Jelajah Bumi Ruwa Jurai (Bagian 1)

 

Ketika sebagian besar manusia-manusia di Jakarta (dan belahan waktu Indonesia bagian barat lainnya ya..) menikmati suasana perayaan tahun baru, saya justru sedang bersiap di markas besar tercinta, dalam persiapan untuk perjalanan panjang ke seberang pulau bersama kawan kuliah, kawanduta ketika kos dahulu, serta partner in goodness yaitu masbro Faisal Effendi.

Perjalanan kali ini ke Bumi Ruwa Jurai yaitu yaitu provinsi Lampung, tepatnya ke Kabupaten Tulang Bawang Barat yang biasanya disingkat menjadi TBB oleh warga sekitar tersebut, yaitu dalam rangka silaturahim keluarga, tugas, dan sekaligus melakukan perjalanan napak tilas sang Pengajar Muda ketika ditugaskan di sana bersama dengan 9 Pengajar Muda Indonesia Mengajar lainnya di kabupaten tersebut.

Naahh.. dalam perjalanan kali ini yang menjadi tokoh utama sekaligus pemandu, yaitu kawan saya yang biasa dipanggil Isal, seorang (mantan) guru SDN Mercubuana Tulang Bawang Barat dan alumni Pengajar Muda Angkatan I dari Indonesia Mengajar. Untuk yang mau tahu kegiatan terkait dengan Indonesia Mengajar, bisa cekidot artikel blog saya mengenai Ulasan Festival Gerakan Indonesia Mengajar dan foto-foto yang saya ambil ketika event tersebut di Seri Foto Festival Gerakan Indonesia Mengajar.

Terkait perjalanan ke Lampung, dengan perencanaan jauh hari sebelumnya, kita bisa mendapatkan tiket pesawat PP dengan harga cukup terjangkau dari salah satu maskapai yang mantap punya di Republik ini, pas saat musim liburan panjang ketika pergantian tahun 😀   memang dengan naik pesawat, perjalanan lebih cepat & nyaman, namun disisi lain ingin merasakan perjalanan darat, lalu diselingi perjalanan laut melalui Pelabuhan Merak-Bakauheni dengan melintas Selat Sunda, yang pasti memberikan pengalaman berbeda, namun dengan mengingat keterbatasan waktu, akhirnya kita putuskan melakukan perjalanan via jalur udara. Perjalanan darat dari markas besar ke Bandara Soekarno-Hatta mencapai sekitar 1 jam di pagi hari, lalu dilanjutkan dengan perjalanana udara yang tidak sampai 30 menit tersebut tergolong berjalan cepat dan lancar.

Selamat Datang di Bumi Ruwa Jurai

Alhamdulillah akhirnya bisa menjejakkan kaki di Bandara Raden Inten II yangmerupakan pintu gerbang udara Bumi Ruwa Jurai. Bandara Raden Inten II jika merujuk pada sejarahnya yang dikenal juga dengan lapangan udara Branti, karena berada di jalanan desa Branti, dan Raden Inten II merupakan salah satu Pahlawan Nasional yang turut berjuang dalam kemerdekaan Indonesia di daerah Lampung, yang ternyata memiliki hubungan darah dengan Fatahillah, dimana di tanah Jawa dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Lalu arti dari Bumi Ruwa Jurai  yaitu merujuk pada dua golongan masyarakat yaitu masyarakat asli dan pendatang yang tinggal rukun berdampingan di Lampung. Yaa demikian info selayang pandang yang saya dapat dari googling dan obrolan setempat, yang  menarik  jika disimak lebih lanjut.

Setahu saya Lampung dikenal dengan cuacanya yang cukup panas, namun kali ini terasa sejuk, mungkin karena telah memasuki musim hujan. Sesampai di Bandara tersebut, saya segera beranjak menuju terminal bis Rajabasa dengan menggunakan taksi yang memakan waktu sekitar 30 menit menyusuri jalan lintas Sumatra.

Terminal Rajabasa
Naik bis di Terminal Rajabasa

 

Dari cerita yang disampaikan Isal, banyak perubahan sepeninggalnya dari sisi bangunan, situasi Bandara, jalanan, hingga terminal yang menjadi checkpoint kita selanjutnya di Rajabasa, lalu dari penuturan Isal juga, kita harus sesegera mungkin dan bergerak cepat sebelum malam hari sampai di Tulang Bawang karena isu pada ketersediaan angkutan dan waktu tempuh dalam perjalanan nanti. Sesampai di Rajabasa, maka selanjutnya naik bis dengan rute menuju Unit 2 Tulang Bawang dengan perjalanan memakan waktu sekitar 4 jam.

Setelah beberapa kali tidur-bangun-tidur-bangun lagi 🙂   akhirnya bis Puspa Jaya yang saya tumpangi sampai juga di Pasar Unit 2. Unit 2 dikenal sebagai pusat perdagangan di sekitar daerah Tulang Bawang dan dikenal sebagai daerah transmigran pada era orde baru dahulu, yang gembar-gembor dalam program transmigrasi penduduk pulau Jawa ke pulau-pulau lainnya, yang menurut saya cukup berhasil dalam pembangunan di Lampung secara keseluruhan.

Oia.. karena isu transmigrasi di Lampung tersebut, maka  iseng-iseng saya googling dan menemukan bahwa program tersebut masih berlangsung, silahkan cek di link Kementrian berikut ya,, jika yang berminat 🙂    Menurut hemat saya perlu digalakkan kembali program tersebut, dalam hal pemerataan pembangunan nasional dan sekaligus menumbuhkan lapangan kerja baru.

 

Gapura Tulang Bawang

 

Sesampai di Unit 2, maka Isal menghubungi keluarga yang menjadi tempat bernaung selama mengajar di TBB, yaitu Keluarga Pak Tumar untuk konfirmasi mengenai kedatangan kita. Setelah istirahat sejenak dan meluruskan kaki setelah puas duduk selama 4-5 jam di perjalananan bis tadi, maka perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan motor menyusuri jalan pedesaan yang membelah hutan karet di TBB tersebut, perjalanan kali ini untuk mencapai checkpoint terakhir memakan waktu sekitar 20-30 menit hingga ke perumahan keluarga Pak Tumar.

Menyusuri hutan karet TBB

 

Menyusuri hutan karet TBB (2)

 

Udara segar ditambah suasana pedesaaan yang ditemani pepohonan hijau disertai bau karet alam yang pekat, membuat perjalanan kali ini menjadi obat penawar atas racun kemacetan dan suasana sesak-bising-polusi metropolis Jakarta. Alhamdulillah setelah perjalanan panjang dari ibukota, akhirnya sampai juga di rumah keluarga Pak Tumar di TBB dan saatnya untuk beristirahat untuk melanjutkan aktivitas hari-hari kedepannya… dan pas kunjungan di rumah Pak Tumar tersebut, kebetulan ada acara pengajian yasinan, yang ditutup dengan acara makan-makan disertai hidangan kuliner rumahan Lampung. Alhamdulillah, sesuatu banget ya, ada aja ya rejeki  😀

Kumpul warga TBB

 

==

Sumber :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *