Category Archives: Fotografi – Esai Foto

Pemaparan cerita berdasar suatu tema/topik/subjek yang sama berdasar kumpulan foto yang saling berkaitan

Kelas Inspirasi Depok #3

Berpartisipasi dalam sebuah aktivitas sosial dan syukur-syukur bisa memberikan manfaat positif atau jika dapat kesempatan untuk menginspirasi di kota yang saya tinggali dan lalui setiap harinya, merupakan kepuasan pribadi. Aktivitas sosial yang saya ikuti salah satunya yaitu Kelas Inspirasi. Bagi saya Kelas Inspirasi merupakan salah satu inisiatif pribadi yang (berusaha) berkomitmen melakukan hal yang konkret untuk Indonesia, khususnya di bidang sosial dan pendidikan.

 

Belajar Hal Baru (Lagi)

Di Kelas Inspirasi terakhir yang saya ikuti di Jakarta [Baca artikel blog: Kelas Inspirasi & Dunia Pendidikan Indonesia untuk mengetahui kegiatan Kelas Inspirasi]  merupakan salah satu aktivitas Kelas Inspirasi yang bisa dikatakan “seru banget”. Kenapa bisa seseru itu? Selain bisa beraktivitas positif (dan menjauhkan dari hal negatif dan bikin rusuh, seperti menyebar berita palsu atau hoax #eh), kita bisa bertemu orang-orang yang punya semangat, visi, yang sama dan optimis, untuk tergerak dan bekerja konkret dalam kegiatan ini.

Seperti pepatah lama, jika ingin menjadi orang yang (lebih) baik, maka bergaulah dengan orang-orang yang baik. Nah.. Kelas Inspirasi menurut saya tidak hanya menambah kawan baru, tetapi  juga kita bisa belajar hal baru, dari berbagi cerita dan mendengar pengalaman sesama relawan dan panitia, bahkan saya pun belajar hal unik dari adik-adik sekolah di kegiatan ini, awesome!

 

 

Sekolah & Guru

Kelas Inspirasi kali ini saya bersama teman-teman dari kelompok III mengunjungi SDN Pondok Cina V Depok, sebuah SD yang terletak dibelakang Jalan Margonda Raya Depok yang tersohor, sehingga sebenarnya tidak sulit untuk dijangkau, dan saya beranggapan (sangat) beruntung, karena sekolah ini mudah dijangkau dan masih di pusat kota. Namun disisi lain juga (menjadi) sedih, karena saya ingin  berpartisipasi di program Kelas Inspirasi dengan menjangkau sekolah yang jauh dari “peradaban” dan terletak di pelosok, tetapi disisi lain, setiap sekolah pun tanpa pandang bulu membutuhkan uluran program ini, bahkan (seharusnya) di kota besar pun, menurut saya masih banyak yang perlu diikutsertakan dalam program Kelas Inspirasi ini.

 

 

Setelah mengunjungi sekolah ini, dari sisi infrastruktur seperti kondisi gedung, fasilitas, dan kelengkapan peralatan mengajar, menurut saya sudah cukup baik. Setelah mengobrol dan berdiskusi dengan pihak guru dan kepala sekolah, maka isunya bukan dari sisi gedung dan fasilitas, namun lebih penting, yaitu mengenai bagaimana pihak guru dituntut agar kreatif dalam menyampaikan materi pelajaran, sekaligus membuat anak didiknya tetap semangat dan optimis, sekaligus berusaha keras agar bisa menginspirasi anak-anak kedepannya untuk bersekolah dan mencapai cita-cita di masa depan.

Melihat isu tersebut, kehadiran Kelas Inspirasi paling tidak memberikan gambaran serta wawasan kepada adik-adik mengenai profesi dan kesehariannya, dan sekaligus menginspirasi adik-adik sekalian agar berani bermimpi dan menggapai impian positifnya. so.. dari cerita diatas, kita bisa tahu profesi seorang guru pun menjadi krusial dalam sebuah tahapan pendidikan seorang anak, diluar pendidikan orang tua di rumah.

 

 

Adik-adik SD

Belajar dari manapun dan siapapun! Begitu kata pepatah, dan hal ini pun berlaku untuk saya ketika bertemu adik-adik di Kelas Inspirasi. Kenapa? Terkadang ada beberapa pertanyaan mendasar yang dilontarkan adik-adik SD, seperti : kenapa harus tetap sekolah?  apa enaknya kerja? kenapa kita harus bikin PR? kenapa bapak tidak kerja hari ini? kenapa harus seperti itu? dan beragam pertanyaan lain yang basic, tapi perlu jawaban yang tepat dan baik. Beberapa pertanyaan tersebut pun bisa jadi sebuah perenungan saya pribadi, karena (mungkin) kita semua sudah tenggelam dengan kesibukan setiap harinya, bahkan (terkadang) lupa bertanya hal-hal yang mendasar kepada diri kita sendiri.

 

Relawan

Relawan Kelas Inspirasi datang dari berbagai tempat, bahkan sebagian relawan datang dari luar kota, seperti dari Bogor, Bekasi, Tangerang, sampai ada yang saya temui dari Yogyakarta dan Bandung, serta bersedia “merelakan” waktu, tenaga, dan pikiran untuk berpartisipasi konkret dalam Kelas Inspirasi.

 

 

Dari hasil diskusi dengan beberapa rekan relawan maupun panitia, sebagian ada yang menyampaikan dan berekspektasi agar tetap “membumi”, dalam arti tetap berkegiatan sebaik dan sebisa mungkin secara maksimal, paling tidak dengan pola pikir tersebut dengan mengikuti Kelas Inspirasi, agar kita sendiri sebagai relawan minimal beraktivitas untuk diri sendiri secara positif, karena membuat anak-anak SD menjadi benar-benar terinspirasi bukan perkara mudah, dengan pola pikir positif dan optimis yang tetap “membumi” tersebut, saya yakin “virus kebaikan” dapat menular ke rekan relawan lain, bahkan ke adik-adik SD tersebut.

