Category Archives: Fotografi – Diskusi

ruang berbagi informasi dan diskusi terkait fotografi

bukan sekedar hobi biasa

Bagi sebagian besar orang pasti memiliki hobi yang dilakukan, tapi ada sebagian orang yang merasa tidak punya hobi, padahal hobi tidak melulu soal melakukan sesuatu atau mengumpulkan sesuatu. Hobi ya melakukan kegiatan yang menyenangkan diluar aktivitas utama misalnya bukan pekerjaan, plus dilakukan di kala senggang.. ya bisa cek di KBBI sih untuk definisi lebih tepatnya 🙂

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hobi

Hobi dilakukan ada pula sebagian orang yang yang memang dengan “sengaja menjatahkan” waktunya untuk melakukan hobi tersebut dengan “serius dan profesional”, sehingga hobi menjadi aktivitas rutin dan menurut saya salah satunya seperti berolahraga yang kadang harus rutin jika tujuannya mau menjaga kesehatan dan tetap fit. Bisa jadi minum kopi di kafe sambil melihat pemandangan menjadi hal asik bagi sebagian orang, contoh ini masuk ke definisi hobi sih.

Alasan kita menjalankan hobi

Di masa pandemi sekitar tahun 2020an hingga 2022an, sebagian besar dari kita yang beruntung bisa tetap bekerja dengan model WFH atau remote, sehingga kita jadi memiliki waktu lebih banyak bersama keluarga dan dirumah. Dari hal ini pun, saya juga pernah membahas soal pemanfaatan waktu tambahan di artikel blog ini, yaitu bisa ikut beberapa training online/webinar, membaca artikel, belajar sana-sini, dan tentunya juga melakukan hobi, hal ini bisa terjadi karena adanya waktu tambahan, dimana waktu itu ada karena tidak berkomuter ria pergi-pulang kantor, yang bisa memakan sampai sekitar 3-4 jaman perhari!

Poin utama saya menjalankan hobi karena untuk “kesenangan”, dan dengan melakukan hobi, menurut saya menjadi bahan bakar kita untuk bekerja dan/atau belajar lebih giat secara profesional, karena melakukan kegiatan “serius” selain bekerja dan berkeluarga, serta terkadang menjadi me time pribadi.

Hobi Jalan Kaki & Fotografi

Semenjak bujang dan sekolah dulu, saya suka jalan-jalan, literally beneran jalan kaki kemana saja, misal disuruh ortu beli sesuatu atau ketika ngekos butuh sesuatu, awalnya males karena jauh dan di siang hari panas, cuma menjadi menikmati, karena keluar rumah dan menyusuri jalan dengan jalan kaki ke minimarket atau warung yang lumayan jaraknya.

Kalau mau kemana-mana dulu (dan kadang sampai sekarang) ya naik angkutan umum macam kereta atau bis, tentunya dahulu tidak ada namanya ojol/taksol. Jadi dari satu tempat ke tempat lainnya, misal dari stasiun atau halte TJ busway lanjut mau ke tujuan, kalau masih bisa dijangkau dengan jalan kaki ya saya jalan kaki, bahkan pernah jalan kaki bisa sampai sekiloan lebih, karena memang seru, aman, dan nyaman aja, makanya ketika jalan-jalan ke Singapura saya suka negara kota tersebut, pejalan kaki jadi diutamakan.

Selain dulu masih belum kaya, kemana-mana mau gamau harus jalan kaki, karena nggak punya motor, sepeda pun ketika gede gapunya juga, apalagi mobil. Dulu kemana saja sebisa mungkin jalan kaki atau pakai angkutan umum, ya karena irit ongkos, serta tentunya sehat!

Dari hobi jalan-jalan muncul hobi lainnya, yaitu ketika saya terinspirasi dengan bergabung di komunitas fotografi sekaligus komunitas travelling, dari sana saya pun tertarik belajar fotografi dari sisi teknis, filosofinya, dan salah satu rekor pembelian barang termahal, yang saya lakukan pun terjadi yaitu sampai membeli DSLR beserta perangkat turunannya, itu bukti saya seniat itu!

Trans Jakarta Tebet 023002
Love Lane Parade
Jkt Glodok - Disisi Jalan
Samping Motosikal
RapidKL 300 #201809001
Jakarta pagi hari (Semanggi, Jakarta)

Dari hobi jalan-jalan, saya jadi suka naik angkutan umum dan suka fotografi khususnya terkait fotografi bertema street dan landscape, maka dari hobi ini pun lahirlah side project #komuterkota dan terlibat berkomunitas dengan rekan-rekan saya di LocanaIndonesia sampai bikin acara photowalk segala, ya meski tidak bertahan lama karena kesibukan masing-masing 😀

Lalu dari hobi ini, juga membaca beragam artikel dan buku, serta menonton sejumlah video fotografer legendaris, salah satunya mencoba belajar dari filosofi fotografi ala Vivian Maier dan mencoba membedah konsep demokratisasi fotografi.

Hobi Bersama Keluarga : makan, jalan, nonton

Salah satu hobi saya yang saya lakukan bersama keluarga, contohnya hobi makan aka kulineran bersama keluarga, karena istri dan anak saya memang suka makan enak!

Alhamdulillah karena suratan takdir dan mendapat rejeki lebih, saya bisa memiliki mobil nyaman dan bagus versi saya, jadi tersalurkan hobi jalan-jalan aka touring pakai mobil, yaitu mencari spot makanan atau tempat kumpul bersama, dan ujungnya makan minum enak bersama sanak famili.

Selain itu, saya, istri, dan (mungkin) anak saya juga suka budaya korea, dari musiknya kpop, nonton film/serial kdrama, sampai makanannya juga suka. Dulu sempat di suatu periode waktu kita makan korean terus haha 😀 dan suka juga berbau jepang khususnya makanan jepang dan nonton anime.

Hobi Menggambar

Selain itu, karena saya lagi belajar menggambar dan melukis, serta disaat bersamaan anak saya juga lagi sukanya menggambar, maka kita pun sama-sama menjalankan hobi tersebut. Hobi ini keluar khas pandemi banget, karena mau melakukan hal baru dirumah, memanfaatkan waktu yang biasanya digunakan berkomuter rumah-kantor, menjadi kegiatan lainnya dan kalau bisa dilakukan bersama keluarga.

Dari saya yang nggak bisa gambar sama sekali meski sketsa sederhana saja, jadi sedikit naik kelas, bisa menggambar yang ada maknanya, meski kalau dilihat sebenarnya gambar biasa saja, namun yang penting kepuasan dan kesenangan pribadi, plus anak saya juga belajar dari hal tersebut, pastinya dia lebih pintar menggambar dibandingkan saya di usia yang sama waktu kecil dulu.

Metropolis
Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh
Genting Skytrain View

Hobi Koleksi

Salah satu hobi jadul yang kembali muncul di hidup saya, yaitu hobi mengoleksi mainan berbentuk die cast. Walau hobi ini sempat turun pamor, namun beberapa taun terakhir jadi naik daun entah kenapa, lalu tiba-tiba beberapa orang share soal die cast dan saya pun tertarik ngulik hobi ini. Salah satunya melakukan apa yang disebut toy photography secara simple versi saya, dengan poto-poto die cast.

Dari hobi koleksi die cast ini, saya tidak hanya mengoleksi mainannya, tetapi juga jadi membaca dan mengikuti di beragam tontoan video bisa di youtube maupun nonton video lainnya di internet soal car culture ini. Serunya karena menyimak sejarah mobil dan budayanya, lalu karena baru mengenal mobil, maka tertarik dengan gimana sih tongkrongan mobil-mobil keren yang dikisahkan, serta bagaimana orang kok jadi tergila-gila dengan mobil plus modifikasinya, belum (dan jangan sampai hehe) kearah sana,… yaa saya sebatas koleksi die cast-nya saja 😀

toyahoia - hw - nissan skyline gtr 2000 police 002 wm
Continue reading bukan sekedar hobi biasa

Peluncuran DSLR Canon EOS 5D Mark IV

Awal Oktober yang lalu saya Alhamdulilah mendapat kehormatan diundang menghadiri peluncuran kamera DSLR terbarunya Canon EOS 5D Mark IV oleh pihak Datascript. Sebagai informasi, saya mendapat undangan karena kamera Canon saya terdaftar secara resmi garansinya dan terdaftar pula di klub fotografi Datascript Canon Indonesia.

Datascript dikenal sebagai distributor resmi beberapa merek barang dan peralatan perkantoran, termasuk produk kamera merek Canon selaku distributor resmi di Indonesia. Dan Canon di seri sebelumnya yaitu  5D Mark III merupakan kamera impian saya, dengan segala kecanggihan dan kepraktisan penggunaannya plus kepopuleran di seri sebelumnya, maka seri Mark IV terbaru patut untuk disimak apa saja kelebihan yang ditawarkan.

 

Penampakan Canon EOS 5D Mark IV

 

https://snapshot.canon-asia.com

 

EOS 5D Mark IV adalah kamera DSLR kelas profesional dan merupakan generasi keempat dari keluarga EOS 5D ini dilengkapi dengan sensor full-frame jenis baru dengan resolusi 30,4 megapiksel, dan salah fitur andalan EOS 5D Mark IV adalah Dual Pixel RAW (DPRAW), yaitu fitur yang bisa dipakai untuk mengatur posisi efek bokeh yang diinginkan.

Yang menjadi fitur unggulan EOS 5D Mark IV lainnya yaitu adanya fitur perekaman 4K frame yang memungkinkan fotografer mengambil foto-foto tunggal (still frame) dari hasil rekaman video 4K kamera ini dengan resolusi tinggi nan mumpuni. Dengan kemampuan merekam video 4K yang mumpuni, EOS 5D Mark IV ini sanggup merekam video full-HD dengan frame rate hingga 60 FPS, selain itu, kamera ini dipersenjatai sensor full frame 30,4 megapiksel dan dipasangkan dengan prosesor  Digic 6+ plus  teknologi Digital Lens Optimizer untuk memproses dan mengoptimalkan gambar JPEG dengan koreksi chromatic aberration, peripkeral illumination (vignetting), dan diffraction correction.

Selain itu, dengan rentang sensitivitas native sensornya dipatok di angka ISO 100 hingga 32.000, yang dapat ditingkatkan lagi (extended) hingga ISO 102.400, menjadikan EOS 5D Mark IV semacam monster dengan berbagai kecanggihan yang bisa dimanfaatkan maksimal oleh fotografer di segala medan.

Fitur yang dipaparkan diatas juga disertai sistem auto focus EOS 5D Mark IV terdiri dari 61 titik yang 41 di antaranya merupakan fokus bertipe cross-type, disertai fitur EOS iTRAF (intelligent Tracking & Recognition Auto Focus) yang canggih, plus disertai sistem auto focus berupa burst rate continuous shot sebesar 7 frame per detik.

Fitur lain yang sekarang menjadi fitur wajib terkait mobilitas fotografer, yaitu adanya fasilitas GPS serta koneksi nirkabel via Wi-Fi dan NFC untuk memudahkan koneksi ke gadget berbasis Android atau iOS.

 

https://snapshot.canon-asia.com
https://snapshot.canon-asia.com

 

Acara Peluncuran

Sebagai pengguna loyal gear kamera Canon yang menghadiri event Canon semacam ini, saya seperti bocah-bocah ABG yang hadir di pentas musik artis favoritnya 😀 senang kesana kemari melihat kumpulan die hard fans Canon dan melihat muka-muka fotografer pro maupu fotografer amatir yang passionate dengan fotografi, sekaligus berdiskusi dan melihat sekaligus mencoba beberapa produk Canon yang terbaru.

 

Acara tidak hanya disertai informasi formal peluncuran produk Canon, namun juga diisi dengan format seminar yang disampaikan oleh narasumber fotografer profesional, seperti Bung David Soong dengan bisnis weeding photography bersama Axioo, serta fotografer Michael Ori yang merupakan commercial video & photographer yang menghasilkan karya komersial untuk Canon dan beberapa brand lainnya.

Di format seminar tersebut, saya mendapat banyak masukan dari Bung David  bagaimana fotografi menjadi pilihan kariernya, disertai kisah hidupnya yang naik-turun bekerja sebagai fotografer di Indonesia hingga bisa go international. Dan yang menjadi poin penting penuturan Bung David, maka sebagai seorang wedding photographer maka tugas fotografer menjadi bagian penting dari kehidupan sepasang pengantin dalam merekam momen-momen yang ada, sehingga menghasilkan sebuah foto yang harus memuaskan semua pihak, termasuk kepuasan fotografer sendiri dalam berkarya.

Lalu dari Mr Ori, saya baru mengetahui teknik meng-grab sebuah foto dari footage format video 4K, disertai penjelasan detail mengenai workflow-nya, dari perencanaan dan persiapan, proses produksi termasuk pengambilan video, hingga proses editing sampai menghasilkan sebuah foto untuk kepentingan komersial, dan Mr Ori menyarankan mulai melakukan proses produksi hybrid yaitu melakukan perekaman video dengan resolusi tinggi (4K) dan dilakukan proses editing untuk menghasilkan materi video dan foto sekaligus.

 

https://www.youtube.com/watch?v=8Z9089048wk

 

Jadi apa kamu pengguna kamera Canon? bagaimana pendapat kamu mengenai seri kamera Canon yang terbaru ini? Yuk, share pendapat kamu di kolom komentar ya.


Mau punya kamera DSLR Canon bekas yang berkualitas? Yuk, simak di Gerai yang lagi SALE paket kamera, klik disini!


 

Referensi:

  1. http://www.canon.co.id/personal/products/interchangeable-lens-camera/dslr-eos/eos-5d-mark-iv-kit-ii?languageCode=EN
  2. https://snapshot.canon-asia.com

 

4 Hal Yang Saya Pelajari Dari Fotografer Vivian Maier

Selfie Vivian (Vivian Maier - Maloof Collection)
Selfie Vivian (Vivian Maier – Maloof Collection)

 

Vivian Maier adalah salah satu fotografer referensi saya dalam mempelajari fotografi, khususnya genre human interest, bahkan merujuk ke jenis street photography dari beberapa materi yang pernah saya baca, dengan kata lain Vivian adalah salah satu idola dalam dunia fotografi. Karena hal itu, saya pun mengangkat kisah Vivian khusus dalam artikel profil fotografer yang saya tuliskan di blog ini dan bisa dinikmati di artikel blog saya berikut : Percha Photog Profile Vivian Maier.

Setelah melihat, membaca, dan menikmati karya foto Vivian yang disampaikan oleh Maloof, seorang penulis buku dan seorang fotografer yang menemukan dan merestorasi karya-karya Vivian tersebut.  Ada empat hal yang bisa saya dapatkan dan pelajari dari perjalanan “karier” fotografi yang dilakukan Vivian sbb :

 

1. Fotografi bisa dilakukan oleh siapa saja

 

Vivian Maier - Maloof Collection
Vivian Maier – Maloof Collection

 

Dari karya Vivian dan intepretasi yang dijelaskan oleh Maloof, maka Vivian membuktikan bahwa siapa pun bisa menjadi seorang fotografer. Dengan profesinya sebagai seorang nanny (pengasuh anak), ternyata Vivian memiliki hobi fotografi dan surprisingly karya yang dihasilkan untuk saya pribadi bisa disejajarkan dengan fotografer ternama lainnya. Seperti yang saya tulis di artikel blog artikel blog Fotografi, Ponsel, & Instagram mengenai konsep demokratisasi fotografi, maka fotografi bisa diakses oleh siapa saja, dengan adanya media digital beserta perangkatnya yang semakin murah dan mudah digunakan.

Bahkan tiga sampai empat tahun terakhir, fotografi menjadi semakin inklusif dan bukan milik kelompok elit tertentu, karena kemudahan aksesnya tersebut, meski secara profesi, dasar-dasar forografi, dan karya yang dihasilkan bisa dibedakan, bahkan beberapa teman tanpa latar belakang media, seni, kreatif, atau jurnalisitk berani membuka bisnis fotografi, dan menapaki karier sebaga fotografer seperti bisnis wedding dan event yang membutuhkan dokumentasi foto, bahkan teman saya tersebut hanya bermodal kamera standar dan peralatan seadanya!

2. Fotografi bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja

 

Vivian Maier - Maloof Collection
Vivian Maier – Maloof Collection

 

Di masa Vivian, meski perangkat fotografi sudah mulai bisa diakses masyarakat umum, meski belum populer, dengan Rolleiflex-nya Vivian membawa kamera tersebut hampir setiap saat menangkap berbagai momen di kehidupan sehari-harinya. Dari yang saya baca dan lihat, maka foto karya Vivian sangat erat dengan pendekatan street photography yang saya tulis di artikel blog street photography. Vivian dengan profesinya sebagai pengasuh anak, ketika di waktu luangnya digunakan untuk membuat foto dimana saja, dan jika dibandingkan masa kini dengan kemudahan dalam membawa kamera yang ukurannya lebih mudah dibawa dan beratnya jauh lebih ringan, bahkan dengan hadirnya smartphone berkamera, maka fotografi bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja, dibandingkan kamera di era Vivian masih hidup.

 

3. Fotografi adalah salah satu cara menikmati hidup

 

Vivian Maier - Maloof Collection
Vivian Maier – Maloof Collection

 

Vivian sepanjang saya baca dan telusuri informasinya, hanya menjalani hidup yang sederhana dan terkesan santai. Dengan hanya bekerja sebagai seorang pengasuh anak yang berpenghasilan tidak besar, dan tinggal seatap dengan majikannya, maka fotografi bagi Vivian sebagai cara menikmati kehidupan, bahkan sepanjang hayatnya, baik ketika bekerja maupun plesiran selalu bersama kameranya untuk membuat foto sesuai selera dia. Vivian berkarya karena memang dia suka dan menurut beliau, cukup dia sendiri yang menikmatinya. Sampai saat ini setahu saya, bahkan beliau tidak membuat foto untuk tujuan mencari keuntungan materi, diluar kepuasan beliau pribadi.

Seperti yang saya sampaikan sebelumnya di artikel blog yang membahas profil Vivian disini, mayoritas rol filmnya belum di-develop, dicetak atau dipublikasikan hingga beliau meninggal dunia, dan dijadikan sebagai koleksi untuk kepuasan pribadi. Untuk poin ini, tidak lain dan tidak bukan, bagi Vivian fotografi adalah sebuah cara menikmati hidup dengan melakukannya tidak hanya ketika liburan, bahkan ketika menjalani hidup sehari-harinya

 

 

4. Fotografi adalah “karier” sepanjang hayat

 

Vivian Maier - Maloof Collection
Vivian Maier – Maloof Collection

 

Saya pernah membaca sebuah posting di salah satu forum fotografer tersohor di Republik ini, yang membahas apa perbedaan seorang fotografer profesional atau bukan, dan sebagian menyatakan bahwa seorang fotografer profesional adalah fotografer yang menghasilkan karya fotografi yang mumpuni dan sekaligus mendapatkan nafkah dari kegiatan fotografinya tersebut.  Sebagian lain, berkata bahwa fotografer profesional bisa dinilai dari karyanya yang monumental, dan sebagian lain menyatakan fotografer profesional tidak secara langsung terkait dengan uang atau karyanya, namun fotografer profesional adalah orang yang berprofesi dan mencari rejeki dari fotografi.

Perbedaan definisi dan pemahaman yang ada itu berubah, ketika saya mengetahui sosok Vivian yang jelas-jelas bukan seorang fotografer profesional, tetapi seorang pengasuh anak, namun karyanya sekelas dengan fotografer profesional di jamannya, bahkan memiliki kekhasan tersendiri.

Apa yang dilakukan Vivian Maier terkait fotografi sepanjangan hayatnya, bisa saya sebut sebenar-benarnya passionate photographer, yang konsisten terus berkarya, dan apa yang dibuatnya, sepemahaman saya, memang dia menyukai hal tersebut. Di poin ini, kita sama-sama mengerti, kalau ada hal yang kita sukai, maka kita rela terus melakukan hal yang disukai tanpa lelah dan tanpa rasa bosan, bahkan hingga akhir hayat nanti.

 

Vivian Maier - Maloof Collection
Vivian Maier – Maloof Collection


 

Empat hal yang telah saya sampaikan tersebut telah menambah wawasan saya, dan menambah semangat saya ketika membaca dan melihat karya Vivian dalam menjalani hobi fotografi selaku fotografer amatir, yang terus berkarya sekaligus belajar dari berbagai sumber, sehingga “karier” fotografi saya terus berproses dengan (mencoba) konsisten berkarya kapan saja dan dimana saja, sekaligus menikmati hidup dari balik lensa!

Jadi bagaimana fotografi menurut kamu? Apa 4 hal yang saya pelajari dari Vivian relevan dengan pekerjaan atau hobi fotografimu? Yuk, share di kolom komentar disini ya..


Referensi:

Situs resmi Vivian Maier – Maloof Collection : http://www.vivianmaier.com/


Baca juga artikel mengulas perkenalan perdana saya dengan street photography : Berkenalan dengan Street Photography

Percha Photog Profile : Vivian Maier

Vivian Maier (Maloof Collection)
Vivian Maier (Maloof Collection)

Percha Photog Profile kali ini membahas Vivian Maier yang merupakan street photographer misterius asal Chicago dengan talenta luar biasa yang saya temukan di jagat maya. Dengan sering menggunakan kamera Rolleiflex-nya, Mrs. Maier berkreasi membuat foto kapan saja, dimana saja, dengan objek foto apa saja, dan dilakukannya hampir setiap saat.

Menariknya hingga saat ini, sudah ditemukan lebih dari 100.000 rol film yang mayoritas berupa undeveloped film dan belum pernah dipublikasikan secara resmi & komersial semasa hidupnya!

Selain itu, Vivian Maier ternyata memiliki pekerjaan sebagai seorang nanny (bisa diterjemahkan sebagai pengasuh anak)! Dengan pekerjaan utama yang unik tersebut, ternyata (menurut saya) menghasilkan karya fotografi yang fenomenal dengan pendekatan street photography dan berbau human interest tersebut.

Awal Perkenalan

Saya mengenal sosok Vivian ketika membaca sebuah artikel dari The Guardian melalui aplikasi berita Flipboard dan saya menemukan kembali tulisan mengenai Vivian di blog Eric Kim. Hal ini, membuat saya tergugah untuk mencari informasi mendalam mengenai sosok Vivian Maier.

Lambat laun pun saya akhirnya menemukan situs resmi dari Vivian Maier yang dikelola oleh John Maaloof, seorang penulis, jurnalis, dan memiliki hobi fotografi.

Dari situs tersebut, saya pun melihat portofolio yang menurut pendapat saya, sekelas fotografer profesional yang berciri street photography. 

http://www.vivianmaier.com/ (Maloof Collection)
http://www.vivianmaier.com/ (Maloof Collection)

Siapa Dia

Vivian Maier (Maloof Collection)
Vivian Maier  (Maloof Collection)

Seperti yang saya ceritakan di awal artikel blog ini, Vivian Maeir, lahir di New York, Amerika Serikat, dan sempat pula tinggal kembali ke tanah leluhurnya Perancis, namun kembali ke New York, kemudian akhirnya tinggal di Chicago dan  bekerja sebagai nanny hingga akhir hayatnya selama lebih dari 40 tahun.

