fungsi sebagai Product Owner jika pengembangan product tersebut menggunakan Scrum atau metodologi Agile lainnya, apa lagi pengembangannya dilakukan dalam beberapa tahapan development sprint, so bisa jadi di beberapa perusahaan tertentu, fungsi dan posisi ini adalah orang yang sama.

Selain itu, ada pendapat para ahli yang saya baca dan temukan di jagat maya, bahwa Product Owner adalah orang yang tidak hanya tahu dan menjadi expert bagi spesifik produk, namun dia punya wewenang dalam memutuskan langsung terkait baik bisnis maupun ranah teknologi (dengan berkonsultasi ke tech leader tentunya), bisa jadi seorang CEO (jika organisasi masih “bayi” dan berukuran kecil), atau role sebagai seorang deputy-nya CEO seperti VP atau level Chief (baca: CPO) yang punya kuasa dan tanggung jawab besar atas pengembangan produk tersebut.

Apa saja yang dikerjakan Product Manager?

Sehari-hari biasanya saya diselingi dengan kesibukan dengan mengevaluasi semacam product plan (diluar sana banyak menyebutnya sebagai product backlog) termasuk dengan semacam daftar apa saja yang harus dikerjakan, lalu daftar perbaikan dan penyempurnaan produk, baik dari sisi fitur maupun proses yang lebih baik, maupun melihat segalanya dari sisi global.

Selain itu, dalam pengembangan product seperti uraian sebelumnya, sempat dibahas seorang Product Manager atau siapa pun yang bertugas di tim Product Management bekerja sama dengan pihak teknologi, bisnis, dan UX.

Jika berkolaborasi dengan kawan-kawan di tim teknologi, maka pasti kerjaanya membahas taks-task development, membahas alur proses aplikasi atau website, bahkan saya justru kagum dan belajar banyak hal dari mereka, salah satunya bagaimana tetap optimis dan can-do attitude yang ciamik, karena dari hal yang berasa tidak mungkin dari ribuan code yang ditulis (atau memodifikasi template framework maupun “obrak-abrik” API yang ada) bisa menghasilkan sentuhan ajaib dan memberikan solusi yang akhirnya bisa diimplementasikan. Isu yang dihadapi selain isu teknis, sepengalaman saya yaitu perihal komunikasi serta ekspektasi dari tim yang terlibat, dan disinilah salah satu tugas saya untuk membantu dan memfasilitasi hal tersebut, sekaligus tetap berusaha mencapai memenuhi target di product plan (backlog), baik dari sisi waktu maupun kualitas.

Lalu selain banyak berdiskusi dengan tim teknologi, maka saya pun kadang brainstorming dengan tim creative, UX, marketing, ataupun tim bisnis pula yang memiliki ide-ide hebat nan kreatif, yang berusaha melayani dan membuat hidup konsumen atau pengguna akhir kita bak raja sekaligus memenuhi target dari sisi product plan. Dan tidak lupa, semua hal yang dikerjakan terkadang berawal dan/atau bermuara ke teman-teman di tim bisnis atau komersial, bagaimana membuat dampak langsung ke perusahaan dari sisi profitabilitas sekaligus berusaha allign dengan kepuasan konsumen atau pengguna akhir kita.

Unsplash Image

Penutup

Dengan segala keterbatasan yang saya miliki, saya pun terus belajar dari berbagai sumber, apa lagi di industri (baca: bisnis) yang saya geluti sifatnya yang sangat dinamis dan terkadang penuh ketidakpastian dari sisi pasar (baca: konsumen & kompetitor), sisi teknologi maupun dari sisi interaksi tim internal sendiri (termasuk tuntutan dari manajemen), semoga apa yang saya paparkan dapat memberi pencerahan mengenai role atau fungsi Product dalam organisasi.

Product Manager merupakan profesi atau fungsi yang menurut saya cukup kompleks, harus pintar dalam menjalin hubungan, berkolaborasi dengan banyak orang, dan harus memiliki beberapa skill krusial yang dibutuhkan, namun (menurut pendapat saya), terkadang jika dilihat tugas utamanya membuat sesuatu yang kompleks bin ruwet tersebut menjadi lebih sederhana, lebih bisa diimplementasikan (saya menyebutnya faktor achievable), serta membuat tim lebih fokus dengan objektif yang ada, dan bisa merangkul banyak pihak [meski belum tentu bisa membuat senang dan bahagia semua orang :D]. Yang terpenting orang Product bisa memberikan value-added pada konsumen akhir, produk itu sendiri, pada tim dan rekan kerja termasuk organisasi serta menambah cuan bisnis kedepannya.

So.. bagaimana menurut kamu tentang peran Product Manager? apa kamu sering berinteraksi dengan orang Product? Atau ada feedback konstruktif terkait tulisan saya diatas?  Yuk, share dimari pendapat dan masukannya di kolom komentar.

Terima kasih, nuhun, syukron,  thanks, kamsahanida & gracias!