Disisi lain, dari saling berbagi cerita tersebut, ada beberapa rekan relawan harus berusaha ekstra keras membagi waktu pribadi, waktu bekerja, dengan waktu di Kelas Inspirasi, sampai berusaha agar memperoleh hak cuti dalam pelaksanaan Kelas Inspirasi di hari H-nya. Saya percaya jika kita hidup dan berkumpul bersama orang-orang dengan aura optimis dan positif seperti di komunitas Kelas Inspirasi, maka “virus kebaikan” tersebut bisa menular dan membuat kehidupan kita menjadi lebih bermakna.

 

Proyek Foto #KomuterKota

Awas kereta! (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2013)
Awas kereta! (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2013)

Kenapa Proyek Foto?

Di tahun ini, seperti saya sampaikan di artikel Kaleidoskop yang lalu, saya berkeinginan membuat sebuah karya fotografi yang berkelanjutan, semacam seri foto atau bahkan esai foto yang lebih mendalam, dan hal ini berujung pada keinginan membuat proyek foto. Menurut saya, dengan membuat sebuah proyek foto, maka kita bisa lebih fokus pada suatu tema tertentu, dan melatih kita untuk tetap (berusaha) konsisten berkarya dengan tema tersebut. 

Dalam perjalanan waktu, jenis foto bergaya human interest dan foto jurnalistik menjadi awal perkenalan saya dengan dunia fotografi, kemudian mendapat hidayah mengenal genre street photography  yang menjadi pengaruh kuat untuk membuat foto dalam keseharian saya.

Dalam membuat foto akhir-akhir ini, saya pun mendalami mobile photography yang saya bahas di artikel ini, dan ternyata memiliki keasyikan tersendiri membuat foto dengan bermodalkan sebuah ponsel, yang bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja 😀

Selain street photography dengan menggunakan ponsel, ditambah ketertarikan saya dengan isu transportasi publik dan kisah perkotaan (urban), membuat saya berpikir kenapa tidak membuat proyek foto yang bisa saya lakukan sehari-hari dengan tema tertentu, yaitu berkreasi melalui proyek foto Komuter Kota.

Bunga ditengah hutan beton 2 (Bunderan HI, Jakarta)

Perlintasan stasiun Bogor #bogor #Indonesia #instapercha #transportation #train #station (Stasiun Bogor, Bogor)

Becak Geogetown

Apa itu Komuter Kota?

Komuter merujuk pada pengertian umum, yaitu orang yang dalam kesehariannya biasa melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya, dalam hal ini, cakupannya di suatu kota atau daerah tertentu, sehingga muncul dan lahirlah istilah #KomuterKota tersebut. FYI menurut KBBI, kata “komuter” merujuk pada pesawat ulang alik berkecepatan tinggi, namun saya mengambil pengertiaan umum dari beberapa sumber, terutama terkait isu perkotaan 🙂

Untuk saya pribadi, perjalanan yang acapkali saya lakukan, yaitu berkomuter dari rumah ke kantor, atau berkomuter ke beberapa tempat publik, seperti pusat perbelanjaan, taman, kampus, atau kebeberapa tempat plesiran lainnya, dan dalam berkomuter setiap harinya, mayoritas saya menggunakan transportasi publik.

Untuk moda transportasi yang saya gunakan, mayoritas menggunakan transportasi kereta, yang lebih tepatnya Commuter Line, serta alternatif transportasi publik lainnya, seperti menggunakan angkot, bis, TransJakarta, taksi, dan terkadang motor/ojek. Menurut saya di ibukota Jakarta yang padat, dengan lalu lintas yang hampir setiap saat macet, terutama di hari kerja, maka pilihan menggunakan kereta dan dikombinasikan moda transportasi lainnya merupakan pilihan yang tepat.

Dari uraian yang saya sampaikan, maka #KomuterKota pun lahir menjadi sebuah proyek kreatif yang bermaksud merekam fragmen keseharian penduduk perkotaan, yang berkomuter dari satu sisi kota ke sisi kota lainnya. Namun tidak hanya aktivitas berkomuter saja yang akan direkam, tetapi semua elemen disekitarnya, yang terkait dengan arus berkomuter tersebut, akan terekam dalam proyek ini.

Stasiun Bogor #bogor #Indonesia #instapercha #transportation #train #station (Stasiun Bogor, Bogor)

Terminal bayangan #transportation #jakarta #street (Tebet, Jakarta)

Apa yang ingin dicapai dari #KomuterKota?

Sebagai pengguna transportasi publik, maka saya mengajak kawan-kawan untuk mulai menggunakan transportasi publik, dan bagi yang sudah (biasa) menggunakan transportasi publik, bahwa transportasi publik merupakan salah satu solusi perkotaan untuk berkomuter dari sisi kota ke sisi kota lainnya, dengan (seharusnya) mudah, cepat, nyaman, dan murah.

Dengan foto-foto di proyek #KomuterKota tersebut, maka saya mencoba merekam serta “memberitakan” terkait apa dan bagaimana wajah transportasi publik kita, sekaligus sekutip kisah visual tentang perkotaan dan aktivitas warga di kota tersebut, yang saya temui sehari-hari.

Menurut saya, transportasi publik menjadi pilihan utama di masa datang,  dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk perkotaan, lalu semakin tingginya biaya BBM, termasuk semua biaya terkait aktivitas berkomuter dari tarif tol, biaya parkir, pajak kendaraan dsb. Lalu isu semakin langkanya  lahan yang kosong terkait pengembangan infrastruktur transportasi dan terbatasnya ruas jalanan di perkotaan dan, maka diperlukan transportasi publik yang mudah, cepat, nyaman, murah, dan bahkan ramah lingkungan.