Vivian Maier Photography (Maloof Collection)
Vivian Maier Photography (Maloof Collection)

Selama hidupnya, Vivian sering bepergian bersama anak asuhannya kesana kemari, maupun di kala sengangnya di Chicago, dan berwisata ke kota lain, seperti Los Angeles dan New York, tetapi juga berkesempatan berwisata ke belahan dunia lain seperti beberapa negara Amerika Selatan, Eropa, dan Asia.

Kalau dipikir-pikir, menurut sepengetahuan saya, dengan bekerja sebagai pengasuh anak, maka dia memiliki waktu senggang yang banyak, dan secara ekonomi dia tidak perlu tempat tinggal, karena segala kebutuhan dasar untuk hidup disediakan oleh majikannya, sembari menjalani “karir fotografinya”.

Dari penelusuran saya, Vivian memiliki kepribadian yang tertutup dan cenderung misterius. Dan hingga saat ini, saya belum menemukan jawaban pertanyaan yang bikin penasaran, seperti kenapa dia membuat begitu banyak foto dengan jumlah yang masif, dan untuk tujuan apa? karena hingga beliau meninggal, tidak satu pun fotonya dipublikasikan hingga ditemukan oleh John Maalouf.

Maalouf menemukan dan membeli koleksi foto dalam bentuk undeveloped film milik Vivian Maier secara tidak sengaja di balai lelang di tahun 2007, 2 tahun sebelum Vivian meninggal dunia, akibat Vivian tidak mampu melanjutkan sewa ruangan untuk menyimpan ribuan koleksi rol film miliknya.

Maalouf pada awalnya mencari sejumlah foto dengan situasi jaman dulu, untuk melengkapi penyusunan buku sejarahnya, namun Maalouf pun kaget dan akhirnya kagum atas koleksi foto tersebut. Maalouf mengira Vivian adalah seorang fotografer profesional di jamannya, ternyata setelah bekerja keras mencari tahu siapa Vivian kesana kemari, ternyata foto-foto tersebut dibuat oleh seorang pengasuh anak biasa yang misterius!

Kemudian Maalouf pun mengunggah foto-foto Vivian ke Flickr, dan ternyata hasilnya diluar dugaan, dengan mendapat respon sangat positif dari netizen. Kemudian melihat hal tersebut, Maalouf pun mulai secara bertahap mempublikasikan foto-foto Vivian Maier dan mulai menyusun dokumentasi terkait Vivian Maier.

Portofolio

Dari perkenalan tersebut, saya pun kagum akan hasil karya Vivian Maier yang variatif, dari foto bertipe potret, foto berbau urban architecture, foto suasana sehari-hari perkotaan, hingga foto-foto momen-momen candid yang unik, kalau boleh bisa saya sebut, foto Vivian tergolong foto desicive moment sekelas Henri Cartier-Bresson.

Dengan lebih dari 100.000 rol film, maka karya Vivian di masanya termasuk fotografer (amatir) yang sangat produktif, dan sampai saat ini, saya penasaran dan “haus” akan karyanya yang beragam dan banyak tersebut.

Foto karya Vivian menurut saya memiliki kekhasan dalam bentuk foto berseri, yang masing-masing foto tersebut hampir semuanya merupakan foto yang “kuat”. Hal ini bisa dilihat contohnya dari contact sheet dan foto berikut :

Vivian Maier Photography (Maloof Collection)
Vivian Maier Photography (Maloof Collection)

Vivian Maier Photography (Maloof Collection)
Vivian Maier Photography (Maloof Collection)

Vivian Maier Photography (Maloof Collection)
Vivian Maier Photography (Maloof Collection)

Vivian Maier Photography (Maloof Collection)
Vivian Maier Photography (Maloof Collection)

Vivian Maier Photography (Maloof Collection)
Vivian Maier Photography (Maloof Collection)

Apa Yang Saya Pelajari

Dari Vivian Maeir, saya belajar beberapa hal sebagai berikut:

  1. Fotografi bisa dipelajari serta dilakukan oleh siapa saja dengan baik dan benar, sama seperti yang saya sampaikan di artikel blog Fotografi, Ponsel, & Instagram mengenai konsep demokratisasi fotografi dan juga saya ceritakan apa yang telah  dilakukan oleh Eric Kim dengan konsep open source photography-nya di artikel blog saya.
  2. Fotografi menurut Vivian, bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja, tanpa perlu upaya berlebihan atau bertujuan membuat foto yang diarahkan serta terkonsep, bahkan cenderung candid apa adanya, ketika melakukan perjalanan dan bisa dilakukan di lingkungan sehari-hari. Pendekatan fotografi yang dilakukan Vivian, menurut saya sangat erat dengan pendekatan street photography yang saya tulis di artikel blog street photography 
  3. Vivian Maier tidak peduli dengan pujian foto bagus, seperti mendapat banyak likes di media sosial, atau fotonya dibilang bagus, keren, mantap, dsb., namun Vivian berkarya karena memang dia suka dan menurut beliau, cukup dia sendiri yang menikmatinya. Sampai saat ini setahu saya, bahkan beliau tidak membuat foto untuk tujuan mencari keuntungan materi, diluar kepuasan beliau pribadi. FYI seperti yang saya sampaikan sebelumnya, mayoritas rol filmnya belum di-develop, dicetak atau dipublikasikan hingga beliau meninggal dunia.
  4. Apa yang dilakukan Vivian Maier terkait fotografi sepanjangan hayatnya, bisa saya sebut sebenar-benarnya passionate photographer, yang konsisten terus berkarya, dan apa yang dibuatnya, sepemahaman saya, memang dia menyukai hal tersebut. Di poin ini, kita sama-sama mengerti, kalau ada hal yang kita sukai, maka kita rela terus melakukan hal yang disukai tanpa lelah dan tanpa rasa bosan, bahkan hingga akhir hayat nanti.

Vivian Maier Photography (Maloof Collection)
Vivian Maier Photography (Maloof Collection)

Vivian Maier Photography (Maloof Collection)
Vivian Maier Photography (Maloof Collection)

So, apa kamu tahu sosok Vivian Maier sebelumnya? Dan apa pendapat kamu mengenai dia dan hasil karyanya? atau kamu menjadi terinspirasi dari tulisan ini dan kagum atas sosok Vivian?  Yuk, share pendapat kamu di kolom komentar ya.


Baca juga artikel blog : “Percha Photog Profile: Eric Kim”


Referensi :

  1. http://www.theguardian.com/lifeandstyle/2014/jul/19/our-nanny-vivian-maier-photographer
  2. http://www.vivianmaier.com/
  3. http://erickimphotography.com/blog/2014/04/14/5-lessons-vivian-maier-has-taught-me-about-street-photography/
  4. http://erickimphotography.com/blog/2014/04/14/5-lessons-vivian-maier-has-taught-me-about-street-photography/
  5. http://www.newyorker.com/culture/culture-desk/vivian-maier-and-the-problem-of-difficult-women
  6. https://en.wikipedia.org/wiki/Vivian_Maier
  7. http://www.nytimes.com/2014/09/06/arts/design/a-legal-battle-over-vivian-maiers-work.html?_r=0

Pembajakan Muhd Ikhsan Wieharto

Ketika hasil karya kreatif kita dicuri orang tanpa izin, lalu dengan bahagianya yang bersangkutan mengunggah karya kita ke media sosial, kemudian diakui punya doi… rasa sakitnya tuh disini bro 😐

Rasa sakitnya tuh disini terjadi pada sore hari 16 September 2015 kemarin. Seperti hari biasanya, saya menjelajah dunia Instagram, melihat dan menikmati feeds hasil karya insan kreatif di Instagram tersebut, lalu tak sengaja saya melihat sebuah foto, dan foto tersebut sepertinya saya kenal dengan baik.. dan eng ii eng.. foto tersebut memang foto saya, yang saya buat  tahun 2014 lalu, ketika jalan-jalan ke Chinatown Singapura.