Referensi :

  1. https://www.mindtheproduct.com/2011/10/what-exactly-is-a-product-manager/
  2. https://medium.com/earnest-product-management/3-types-of-product-management-dec4b2d77271
  3. https://medium.com/@bfgmartin/what-is-a-product-manager-ce0efdcf114c
  4. https://unsplash.com/photos/KE0nC8-58MQ
  5. https://unsplash.com/photos/UCZF1sXcejo

Mengulas Startup Report 2017 DailySocial di Power Lunch GDP Venture

 

Pada minggu ini saya diundang hadir dalam acara yang mengulas laporan tahunan startup Indonesia, disusun oleh portal berita idola yang sarat dengan  informasi terkini terkait dunia startup Indonesia, yaitu DailySocial. Acara bertajuk Power Lunch yang bertempat di Three Buns Senopati Jakarta ini digagas oleh GDP Venture, yang dikenal sebagai perusahaan ventura ternama dengan sederet portofolio startup yang ciamik, dari Kaskus, Tiket.com, BliBli, Kumparan, hingga Semut Api, serta tentunya DailySocial.

Power Lunch ini dihadiri oleh dua narasumber yang bisa menjadi acuan dalam membaca peta perkembangan startup Indonesia, yaitu Pak Rama Mamuaya selaku CEO DailySocial dan Pak Danny Wirianto sebagai CMO GDP Venture. Menurut saya, dua narasumber tersebut bisa memberikan perspektif pandangan yang berbeda, baik dari sisi pelaku startup, lalu bisa dari sisi investor, maupun dari sisi media yang spesifik membahas startup Indonesia, sehingga dari acara ini menurut saya bisa menjadi salah satu sumber pembelajaran yang baik.

 

 

Mempelajari dan memahami lanskap perusahaan rintisan (baca: startup) yang bisa dikatakan berkembang secara progresif dan bahkan bombastis dalam kurun waktu dua sampai tiga tahun terakhir membuat kita sebagai insan Indonesia dapat berbangga hati.  Dari laporan yang dihimpun oleh DailySocial tersebut, bahwa sudah ada 230 lebih startup yang telah hadir dan telah menghasilkan paling tidak 4 startup dengan gelar unicorn, yaitu Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan BukaLapak. Sebagai informasi, seperti yang disampaikan Pak Danny bahwa jumlah startup dengan gelar unicorn tersebut termasuk cukup besar untuk skala Asia, khususnya Asia Tenggara, dan ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah pasar sekaligus sumber inovasi dengan tren pertumbuhan positif.

 

Startup Report 2017 by @dailysocial_id #startup #annualreport #indonesia

A post shared by Percha (@jurnalpercha) on

 

Dari sisi lanskap investasi startup Indonesia, maka sejumlah startup tersebut telah berhasil menghasilkan dan mengumpulkan nilai investasi lebih dari 3 Trilyun US Dollar dengan 91 startup yang telah mengumumkan dan melakukan funding rounds, serta terdapat berbagai kegiatan merger dan akusisi yang melibatkan 14 startup. Dan menariknya, pertama kali di Indonesia ada 2 startup yang telah go-public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sehingga hal ini bisa menjadi pemacu dan pemicu startup lain tidak hanya melakukan funding dari sisi perusahaan ventura atau investasi lainnya, namun startup Indonesia mampu membuktikan bisa hadir dan menarik dana publik melalui mekanisme pasar modal sesuai regulasi.

Selain itu, dalam laporannya, DailySocial juga memberikan prediksi tren perkembangan teknologi di periode tahun selanjutnya, yaitu munculnya pemanfaatan Internet of Things, kemudian meluasnya penggunaan Artificial Intelligent di berbagai sudut kehidupan, dan tentunya tren perkembangan blockchain yang mulai dikenal di Indonesia. Untuk detail informasi Startup Report 2017 dapat disimak lebih lanjut di situs DailySocial.id dan bisa diunduh dari sumber aslinya, sehingga bisa dipelajari lebih lanjut untuk membaca peta perkembangan startup di Indonesia.

 

 

Di sisi lain, perkembangan startup di Indonesia juga akan menghadapi beberapa kendala yang perlu menjadi perhatian, yaitu isu sumber daya manusia, yaitu kurangnya ketersedian talenta berkualitas, lalu belum adanya kerjasama yang intens dengan pihak kampus/sekolah, sehingga seperti yang dipaparkan oleh pak Rama, bahwa dunia startup masih perlu mmembutuhkan peran pemerintah yang intens, termasuk isu infrastruktur yang menjadi masalah klasik negeri ini. Kemudian terkait dengan peran pemerintah, ada beberapa aturan dan regulasi yang justru menghambat laju perkembangan startup Indonesia, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku startup di Indonesia.

Dengan segala  ulasan dan isu yang dipaparkan diatas, pak Rama berharap dengan disusun dan dirilisnya laporan startup tahunan dapat memberikan informasi yang berguna dan dapat dimanfaatkan untuk memajukan ekosistem startup di Indonesia kedepannya.


Referensi :

  1.  https://dailysocial.id/
  2. https://www.gdpventure.com/