Di negara-negara maju di Asia, seperti Singapura, Jepang, Korea, dan hingga negara-negara maju di belahan barat seperti Inggris, Jerman, Perancis, dsb., transportasi publik yang baik merupakan kebutuhan dasar yang tersedia bagi warganya. Saya sendiri, diberi rezeki dan kesempatan menyicipi sedikit layanan transportasi publik bertaraf tingkat Asia bahkan dunia, sehingga saya merasakan bagaimana nikmatnya menggunakan transportasi publik tersebut.

Jika kawan-kawan komuter merasa transportasi publik kita masih kurang dan dianggap kurang layak, maka saya selalu (mencoba) bersyukur, bahwa di era saat ini, semuanya jauh lebih baik dari sisi ketersediaan layanan transportasi publik, meski disana-sini banyak perbaikan dan penyempurnaan yang harus dilakukan.

Rasa syukur muncul mengingat kenangan masa lalu yang berkomuter lebih sulit dan lebih mahal, maka kondisi saat ini lebih baik,  dan paling tidak ada perubahan yang progresif, bahkan dengan adanya beberapa moda transportasi baru khususnya di Jakarta, seperti bis Trans Jakarta, kereta Commuter Line yang telah dimodernisasi, dan layanan transportasi alternatif seperti Gojek, Grab Taxi, Grab Bike, Uber X, lalu adanya komunitas Nebengers, yang menyediakan tebengan bagi anggota komunitas tersebut, dan bahkan rencana pengembangan jalur kereta MRT, maka semuanya terkesan revolusioner untuk saya, yang tidak saya bayangkan akan muncul sekitar 5-10 tahun yang lalu di Indonesia, khususnya di Jakarta  😀

Sesuai yang saya sampaikan sebelumnya, maka dengan adanya proyek #KomuterKota ini, saya berharap dan yang ingin dicapai at least kawan-kawan dan handai taulan mengetahui perkembangan terakhir dan merasakan fragmen-fragmen keseharian salah satu komuter kota seperti saya, melalui karya foto-foto yang saya hasilkan, sehingga mulai mencoba menggunakan transportasi publik, dan bagi yang sudah (biasa),  agar tetap menggunakan layanan transportasi publik, serta mengajak kawan lainnya untuk berkomuter ria dengan transportasi publik pilihannya.

Di sisi lain, untuk saya pribadi dengan segala keterbatasan pemahaman mengenai fotografi dan isu perkotaan, maka melalui media ini, kita bisa saling berdiskusi dan bertukar pikiran, untuk menambah wawasan dan informasi, karena ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang berguna dan dibagikan ke  orang lain, sehingga menyempurnakan proyek #KomuterKota ini.


Jika kawan-kawan berminat menyemarakkan proyek kreatif #KomuterKota atau mau seru-seruan dan diskusi bareng, silahkan kunjungi halaman berikut ini ya.


Sumber :

  1. https://id.wikipedia.org/wiki/Komuter
  2. The International Society for the Comparative Study of Civilizations = http://wmich.edu/iscsc/civilization.html
  3. http://kbbi.web.id/komuter
  4. The Street Photography Project Manual – Eric Kim: http://erickimphotography.com/blog/

Untuk kumpulan informasi tentang Ardika Percha Blog, bisa kunjungi : 


Singapura

Tanah Arab dengan kota-kotanya, seperti Mekkah dan Madinah ingin saya kunjungi bukan hanya karena alasan relijius. Namun, juga dari sisi sejarah dan iklimnya yang ekstrem. Selain tanah Arab, Singapura merupakan salah satu negara dan kota yang ingin saya kunjungi, karena dikenal sebagai sebuah standar untuk role model, bagaimana sebuah negara dan kota, dibangun dan dikelola, tidak hanya di tingkat Asia, bahkan tingkat dunia. Karena segala hal di negara tersebut, tertata rapi, terstruktur, dan sistematis.

Perpaduan yang seksi antara distrik bisnis dan kawasan bersejarah yang masih terus dijaga, dimanfaatkan maksimal oleh pemerintah Singapura menjadi salah satu pendapatan terbesarnya di bidang turisme, di luar pendapatan dari industri finansial. Hal tersebut, terlihat dari kunjungan bisnis dan plesiran yang saya lakukan ke negara dengan luas wilayah tidak jauh berbeda dengan kawasan Jabotabek. Mereka mengelola serta memadukan segala layanan dan atraksi dengan baik. Sekaligus memudahkan saat melakukan aktivitas bisnis sekaligus berwisata yang dimanjakan dengan dukungan fasilitas, infrastruktur, dan transportasi kelas dunia.

Adanya keragaman etnis dan ras lokal, yang menghuni Singapura seperti Tiongkok, Melayu, India, dan Arab, ditambah dengan kunjungan berbagai bangsa dari pelosok dunia. Bahkan, jumlah ekspatriat menunjukkan tren bertambah, yang didorong kemajuan ekonomi Singapura. Hal tersebut, menambah keberagaman kultur Singapura, dengan diselenggarakannya berbagai festival budaya dan acara industri kreatif, serta beragam bangunan yang didirikan.

Singapura yang merupakan salah satu negara dengan biaya hidup tertinggi di dunia, menjadi salah satu simbol pusat ekonomi dan bisnis di dunia modern, ternyata masih tidak bisa lepas dari akar budaya tradisional. Saya pun menjadi saksi mata, bahwa gedung modern pencakar langit masih bersahabat dengan kawasan pasar tradisional dan tempat peribadatan kuno nan magis.

Tautan Luar :

http://www.yoursingapore.com/content/traveller/id/browse/aboutsingapore/people-lang-culture.html


 

Golden Temple (Foto: Ardika Percha – Singapura, 2014)
Golden Temple (Foto: Ardika Percha – Singapura, 2014)

 

Ardika Percha SG Kuil
Ardika Percha SG Kuil
Be A Changi Millionaire (Changi, Singapore)
The Social Booth (Changi, Singapore)

Menelusuri Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

Cirebon di Masa Lalu

Cirebon memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Jawa, khususnya kawasan Jawa bagian barat, dengan didirikannya kesultanan Cirebon di sekitar abad 15. Kesultanan Cirebon berkaitan erat dengan Kesultanan Demak sebagai salah satu kerajaan Islam pertama di Indonesia yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati, yaitu salah satu Wali Songo yang memegang peranan penting dalam penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa.