For Your Information, foto tersebut saya unggah di April 2015, setelah perjalanan yang saya lakukan pertengahan tahun 2014 yang lalu. Untuk artikel blog yang mencantumkan foto saya tersebut, bisa disimak di postingan blog SINGAPURA ini.

<strong>Foto "To Chinatown MRT" milik saya tercantum di blog ardikapercha.com, diunggah bulan April 2015</strong>
Foto “To Chinatown MRT” milik saya tercantum di blog ardikapercha.com, diunggah bulan April 2015

 

<strong>Foto milik saya yang "dicuri" oleh Wiehiksan alias Muhd Ikhsan Wieharto, diunggah September 2015</strong>
Foto milik saya yang “dicuri” oleh Wiehiksan alias Muhd Ikhsan Wieharto, diunggah September 2015

 

Pelaku pengungah di Instagram tersebut yaitu seseorang yang memiliki akun bernama wiehiksan alias Muhd Ikhsan Wieharto. Lucunya dalam foto tersebut dia “mengaku” sedang jalan-jalan ke Singapura di tahun ini, diketahui dari tagar yang digunakan yaitu #april2015 dan tagar #latepost #dibuangsayang, yang telah menjadi bahasa umum dunia media sosial, bahwa menyatakan postingan tersebut merupakan foto yang sudah terjadi/sudah lewat di masa lalu.

Dalam postingan tersebut, tidak ada sama sekali mencantumkan kredit foto, yang menyatakan foto tersebut hasil karya saya atau mencantumkan sumber merujuk ke saya, serta tidak ada izin dan tanpa sepengetahuan saya pula. Maka dari itu, yang bersangkutan telah melakukan pembajakan. Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI.web.id), pembajakan bermakna sbb:

“mengambil hasil ciptaan orang lain tanpa sepengetahuan dan seizinnya”

http://kbbi.web.id/bajak-2
http://kbbi.web.id/bajak-2

 

Muhd Ikhsan Wieharto  yang memiliki akun Twitter https://twitter.com/wiehiksan dan blog beralamat di https://mahasiswasukajalan.wordpress.com/    telah melakukan pembajakan alias pencurian hasil karya foto saya, dengan tidak memberikan kredit dan memberikan informasi sumber foto tersebut, selain itu, yang bersangkutan telah mengunggah tanpa sepengetahuan dan izin saya.

Pengakuan hasil karya kreatif dan asas kejujuran seharusnya menjadi hal yang paripurna bagi sebagai seorang blogger, serta sebagai pribadi yang berstatus mahasiswa salah satu universitas cukup terkenal tersebut. Amat disayangkan, pencurian tersebut dilakukan oleh seorang blogger, yang biasanya dikenal menjunjung karya kreatif berupa tulisan dan foto, serta sebagai mahasiswa yang menjunjung kehidupan akademis yang jauh dari praktek plagiarisme. Aksi yang dilakukan Muhd Ikhsan Wieharto menjadi contoh yang buruk bagi pemuda Indonesia, yang dikenal pekerja keras nan kreatif seperti kita semua.

Saya tunggu konfirmasi resmi dari saudara Muhd Ikhsan Wieharto atas aksi dan sikap yang telah dilakukan, serta saya minta untuk melakukan permintaan maaf formal di media sosial dan blog kepada saya, serta pengakuan atas hasil karya saya di posting Instagram tersebut.

Terima kasih,

Ardika Percha

https://instagram.com/sayapercha | https://ardikapercha.com/  | saya@ardikapercha.com

 

===update===

gambar kolase perbandingan foto saya dengan doi, hasil karya @mahadewishaleh

gambar kolase perbandingan - sayapercha
gambar kolase perbandingan – sayapercha

 

Foto saya sudah dihapus dari akun Instagram bersangkutan, tanpa ada penjelasan atau konfirmasi ke saya. Untuk Anda sang pelaku, saya masih membuka jalur komunikasi, agar bisa menjadi bahan diskusi & pembelajaran kita bersama.

Fotografi, Ponsel, & Instagram

Dalam mendalami street photography, seperti yang saya bagi dan diskusikan di artikel Berkenalan Dengan Street Photography tempo hari, maka (seharusnya) kita setiap saat membawa kamera, serta dimana saja membuat foto dan menangkap fragmen-fragmen kehidupan, baik di jalan, stasiun, terminal, kantor, sekolah, taman, pasar, dan ruang publik lainnya.

Street photography merupakan genre fotografi yang unik, karena tidak hanya melulu foto dengan subjek manusia, namun juga elemen dan disekitarnya, serta foto yang dihasilkan merupakan bagian dari keseharian.

2 become 1

Life between Senayan zebra cross

Georgetown Street

Dengan intepretasi street photography berbeda dari pelaku ke pelaku lainnya, lalu terkait dengan keseharian tersebut, maka saya pun membaca “fenomena” tersebut berkaitan erat dengan jenis fotografi lainnya, berdasarkan alat yang digunakan, yaitu mobile photography.

Mobile photography didorong oleh perkembangan ponsel, mobile phone, handphone, dan gawai (gadget) lainnya yang semakin canggih serta dapat diandalkan untuk membuat foto yang baik. Di sisi lain, dengan semakin terjangkau harga ponsel tersebut, maka setiap orang pun bisa menjadi fotografer!!

Mobile photography pun menjadi salah satu tonggak “demokratisasi fotografi” itu sendiri, karena semua orang bisa menjadi seorang “fotografer” didukung oleh ponsel yang mumpuni, disertai dengan tersedianya media sosial menyuburkan hal tersebut, seperti Facebook, Twitter, Pinterest, Flickr, Tumblr, Instagram hingga Path.

Proyek Foto #KomuterKota

Dari sekian banyak media sosial tersebut, maka hanya Instagram yang dibuat khusus sejak awal menjadi habitat mobile photography dan berkembang pesat menjadi salah satu komunitas fotografi terbesar, serta selain itu, Instagram merupakan media sosial yang peruntukkan akses utamanya hanya melalui perangkat mobile. Di sisi lain, menurut saya Instagram merupakan kanal media sosial dengan kultur Instagrammer yang unik, maka menurut saya Instagram merupakan media yang tepat untuk berkarya kreatif berupa foto dan karya visual lainnya.

Dengan tumbuh kembangnya  fotografi seperti itu, untuk saya pribadi, semenjak memiliki handphone berkamera, maka untuk urusan membuat foto, yang saya ceritakan di artikel ini, hingga mendapat semacam hidayah, ketika mengenal jenis fotografi dengan cita rasa jalanan dan perkotaan (baca: #streetphotography), pada akhirnya, saya pun kembali ke awal kisah saya mengenal fotografi, yaitu membuat foto dengan perangkat mobile.

@sayapercha | ardikapercha.com
Instagram @sayapercha (Ardika Percha)

Dalam periode 2 minggu terakhir, saya pun aktif kembali di  setelah sekian lama sudah tidak berinstagram ceria, dan dengan rutin saya menghasilkan foto dan “meracuni” beberapa kawan disana, untuk mencoba membuat foto dan menyusupi fotografi dengan pendekatan street tersebut, serta yang lebih penting, saya menikmati proses kreatif di media tersebut, yaitu membuat karya foto yang lebih membumi, dan yang dekat dengan keseharian di ruang publik.

Dengan rutin berInstagram, saya pun setiap saat hunting mendalami #streetphotography kapan saja serta dimana saja, dan at least saya pun mengisi waktu dengan hal positif bin produktif di sela keseharian bekerja, sekaligus foto-foto yang saya buat bisa menjadi dokumentasi pribadi di masa depan, dan bisa jadi berkontemplasi dengan berbagai hal disekitar kita.

And at the end of the day, dengan mencoba menjalani hal tersebut, membuat saya menjadi lebih peduli dengan lingkungan sekitarnya, menikmati rutinitas keseharian, dan lebih menghargai waktu yang terkadang bergerak cepat, dengan merekam momen yang ada.

Sepi menanti di Gondangdia

Roker Nambo

Dengan beraktivitas mempraktekan mobile photography sekaligus mendalami street photography, ternyata ada saja hal  menarik yang bisa kita temukan sehari-hari, tanpa kita sadari. Lalu bagaimana menurut Anda?


#Update :

Jika kawan-kawan berminat menyemarakkan proyek kreatif #KomuterKota atau mau seru-seruan dan diskusi bareng, silahkan kunjungi halaman berikut ini ya.


Tautan Luar:

  • https://instagram.com/sayapercha
  • http://www.theguardian.com/artanddesign/2012/nov/16/mobile-photography-richard-gray

Untuk kumpulan informasi tentang Ardika Percha Blog, bisa kunjungi : 

Percha Photog Profile : Eric Kim

Eric Kim Website (Foto : Eric Kim)

 

Setelah  membahas awal perkenalan saya dengan street photography di artikel Berkenalan Street Photography, maka selanjutnya saya pun menjadi semakin sering membaca, menelaah, dan mempelajari segala hal terkait fotografi, khususnya  street photography, dan salah satu blog yang  sering saya kunjungi yaitu blog  yang dikelola oleh Eric Kim, seorang international street photography keturunan Korea asal Amerika Serikat.

Seperti yang saya sampaikan di artikel blog saya ini [Baca: Portofolio], bahwa fotogafi menjadi salah satu hal penting dan menarik untuk dipelajari lebih lanjut, dan memberi warna berbeda dalam kehidupan saya. Selain itu,  agar penulisan blog saya di tahun 2015 yang penuh tantangan dan sekaligus kesempatan ini, maka melalui artikel #PerchaPhotogProfile, saya mencoba menulis kisah beberapa fotografer yang saya ketahui, serta membagikan cerita menurut pandangan dan pengalaman saya dalam mengenal fotografer tersebut dan apa yang telah saya pelajari dari mereka.

 

Awal Perkenalan

Seingat saya, pertama kali menyambangi blog Eric Kim, melalui penelusuran panjang di beberapa blog dan media sosial  yang saya kunjungi terkait street photography, dimana dalam penelusuran tersebut, mostly Eric dikenal sebagai seorang fotografer yang murah hati dan komprehensif membagikan pengalamannya, serta sekaligus memiliki komitmen kuat membantu orang lain dalam mempelajari  street photography.

Eric membagikan pengalamannya mengenai  street photography dengan gayanya yang khas, dan Eric menurut saya merupakan fotografer yang memiliki apa yang saya sebut strong digital presence, karena Eric hadir di berbagai kanal media digital dan media sosial, serta terus berkarya dan menghasilkan content secara konsisten. Dan karena konsisten dan produktif dalam menghasilkan karya tersebut, maka Eric pun menjadi panutan dalam pembelajaran  street photography yang komprehensif dan filosofinya yang unik, membuat Eric memiliki kekhasan yang berbeda dengan fotografer lainnya.

 

Eric Kim – Petapixel (Foto: Paul Resurrecction)

 

Siapa Dia

Sebelum “terjun bebas” menjadi fotografer, Eric Kim adalah seorang mahasiswa UCLA Berkeley, California bidang studi Sosiologi yang sangat tertarik dengan fotografi. Dalam salah satu tulisannya, Eric menceritakan bagaimana kehidupannya yang hidup dengan keterbatasan, seperti keluarga kelas ekonomi bawah lainnya, ketika kecil Eric hidup sederhana, dan hidup atas sokongan pemerintah, bahkan biaya kuliahnya sebagian besar didapatkannya atas bantuan dan subsidi pemerintah.

Dengan jalur kehidupan sama dengan “orang kebanyakan”, maka setelah lulus kuliah, Eric pun akhirnya bekerja di sebuah perusahaan teknologi. Namun, seperti yang disampaikannya, rutinitas sebagai pekerja kantoran telah menenggelamkan Eric dalam kesibukan dan terjebak dengan kultur korporasi. Dan dengan latar belakang kehidupannya yang terbatas dan hidup dibawah kuasa korporasi tersebut, hal ini pun mempengaruhi kehidupan Eric kedepannya, termasuk dalam filosofi fotografinya.

Eric memiliki beberapa pandangan yang unik dibandingkan fotografer lainnya menurut saya, dan hal tersebut terlihat melalui karya dan tulisan yang dihasilkannya, yaitu salah satunya filosofi yang disebut open source photography. Filosofi tersebut muncul karena Eric kesulitan dalam memperoleh artikel, ketika pertama kali mengenal dan mempelajari fotografi secara komprehensif terkait street photography, karena materi fotografi yang tidak saja sulit didapat, namun terkadang untuk memperolehnya mengeluarkan biaya yang cukup mahal pula, dan karena hal tersebut. serta dipengaruhi oleh kehidupannya yang dijalaninya selama ini, dan sepanjang hidupnya, Eric telah dibantu oleh banyak pihak, terutama ketika berkuliah dulu, maka dia merasa mau membantu orang lain yang senasib dengan dia dengan menyebarkan filosofi fotografinya tersebut.

Filosofi yang disampaikan Eric tersebut, bermaksud agar setiap orang dapat memiliki akses yang luas dalam mempelajari street photography,  dan Eric membagikan seluruh pengetahuan secara komprehensif dan bahkan mayoritas foto yang dihasilkannya bebas untuk diunduh, disebarluaskan, dan digunakan oleh siapa pun.. thats awesome!! 

Dan dari filosofi tersebut, Eric memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya, dan full time bekerja sebagai fotografer, serta fokus mengembangkan karya-karyanya, dan tidak hanya menjalankan proyek fotonya, namun juga konsisten mengajar baik online maupun offline, dan khusus untuk pengajaran online, Eric mengembangkan dan menulis modul-modulnya dalam bentuk ebook, yang merupakan hasil pembelajarannya selama ini, dan tentunya, dengan semangat open source, maka semua materi tersebut diberikan dan bisa diunduh free… great job Eric!!

 

Eric Kim – Leica (Leica Blog)

 

Portofolio

Menurut saya, salah satu portofolio Eric yang menarik perhatian, yaitu proyek foto dia yang berjudul Suits, yaitu portofolio berupa foto pekerja kantoran yang memakai pakaian formal (Suits). Suits menurut pandangan saya, dipengaruhi kehidupannya ketika  masih bekerja sebagai pegawai kantoran, yang setiap harinya “terjebak” dengan rutinitas dan terkesan dengan pola hidup yang monoton tersebut.

Saya suka portofolio tersebut, karena di foto-foto tersebut, menurut saya, menggambarkan kegelisahan Eric atas isu rutinitas dan monoton serta budaya korporasi yang pernah dia rasakan tersebut, namun di sisi lain menampilkan sisi jenaka dari pekerja kantoran yang berpakaian jas formal tersebut.

 

 

Foto : Eric Kim

Foto : Eric Kim

Foto : Eric Kim

 

Foto: Eric Kim

 

Apa Yang Saya Pelajari

Saya belajar banyak hal dari Eric Kim, mulai dari latar belakang kehidupannya yang khas, yang bisa dijadikan motivasi untuk tidak pantang menyerah, fokus, mau belajar terus menerus, dan tidak lupa berbagi ke orang lain dengan filosofi open source-nya tersebut,

Lalu sebagai insan kreatif, yaitu sebagai seorang fotografer yang konsisten, kreatif, dan produktif berbagi banyak tulisan di berbagai kanal media digital mengenai street photography, sehingga Eric pun memiliki digital presence yang kuat. Hal tersebut patut dijadikan contoh untuk tidak hanya fotografer saja, namun seluruh pelaku industri kreatif Indonesia dan kita semua, , agar menjadi pendorong, dan bahkan sebagai cambuk agar konsisten terus berkarya dan belajar, kemudian akhirnya bisa berbagi hal positif ke orang lain.