Cirebon yang didirikan sebagai salah satu pusat penyebaran Islam, maka pembangunan sebuah masjid merupakan hal yang krusial,  dan atas prakarsa Sunan Gung Jati meminta Sunan Kalijaga untuk membangun sebuah masjid sebagai pusat kegiatan dakwah Islam, yang dibangun di kompleks keraton Kasepuhan Cirebon. Masjid tersebut dinamakan Masjid Agung Sang Cipta Rasa, yang dikenal juga sebagai Masjid Kasepuhan atau Masjid Agung Cirebon. Nama masjid ini diambil dari kata “sang” yang bermakna keagungan, “cipta” yang berarti dibangun, dan “rasa” yang berarti digunakan, yang berarti masjid yang dibangun sebagai tempat yang penuh keagungan dan digunakan dalam keseharian warga Cirebon.

Bangunan Masjid

Ketika memasuki masjid tersebut, saya merasakan bahwa tempat sesuci tersebut memiliki “getaran” berbeda, bisa jadi karena di masa lalu hingga saat ini banyak orang orang alim ulama telah beribadah di tempat tersebut, sehingga memberikan “getaran” yang berbeda tersebut, dan ditambah dengan interior masjid berusia sangat tua dengan tembok batu bata berwarna merah yang khas tersebut.

Masjid merupakan tidak hanya sebagai pusat dakwah dan ibadah, namun masjid telah menjadi salah satu bangunan penting dalam kegiatan sehari-hari di masa lalu. Filosofi ajaran Islam pun ada di bangunan masjid tersebut, salah satunya yaitu pintu masuk yang menuju ruangan utama (mimbar),  ukurannya kecil dan membuat orang dewasa harus menunduk, yang mengandung filosofi bahwa setiap orang posisinya sama dibawah Allah Swt, serta harus patuh atas perintah dan laranganNYa.

Selain itu disetiap pancang tiang kayu terukir dengan detail dan indahnya ayat-ayat suci Alquran, yang melambangkan bahwa Alquran sebagai pondasi dalam kehidupan manusia. Lalu ada hal unik berkaitan dengan pelaksanaan shalat Jumat di masjid tersebut, yaitu jika dikumandangkan adzan, tidak hanya oleh seorang muazin, namun oleh tujuh orang muazin berpakaian serba putih yang dilakukan bersamaan, dan hal tersebut bisa dilihat terdapat tujuh buah microphone telah terpasang di depan mimbar masjid.

Cirebon & Masjid Saat Ini

Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon di masa kini menjadi salah satu magnet wisata budaya bagi kota Cirebon, dan hal tersebut disadari oleh Pemda, dan ketika saya mengunjungi masjid tersebut, maka usaha konservasi terhadap situs budaya telah dilakukan, termasuk Masjid Sang Cipta Rasa. Selain itu, usaha promosi dan pelestarian budaya sudah mulai dilakukan, salah satunya dengan adanya penyelenggaraan beberapa festival budaya yang didukung tidak hanya Pemda, namun masyarkat termasuk pihak keraton Kasepuhan Cirebon.

Keberadaan situs budaya seperti Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon tidak hanya menjadi sebuah bangunan sebagaimana mestinya sebagai tempat ibadah, namun juga mulai lebih serius  dan menjadi perhatian pemangku kepentingan, untuk diarahkan menjadi objek wisata yang menggerakkan roda perekonomian, dengan tetap memperhatikan aturan dan norma yang berlaku, serta tidak lupa mengikutsertakan warga lokal dalam pengembangannya.

Salah satu implementasi serius dari usaha konservasi situs budaya dan sekaligus mulai membangun simpul-simpul industri pariwisata oleh pihak Pemda dan pemangku kepentingan lainnya, yaitu dilaksanakannya Gotrasawalafest, yaitu festival budaya internasional pertama kalinya dilaksanakan di Cirebon pada 2014 yang lalu, dan selain itu, Cirebon  terpilh menjadi tuan rumah Festival keraton Nusantara pada 2017 mendatang. Hal tersebut menjadi momentum Cirebon dan Masjid  Sang Cipta Rasa Cirebon untuk berbenah untuk menjadi tujuan wisata budaya nasional dan bahkan internasional kedepannya.

So, ada yang suka berwisata budaya? atau ada yang pernah main dan jalan-jalan ke Cirebon & Masjid Agung Cirebon?

 


 

Gotong royong Masjid Cirebon (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Gotong royong Masjid Cirebon (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

MotorE (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
MotorE (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

Atap & Pekerja (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Atap & Pekerja (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

Pintu Masuk Sang Cipta Rasa (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Pintu Masuk Sang Cipta Rasa (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

Aktivitas luar masjid (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Aktivitas luar masjid (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

Gotong royong Cipta Rasa (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Gotong royong Cipta Rasa (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

Sudut lain (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Sudut lain (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

Pintu Samping (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Pintu Samping (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

Area baca (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Area baca (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

 Mimbar & sekitarnya (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Mimbar & sekitarnya (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

Ibadah di Sang Cipta Rasa (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Ibadah di Sang Cipta Rasa (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

Alquran (seharusnya) diatas segalanya (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Alquran (seharusnya) diatas segalanya (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

Kisi-kisi (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Kisi-kisi (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

Tertutup (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Tertutup (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

Penjaga Sang Cipta Rasa (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Penjaga Sang Cipta Rasa (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 

Petunjuk ada dimana saja (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)
Petunjuk ada dimana saja (Foto: Ardika Percha – Cirebon, 2014)

 


Tautan luar :

  1. http://en.wikipedia.org/wiki/Sultanate_of_Cirebon
  2. http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Agung_Sang_Cipta_Rasa
  3. http://travel.detik.com/read/2013/08/13/154831/2328659/1519/1/kisah-masjid-agung-cirebon-yang-dibangun-dalam-semalam
  4. http://gotrasawalafest.com/
  5. http://www.antaranews.com/berita/475343/cirebon-tuan-rumah-festival-keraton-nusantara-2017

 

Esai Foto Warung Ternak : Potret Peternak Indonesia

Daging dan makanan olahan berbahan dasar daging yang biasa kita santap sehari-hari telah menjadi salah satu sumber pangan utama dalam kehidupan kita sehari-hari. Perjalanan daging  hingga mencapai piring dan yang kita santap tersebut, memiliki hulu dari kandang-kandang peternak di berbagai tempat Indonesia, namun melihat pasokan yang disediakan peternak lokal pada kenyataannya masih tergolong kurang memenuhi kebutuhan konsumsi nasional, bisa dilihat dari kebutuhan daging Indonesia yang masih defisit sekitar 114 ribu ton pertahunnya (Kompas, Desember 2013), bahkan untuk suplai daging kita sampai perlu mengimpor dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Melihat fakta tersebut, bahwa tren impor daging yang dilakukan dari tahun ke tahun menanjak naik, membuat lambat laun ketergantungan kita dengan daging impor menjadi tinggi.

Selain itu, daging impor tersebut yang memiliki harga pasaran yang bersaing, dengan kualitas cukup baik, sehingga perlahan industri peternakan dalam negeri yang mayoritas dikelola oleh UKM menjadi terpinggirkan di Republik ini, akibat pasokan impor daging yang membanjiri pasar. Di sisi lain, isu ketahanan pangan, kedaulatan pangan, serta swasembada pangan pun menjadi isu yang krusial di tahun-tahun kedepan dan menjadi PR yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta jiwa dan masih terus bertambah, sudah selayaknya Indonesia harus mampu mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Tiga dimensi yang secara implisit terkandung di dalam ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan (food availability), stabilitas pangan (food stability), dan keterjangkauan pangan (food accessibility) masih perlu dikembangkan lebih lanjut (Diwyanto & Priyanti, 2009).
Seperti kata pepatah lama “ditengah kesempitan, pasti ada kesempatan”, maka dari pepatah tersebut, adanya isu ketergantungan impor daging, karena adanya defisit suplai lokal, lalu serbuan impor daging di pasar lokal, membuat tantangan tersebut menjadi ladang usaha menjanjikan bagi para pengusaha lokal termasuk UKM, khususnya pelaku industri peternakan, untuk optimis melihat ceruk pasar dalam memenuhi kebutuhan serta potensi pasar perdagingan Indonesia di masa datang.

Warung Ternak adalah salah satu contoh UKM yang bergerak dalam bidang peternakan dan penyediaan daging, didirikan dan dikembangkan sejumlah mahasiswa yang berawal dari skala mikro dan tumbuh menjadi salah satu pemain dan memiliki ceruk pasar daging tersendiri. Warung Ternak dilahirkan dari sebuah kompetisi kewirausahaan di tahun 2009, hingga Warung Ternak pun terlibat dalam program inkubator bisnis di kampus tempat bernaung para pendiri menimba ilmu tersebut.


 

Lunch (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Togetherness (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

White lamb (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Ready for aqiqah? (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Goat face (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Hang out (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Doing that thing (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 


Saya berkesempatan mengunjungi peternakan Warung Ternak yang berlokasi di Pancoran Mas Depok, beberapa pekan menjelang hari raya Idul Adha.  Memasuki area peternakan Warung Ternak nan asri, ditemani suara mengembik dari kambing dan domba bersahutan yang khas, serta berdiskusi dengan topik mengenai kewirausahaan, kepemudaan, dan peternakan, ketika bertemu dan bersilaturahim dengan pengelola sekaligus salah satu pendiri peternakan tersebut, yaitu mas Sholihin.

Ketika berkunjung siang hari itu, saya berkesempatan melihat dan merasakan kehidupan peternakan, seperti menyaksikan penggembalaan hewan ternak, pelepasan kawanan ternak dari kandang, pemeriksaan kondisi ternak, kandang, dan lingkungannya, hingga ketika peternak memberi pakan ke kambing dan domba.

Warung Ternak yang  didirikan berawal dari sejumlah anakan domba dan kambing yang diternakkan, lalu berkembang menjadi puluhan ternak dan terus berkembang hingga saat ini, kemudian kisah Warung Ternak bagaimana beralih dari peternak musiman yang hanya fokus ketika hari raya Qurban, menjadi penyedia daging segar untuk kepentingan individu seperti aqiqah, serta menjadi penyuplai ke berbagai restoran dan bisnis makanan lainnya, hingga perbincangan berbagai isu klasik dan isu saat ini sedang dihadapi semenjak saya mengenal Warung Ternak, mulai dari isu pemasaran dan penjualan, bagaimana kondisi pasar dan kompetitor, lalu isu pakan dan obat-obatan yang tergolong mahal, serta isu biaya karkas yang cenderung fluktuatif, biaya pengelolaan kandang yang perlahan menanjak naik, isu akses dan dukungan pendanaan dari lembaga finansial, lalu isu politik dumping yang terkadang dilakukan kompetitor, sehingga membuat pelaku usaha tersebut mengalami kerugian, kemudian isu kurangnya suplai pekerja berkompeten yang mau terjun di bisnis peternakan, khususnya pekerja usia muda, dan isu alami seperti penyakit yang menjangkiti ternak, hingga isu adanya semacam “mafia daging” dalam mata rantai industri daging tersebut.

Dibalik kisah yang dipaparkan diatas, serta cerita yang saya ketahui dan pahami hingga saat ini, ada impian besar di benak para pendiri di masa depan, yaitu impian Warung Ternak bertransformasi menjadi sebuah one stop solution, dari usaha peternakan, penyedia daging segar, hingga terjun ke bisnis makanan dengan menu olahan berasal dari daging, sehingga menjadi sebuah korporasi agribisnis, yang tidak hanya menguntungkan para pendiri dan pengelola, namun mampu mendayagunakan dan menguntungkan lingkungan sekitar.