Eric dengan pengalaman bekerja di salah satu perusahaan teknologi dan latar belakang pendidikan Sosiologinya, seperti yang disampaikan di salah satu artikelnya, menjadi modal dia dalam pengembangan karirnya sebagai street photographer. Dan menurut saya, pemahaman, penguasaan teknologi dan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain (interpersonal skill) dengan baik, bisa menjadi salah satu bekal kita untuk “bertahan hidup” di jaman sekarang.

Street photography is a way for you to live life more fully,
more vividly, and gives you the opportunity to engage with others and the world (Eric Kim).

Ketika menyelesaikan artikel blog ini, saya pun sedang membaca dan mempelajari ebook karya Eric mengenai proyek foto, dengan pemaparan bahasa yang mudah dimengerti dan memberikan contoh langsung dari pengalamannya, Eric menjelaskan dari konsep, filosofi, hingga soal teknis dalam mengerjakan proyek foto tersebut, dan seperti petikan kalimat yang disampaikan Eric Kim diatas, maka untuk saya (street) photography membuat hidup saya bisa menjadi lebih berwarna dan lebih hidup 😀

So, apa kamu tahu seorang Eric Kim? lalu bagaimana menurut kamu mengenai sosok Eric Kim dan karyanya?

Tautan Luar:

  1. http://erickimphotography.com/
  2. http://petapixel.com/2013/11/23/interview-street-photographer-eric-kim/
  3. http://blog.leica-camera.com/photographers/interviews/eric-kim-korean-street-photographer-from-los-angeles/

Berkenalan Dengan Street Photography

Perjananan saya menjelajahi dunia fotografi, khususnya street photography dimulai ketika saya memiliki smartphone berkamera pertama kalinya di tahun 2007, dan berawal dari situ, saya ketagihan membuat foto ketika bepergian kemana saja dan kapan saja, baik ketika menemukan sesuatu yang menurut saya menarik atau menemui momen yang unik. Untuk cerita lebih detailnya terkait pengalaman perdana dengan fotografi bisa dibaca di artikel blog saya disini [Baca artikel blog : Percha & Fotografi (Bagian 1) : Perdana], dan seperti yang saya paparkan di artikel blog tersebut, ternyata setelah sekian tahun “bermain” fotografi, lalu “membaca” foto-foto saya sendiri, saya mencoba simpulkan foto-foto saya memiliki berbagai cita rasa, yaitu bercita rasa foto yang berfokus pada manusia, yang lebih dikenal dengan istilah foto human interest, lalu ada sedikit rasa foto jurnalistik yang merekam berbagai peristiwa di sekitar saya dan mengabadikan momen, selain itu adapula (yang katanya) bernama cita rasa foto dengan pendekatan street photographymeski waktu itu saya tidak ngeh dengan genre street photography. 

 

Pak Haji (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2014)
Pak Haji (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2014)

 

Family trait (Foto: Ardika Percha - Jakarta Monas, 2014)
Family trait (Foto: Ardika Percha – Jakarta Monas, 2014)

 

Awal Perkenalan

Terminologi street photography saya temukan tidak sengaja ketika menjelajah di internet,  lebih tepatnya saya temukan di situs Invisible Photography Asia (IPA) di sekitar tahun 2012. Di situs IPA tersebut, menurut saya sangat berbeda, karena lebih banyak membahas foto disertai kisah dibalik foto tersebut, yang disampaikan sejumlah fotografer di kawasan Asia, dan disampaikan dengan pendekatan esai foto.

Hal ini berbeda dengan situs lain yang saya temukan mostly membahas mengenai review dan diskusi gear serta ulasan segala perlengkapannya, serta berbeda dengan situs dan forum fotografer lokal lainnya yang lebih banyak memajang foto-foto mainstream seperti foto model, foto komersial, atau foto pemandangan alam, dan bangunan yang mengarah ke foto landscape, dan beberapa memajang foto bertema human interest maupun foto jurnalistik, maka di IPA, foto ditampilkan dalam bentuk esai foto dan disertai sejumlah teks yang berkaitan dan menambah kekuatan deretan foto tersebut.

Dan akhirnya saya menemukan kategori foto dengan istilah street photography di situs IPA tersebut, meskipun foto-fotonya tergolong “sedikit berbeda” dengan genre fotografi lainnya, dan saya belum menyadari bahwa jenis foto tersebut sebenarnya sudah saya praktekan dengan membuat foto “seenaknya” ketika dahulu kala, tetapi akhirnya saya tenggelam dengan menelusuri berbagai esai foto, baik ber-genre foto dokumenter maupun genre street photography. Namun awal perkenalan ketika itu tidak menggugah lebih lanjut untuk menekuni secara spesifik genre tersebut, dan lebih berkutat belajar  dengan foto bercita rasa human interest, travel, bahkan landscape!

Meski begitu, awal perkenalan saya yang manis dengan street photography, dan sekaligus ragam publikasi semacam IPA dengan deretan esai fotonya yang khas, menancap di benak saya, dan bahkan cukup mempengaruhi preferensi fotografi saya kedepannya.

Spot Nyaman (Foto: Ardika Percha - Depok, 2013)
Spot Nyaman (Foto: Ardika Percha – Depok, 2013)

 

Red army (Foto: Ardika Percha – Jakarta Suropati, 2013)
Red army (Foto: Ardika Percha – Jakarta Suropati, 2013)

 

Definisi

Sebagai seorang mahluk ciptaan-NYA, menurut pandangan saya, bahwa kita hidup di alam semesta nan luas dan misterius, kita selalu berusaha mencari cara untuk mengidentifikasi, menarik kesimpulan, lalu mendefinisikan sesuatu hal yang tidak diketahui, menjadi suatu hal yang bisa dimengerti dengan batasan nalar dan logika kita sendiri. Nah, untuk mengenal street photography,  saya berusaha mencari definisi dari beberapa sumber yang menurut saya bisa dijadikan pijakan awal, dengan tujuan agar bisa lebih dimengerti, dan salah satu yang bisa menjadi acuan awal, yaitu situs Wikipedia, sebagai berikut definisinya :

Street photography is photography that features the human condition within public places and does not necessitate the presence of a street or even the urban environment. The subject of the photograph might be absent of people and can be an object or environment where the image projects a decidedly human character in facsimile or aesthetic (Wikipedia, diakses 2015).

lalu saya juga mengutip definisi dari situs In-Public, salah satu situs acuan perkembangan street photography dan sekaligus sebuah inisiatif kolektif sejumlah street photographer dari berbagai belahan dunia, berikut definisinya :

Primarily Street Photography is not reportage, it is not a series of images displaying, together, the different facets of a subject or issue. For the Street Photographer there is no specific subject matter and only the issue of ‘life’ in general, he does not leave the house in the morning with an agenda and he doesn’t visualise his photographs in advance of taking them. Street Photography is about seeing and reacting, almost by-passing thought altogether (In-Public, diakses 2015).

kemudian definisi dari Eric Kim, street photographer yang menjadi salah satu acuan utama saya dalam membaca berbagai tulisan di blog-nya yang komprehensif mengenai street photography, cekidot definisinya :

street photography is about documenting everyday life and society. I personally don’t think street photography needs to be shot in the street. You can shoot at the airport, at the mall, at the beach, at the park, in the bus or subway, in the doctor’s office, in the grocery store, or in any other public places. The most important thing in street photography is to capture emotion, humanity, and soul (Eric Kim, diakses 2015).