Kesempatan menyaksikan sekilas kehidupan di peternakan tersebut, sekaligus berbincang mengenai perkembangan Warung Ternak dan persiapan menjelang Idul Adha, serta diskusi mengenai isu yang dihadapi, membuat saya semakin mendalami pengalaman bertahun-tahun mengenal Warung Ternak yang telah dilalui dalam perjalanan bisnisnya, disertai kisah suka duka dari UKM tersebut, serta harapan dan optimisme yang terus terpancar dari bisnis yang dijalankan pendiri Warung Ternak tersebut.

Warung Ternak merupakan salah satu potret UKM di ranah peternakan Indonesia yang perlu didukung secara konkrit oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta, karena berbeda dengan komoditas pertanian lainnya, ternak mempunyai peran dan fungsi yang kompleks dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia. Sebelum dekade 1970-an, sebagian besar petani memelihara ternak secara sambilan atau hanya sebagai keeper atau user, dan hanya sebagian kecil sebagai producer, serta tidak ada yang sebagai breeder. Namun pada masa itu atau sebelumnya, Indonesia justru berswasembada (Diwyanto & Priyanti, 2009).

Menilik informasi diatas berdasar fakta sejarah yang ada, serta urgensi atas isu ketahanan dan kedaulatan pangan dalam sedekade terakhir, maka UKM-UKM dalam bidang peternakan seperti Warung Ternak seharusnya dan idealnya menjadi fokus pembuat kebijakan, agar menjadi salah satu penyokong dalam tulang punggung industri pangan di Indonesia, serta meminta pemerintah membuat kebijakan yang pro rakyat, dengan kembali menilai, mengatur, dan menata ulang tata niaga peternakan termasuk menilai kembali kebijakan impor daging tersebut. Sehingga kedepannya, peternak-peternak Indonesia tidak hanya bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhannya dan melengkapi kebutuhan konsumsi nasional, bahkan melihat potensinya, peternak lokal seharusnya menjadi raja di negeri sendiri, dan bertransformasi menjadi sebuah industri unggulan dan menjadi salah satu penyokong pembangunan nasional.


 

The breeder (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

The crowd (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Mr. Sholihin and crew (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Eat this guys (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Inspection (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

The king (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Perspective (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

The view (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 


Tautan Luar :

  1. Data kebutuhan daging nasional :  http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/12/30/1338243/2014.Indonesia.Kekurangan.40.000.Ton.Daging.Sapi
  2. Materi peternakan Indonesia oleh
    Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti : http://www.academia.edu/3106621/PENGEMBANGAN_INDUSTRI_PETERNAKAN_BERBASIS_SUMBER_DAYA_LOKAL1_
  3. Situs resmi Warung Ternak : http://warungternak.com

 

Seri Foto : Festival Seperlima 2014

Beda Itu Biasa merupakan tema dari Festival Seperlima 2014 yang menyediakan ruang bagi muda-mudi untuk berkumpul, merayakan perbedaan dan keberagaman, untuk menghargai kesetaraan serta memaknai lebih jauh terhadap hak untuk berekspresi dan memperoleh informasi komprehensif terkait isu gender, seksualitas, dan kesehatan reproduksi. Festival tersebut digalang oleh Seperlima, yaitu sebuah jaringan kerja dari Hivos, Pamflet, Pusat Kajian Gender & Seksualitas Universitas Indonesia, Pusat Keluarga Berencana Indonesia dan Rahima.

Acara bertema khusus, segmented, dan mengangkat isu yang cukup sensitif (di budaya Indonesia) seperti ini, memberikan wawasan baru untuk pengunjung acara, seperti yang saya rasakan pada atmoser acara tersebut. Mari nikmati keriuhan acara melalui seri foto Festival Seperlima 2014 dan ingat.. Beda itu menghibur, Beda itu memperkaya, BEDA ITU BIASA.


 

Gerbang Acara  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Gerbang Acara Asri (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Registration Scene (1)  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Registration Scene (1) (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Registration Scene (2)  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Registration Scene (2) (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Untaian Pesan & Harapan (1)  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Untaian Pesan & Harapan (1) (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

The Messages  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
The Messages (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Untaian Pesan & Harapan (2)  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Untaian Pesan & Harapan (2) (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Pengunjung & Lapak  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Pengunjung & Lapak (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Panitia & Pengunjung  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Panitia & Pengunjung (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Kamerad numpang lewat  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Kamerad numpang lewat (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Antri  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Antri (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Beda Itu Biasa Tote Bag  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Beda Itu Biasa Tote Bag (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Panggung  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Panggung (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Giraffe Boy  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Giraffe Boy (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Lawless Jakarta  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Lawless Jakarta (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Enjoy The Show  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Enjoy The Show (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Gadis bertopi  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Gadis bertopi (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Menjelang Malam  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Menjelang Malam (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Kelas Inspirasi & Dunia Pendidikan Indonesia

 

Education is the most powerful weapon which you can use to change the world (Nelson Mandela)

Seperti yang disampaikan Mandela, pendidikan adalah senjata terkuat yang bisa digunakan untuk merubah dunia. Hal tersebut bisa dibuktikan dari sejarah dan pengalaman Mandela sendiri. Setelah mengenyam pendidikan universitas, yang notabene ketika itu pendidikan hanya dapat diikuti oleh sejumlah elit, kemudian Mandela kembali ke masyarakat umum dengan bekerja sebagai ahli hukum, lalu dalam keseharian melihat kondisi bangsanya terdapat adanya diskriminasi ras dan warna kulit. Dengan bekal pendidikan dan wawasan yang dimiliki Mandela, maka beliau terpanggil melakukan gerakan menuntut kesetaraan di segala bidang kehidupan dan menjadi sebuah gerakan kemanusiaan yang bersifat masif, dan akhirnya mampu melakukan perubahan serta membuka mata dunia atas isu kesetaraan tanpa memandang ras dan warna kulit tersebut.

akses menuju kelas
akses menuju kelas

 

suasana kelas
suasana kelas

 

Seperti kisah Mandela terkait kesetaraan pada akses pendidikan, pendidikan mampu membuka wawasan, peluang, dan membuka kesempatan hidup yang lebih baik, serta bisa dapat meningkatkan kualitas hidup di masa depan. Bagi sebagian orang yang beruntung memliki akses untuk bersekolah dan menerima program pendidikan yang baik serta berkualitas, serta sebagian lainnya yang lebih beruntung, mendapatkan dan diberikan wawasan, pengetahuan, serta menerima mentoring apa yang akan mereka lakukan kedepannya, serta profesi apa yang akan mereka pilih di masa depan sesuai minat dan bakat masing-masing. Selanjutnya mereka dapat tumbuh dan berkembang memenuhi kebutuhan hidupnya. Setelah itu, mereka naik ke tahapan selanjutnya,  yaitu pada tingkat dimana mereka dapat dan mau memberi, serta berkontribusi ke masyarakat untuk proses eksistensi diri, aktualisasi diri, dan melakukan pengabdian ke masyarakat, yang merupakan salah satu tujuan pendidikan tersebut.

Indonesia yang kita kenal memiliki beberapa isu dalam pengembangan sumber daya manusianya, sehingga kita memang dapat tumbuh dan berkembang, namun belum sepenuhnya menunjukkan kemampuan maksimal dan memanfaatkan potensi secara penuh dalam membangun kehidupan masyarakat, serta dapat hidup berbangsa  serta bernegara lebih baik lagi.

Dan terkait hal tersebut, maka obat mujarabnya yaitu salah satu yang terpenting melalui pendidikan yang baik, berkualitas, merata, konsisten, berkesinambungan,  dan memiliki keterhubungan dengan industri profesional terkait pemenuhan tenaga kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, membuka lapangan pekerjaan baru dan inovasi berkelanjutan, sehingga mendukung perkembangan positif di berbagai bidang kehidupan.

bermain & belajar
bermain & belajar

 

wajah pendidikan
wajah pendidikan

 

Dari isu diatas, maka program Kelas Inspirasi lahir, yaitu sebuah gerakan pendidikan, yang merupakan bagian dari gerakan Indonesia Mengajar,  yaitu sebuah gerakan untuk mendukung dan memajukan pendidikan Indonesia. Program Kelas Inspirasi tersebut dikhususkan bagi para pekerja dan profesional dari berbagai sektor industri dan berbagai profesi untuk sukarela berkontribusi dengan mengajar serta menginspirasi adik-adik pelajar dalam satu hari diberbagai sekolah dasar.

Terdapat 7 sikap dasar Kelas Inspirasi yang diterapkan dalam pelatihan, diskusi, serta perencanaan serta implementasi program Kelas Inspirasi hingga sampai di lapangan dan di kelas, yaitu kegiatan yang dilakukan relawan Kelas Inspirasi, didasari secara sukarela tidak dibayar serta tulus atas kemauan dan inisiatif peserta sendiri, serta bebas kepentingan mana pun, karena bertujuan untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Lalu tidak mengeluarkan biaya alias gratis dalam mengikuti Kelas Inspirasi, mau dan siap belajar  serta terbuka untuk berdiskusi serta menerima masukan dari peserta program Kelas Inspirasi lainnya. Selain itu, relawan diharapkan ambil bagian langsung untuk terlibat dalam program Kelas Inspirasi, serta mau dan bersiap silaturahmi dengan semua pemangku kepentingan dari pihak panitia, sesama relawan, pihak sekolah, dan adik-adik pelajar kita.

Relawan Kelas Inspirasi yaitu para profesional yang setelah sekian lama berkutat dengan dunia pekerjaan dalam kesehariannya, ada sebagian peserta yang merupakan pemangku kepentingan di perusahaan besar sebagai direksi dan top eksekutif, dan dengan luar biasanya mereka mau membagi sebagian waktunya didedikasikan sebagai relawan dangan terlibat dalam program Kelas Inspirasi, untuk mendukung kemajuan pendidikan Indonesia.

Para pekerja dan profesional tersebut merasa terpanggil untuk menyediakan waktu, tenaga, serta pikirannya untuk berkontribusi nyata dan membantu sesama, dengan terlibat di dalam Kelas Inspirasi dengan mengajar, menginformasikan, memotivasi, mendengar curahan cerita dan berkomunikasi dengan adik-adik pelajar, serta sekaligus  memberi semangat positif dan menginspirasi adik-adik di sekolah dasar secara serentak, sehingga menjadi gerakan pendidikan yang masif.

kepala sekolah
kepala sekolah

 

Adik-adik SDN Susukan 03 Pagi
Adik-adik SDN Susukan 03 Pagi

 

Continue reading Kelas Inspirasi & Dunia Pendidikan Indonesia

Jelajah Bumi Ruwa Jurai (Bagian 2)

 

Setelah mengarungi perjalanan mencapai Lampung dari Branti, Rajabasa, hingga ke Unit 2 Tulang Bawang Barat di artikel blog saya sebelumnya di Jelajah Bumi Ruwa Jurai (Bagian 1) bersama masbro Isal, maka hari-hari selanjutnya kita melalui dan menyatu dengan keseharian warga TBB (Tulang Bawang Barat). Bagi saya pribadi, mengamati keseharian dan aktivitas warga TBB menjadi hiburan sendiri, bertemu orang-orang baru di lingkungan yang baru nan berbeda, dan salah satunya yang menjadi perhatian saya pada tingkah polah anak-anak yang polos dan lucu.

kumpul bocah TBB

 

Di sore hari itu, sama seperti anak-anak Indonesia lainnya, pada kisaran usia anak-anak balita dan SD, anak-anak di TBB tersebut riang gembira bermain, berlarian kesana kemari, dan bercanda, namun terdapat momen unik yaitu ketika mereka bermain dengan alat permainan tradisional. Permainan dengan menggunakan alat tradisional membuat saya jadi membandingkan dengan permainan adik-adik keponakan beserta teman-temannya di ibukota yang sudah dirambahi permainan digital dengan berbagai macam peralatan gadgetnya.