 

Glass & grass (Foto: Ardika Percha – Jakarta Monas, 2014)
Glass & grass (Foto: Ardika Percha – Jakarta Monas, 2014)

 

Penunggu Museum (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2014)
Penunggu Museum (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2014)

 

selanjutnya saya sajikan definisi sederhana namun menjadi poin yang penting dari situs Sidewalker Asia, yang menurut saya adalah salah satu komunitas penggerak perkembangan street photography di Indonesia, sila dibaca definisinya :

Bangunlah di pagi hari, siapkan kameramu dan berjalanlah ke ruang publik lalu mulailah memotret, maka kalian sudah melakukan street photography (Sidewalker Asia, 2013).

selain diatas, saya tambahkan definisi street photography dari sebuah Tumblr page  bernama street photography manifesto yang menarik untuk disimak, berikut definisinya :

Street Photography is an instinctual reactive response to the unpredictability of every day life as observed in public places. It captures human or poignant moments. It creates juxtapositions from unrelated elements or creates relationships between people who do not know each other, simply by using the camera’s framing (Street photography manifesto, 2013).

 

Dilarang parkir (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)
Dilarang parkir (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Kehidupan Margonda (1) (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)
Kehidupan Margonda (1) (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Elaborasi

Dari sejumlah definisi diatas kita bisa menarik sebuah benang merah dan pemahaman atas “mahluk” bernama street photography, bahwa menurut pemahaman saya street photography adalah genre fotografi yang (berusaha) merekam fragmen dan emosi kehidupan, serta (mencoba) membaca suatu situasi di ruang publik, dan tidak hanya berfokus pada manusianya saja, namun merekam objek-objek di sekitarnya dalam bentuk visual (baca: fotografi). Bagi saya, street photography menjadi suatu yang menarik dan sekaligus “seksi”, serta patut untuk dieksplorasi, dimengerti lebih dalam, dan dipraktekkan lebih lanjut.

Seperti yang saya sampaikan di artikel saya ini,  bahwa fotografi untuk saya pribadi merupakan salah satu bentuk rasa syukur yang hakiki atas nikmat yang diberikan-NYA. Nikmat dalam menjalani dan meresapi detik kehidupan yang telah diberikan, mencoba lebih peka & sensitif terhadap lingkungan dengan (berusaha) mengabadikan fragmen-fragmen kehidupan kedalam media foto, dan sekaligus sebagai media perekat memori yang tertangkap dalam foto tersebut, dengan harapan kita dapat mengambil hikmah dari foto tersebut.

So, bagaimana awal perkenalan Anda dengan fotografi dan apa definisi street photography menurut Anda?

 

Balon Wisuda (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)
Balon & Wisuda (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Si Snowy (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2014)
Si Snowy (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2014)

Tautan Luar :

  1. http://invisiblephotographer.asia/category/streetphotography/
  2. http://en.wikipedia.org/wiki/Street_photography#streetphoto_itu
  3. http://invisiblephotographer.asia/category/streetphotography/
  4. http://sidewalkers.asia/2013/03/why-street-photography/
  5. http://www.in-public.com/information/what_is#streetphoto_itu
  6. http://erickimphotography.com/blog/the-ultimate-beginners-guide-for-street-photography/
  7. http://street-photography-manifesto.tumblr.com/post/22185297616/what-is-street-photography

 

 

Percha & Fotografi (Bagian 1) : Perdana

Fotografi untuk saya tidak hanya sekedar hobi, bahkan saya menganggap fotogafi merupakan tujuan kaki ini melangkah & benak ini berpikir. Fotografi pun menjadi sebuah kisah hidup saya tersendiri, yaitu Kisah Percha & Fotografi. Kisah tersebut berawal dari sebuah benda kecil yang saat ini sudah menjadi barang umum dan selalu dibawa dalam keseharian kita, yaitu dari sebuah handphone.

Saya mulai suka mengabadikan momen dan mendokumentasikan berupa foto, ketika saya memiliki handphone  Sony Ericsson K750iHandphone tersebut saya dapatkan sebagai hadiah dari orang tua tercinta atas prestasi akademik yang saya raih sekitar tahun 2007. FYI di keluarga saya, ada semacam budaya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan harus melalui usaha terlebih dahulu. Dan Alhamdulillah dengan jerih payah yang saya lakukan sepanjang tahun tersebut, bisa mendapatkan rejeki sebuah handphone, yang untuk saya pribadi, handphone merupakan barang mewah! Dan ternyata dari sebuah barang kecil semacam handphone tersebut, hidup saya menjadi mulai berubah dan lebih berwarna  #lebay 😀

Sony Ericsson K750i (Foto: www.mobiset.ru)
Sony Ericsson K750i (Foto: www.mobiset.ru)

 

Sony K750i ketika itu merupakan smartphone pertama yang saya miliki, dan dari sekedar fungsi komunikasi untuk menelpon dan berkirim SMS, ternyata benda itu bisa menjadi sebuah perangkat multimedia yang serbaguna dan super canggih (di jamannya), dari fungsi memutar lagu, menyetel video, merekam audio-video, hingga bermain games bisa dilakukan dari handphone kesayangan tersebut.

Dan salah satu peran penting handphone tersebut dalam perjalanan kisah Percha & Fotografi, yaitu fungsi kameranya. Dipersenjatai lensa 2 Megapixel, ditambah fitur autofocus dan lampu flash untuk pencahayaan minim, disertai kartu memori yang sebesar 32 Megabytes, maka dimulailah kegemaran membuat foto-foto, yang pada awalnya tidak saya sadari. Dari hobi foto-foto (yang ala kadarnya) ketika itu, menjadi kisah awal Percha & Fotografi, untuk menggeluti hobi fotografi secara serius hingga saat ini.

Ketika itu, saya hanya memiliki pengetahuan fotografi yang sangat minim, dan hanya melihat lalu mempelajari foto dan artikel dari media masa, seperti koran, tabloid, dan majalah yang saya baca saja sehari-hari. Dan aktivitas “hunting” pun tidak secara khusus saya lakukan, karena saya menjalani hobi tersebut ketika sambil menjalani kehidupan sehari-hari, misal dari perjalanan dari rumah atau kos ke kampus dan sebaliknya, atau ketika beraktivitas di kampus, jalan-jalan bersama teman atau keluarga, atau beraktivitas ketika awal saya bekerja dulu.

Berikut beberapa foto yang saya ambil dulu dan sempat membuat saya membongkar dan mengumpulkan koleksi foto di hardisk yang tercerai berai di berbagai penjuru folder-folder sambil bernostalgia. Dari foto perdana yang sengaja memang saya ambil setelah membeli handphone tersebut, yaitu foto adik terkecil saya duduk menunggu makanan di salah satu restoran, foto-foto ketika beraktivitas di sekitar kampus, kos, kantor, hingga foto-foto ketika saya jalan-jalan kesana-kemari 🙂


Foto Perdana (Foto: Ardika Percha - Bogor, 2007)
Foto Perdana (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2007)

 

Kehidupan Margonda (1) (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Kehidupan Margonda (1) (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Kehidupan Margonda (2) (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Kehidupan Margonda (2) (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Margo City Dome (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Margo City Dome (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Neon Box (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Neon Box (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Margo City (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Margo City (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Dilarang parkir (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Dilarang parkir (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Makara (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Makara (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Menuju Kober (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Menuju Kober (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Setapak (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Setapak (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Properti Ciptadra (1) (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Properti Ciptadra (1) (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Properti Ciptadra (2) (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Properti Ciptadra (2) (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Remote & Handphone (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Remote & Handphone (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Merchandise (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Merchandise (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Salemba (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2008)
Salemba (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2008)

 

Patung Sumpah Pemuda (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2008)
Patung Sumpah Pemuda (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2008)

 

Berderet (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2008)
Berderet (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2008)

 

Kafebuku (Foto: Ardika Percha - Depok, 2008)
Kafebuku (Foto: Ardika Percha – Depok, 2008)

 

Makan yuk (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2007)
Makan yuk (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2007)

 

Hijau (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Hijau (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)