Salah satu yang mengundang minat dan ketertarikan saya yang saya utarakan sebelumnya yaitu ketika mereka bermain dengan permainan tradisional menggunakan alat permainan terbuat dari bambu, yaitu permainan egrang. Saya terakhir kali melihat langsung permainan egrang hanya pada acara atau momen tertentu, biasanya pada acara tujuh belasan merayakan kemerdekaan Republik Indonesia.

mulai bermain egrang

 

mulai bermain egrang (2)

 

latihan ber-egrang

 

ready for egrang games!

 

bermain egrang

 

mutar-muter ber-egrang

 

bermain egrang (2)

 

bermain egrang (3)

 

Ngomong-ngomong soal egrang, egrang merupakan permainan yang menarik untuk ditonton, yang biasa dimainkan oleh anak-anak maupun dewasa, untuk berlomba seperti adu lomba lari menggunakan alas tapak kaki semacam ruas bambu yang dibuat sedemikian rupa. Sarana yang diperlukan yaitu tanah lapang dan dua bilah bambu yang biasanya sepanjang + 2 – 2,5 meter yang diberi pijakan pada ketinggian + 60 –75 Cm ruas bambu bagian bawah, sehingga pemain egrang akan terlihat lebih tinggi ketika bermain dari rata-rata orang pada umumnya. Para pemain berdiri di atas pijakan itu dan berlari dengan menggunakan egrang tersebut. Selain itu egrang disebut juga dengan permainan jangkungan, sebab orang-orang yang memainkannya menjadi lebih tinggi/jangkung.

Permainan seperti egrang membuat anak-anak bermain keluar, bermain di alam bebas, serta saling berinteraksi, bersosialisasi dan kontak-tatap muka secara fisik yang menyenangkan sekaligus mencerdaskan, sehingga dapat meningkatkan antusiasme anak dalam perkembangan kognitif, bahasa, fisik, dan kehidupan sosial si anak tersebut, seperti yang dipaparkan beberapa kajian mengenai pendidikan anak yang pernah saya baca dan temui di internet (lebih detailnya, silahkan merujuk pada bagian  ‘Sumber’ pada akhir artikel tulisan blog saya ini).

Permainan Tradisional merupakan kekayaan budaya bangsa yang mempunyai nilai-nilai luhur untuk dapat diwariskan kepada anak-anak sebagai generasi penerus. Permainan anak tradisional merupakan permainan yang mengandung wisdom, memberikan manfaat untuk perkembangan anak, merupakan kekayaan budaya bangsa, dan refleksi budaya dan tumbuh kembang anak. Hasil kajian yang dilakukan oleh peneliti bahwa permainan anak tradisional mempunyai hubungan yang erat dengan perkembangan intelektual, sosial, emosi, dan kepribadian anak (Widyo Nugroho, 2012).

Momen ketika sore hari itu pun melengkapi pengalaman dan perjalanan saya menjelajahi Bumi Ruwa Jurai tersebut menjadi bermakna, serta memberikan tidak hanya hiburan semata, namun memberikan sudut pandang pemikiran mengenai Indonesia, anak-anak, permainan tradisional, serta mengenai Lampung sendiri, bahwa pembangunan awal dan menjadi pondasi penting yaitu pada anak-anak dan pendidikan dini, dari hal yang kecil, misalnya permainan, akan mempunyai dampak yang besar di masa datang tidak hanya Lampung, namun Indonesia secara keseluruhan.

 

egrang player

 

egrang player (2)

 

lets forward!

 

tengok

 

game over

 

==

Sumber :

  1. http://disporbudpar.cirebonkota.go.id/index.php/Artikel/egrang.html
  2. http://id.wikipedia.org/wiki/Egrang
  3. http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/07/16/3/168674/Mahasiswa-UGM-Kembangkan-Permainan-Edukatif-Tap-The-Teeth
  4. http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/IK/article/view/9520
  5. http://m.koran-sindo.com/node/305598
  6. http://yamaro-dikdas.blogspot.com/2012/11/nilai-nilai-karakter-dalam-permainan.html

 

Seri Foto Panitia & Fasilitator Festival Gerakan Indonesia Mengajar

  Selain berpartisipasi dengan bekerja bakti di Festival Gerakan Indonesia Mengajar yang saya tulis di artikel blog  yaitu Ulasan Festival Gerakan Indonesia Mengajar, saya juga gatal untuk mendokumentasikan beberapa aksi dari kawan-kawan panitia-fasilitator yang telah bekerja keras membantu dan memfasilitasi #KerjaBakti tersebut.

So enjoy Seri Foto Panitia & Fasilitator Festival Gerakan Indonesia Mengajar  yaa… maaf-maaf jika jepretannya ada yang tidak berkenan, maklum (sok) paparazzi dan candid bro sis  🙂

1. penunggu meja registrasi

 

2. tim biru siap 🙂

 

3. ibu-ibu lagi sibuk

 

4.  seksih dokumentasih

 

5. muncul tiba-tiba o_o

 

6.  3 serangkai penjaga pintu

 

7. Sang Pembuka Acara (di Kelas Orientasi)

 

8.  Cewek Paser Kaltim 🙂

 

9. bonito

 

10.  tim bincang biru

 

11.  fairy tale

 

12. ibu-ibu kalau lagi kumpul, biasanya…… (isi titik-titik)

 

13. ibu-ibu kalau lagi kumpul, biasanya…… (isi titik-titik) part 2

 

14. katanya sih bidadari turun dari pohon ijo dibelakang tuh 😀

 

15. riri riza 😀

 

 

16. eeehhh ijo ijo 🙂

 

 

17.  walkie talkie girl

 

 

18. narsis bareng pak Anies

19. cerah

20. always connected

 

 

 

–The End–