Peramban atau dikenal sebagai browser merupakan salah satu bagian terpenting bagi saya pribadi. Dengan “mahluk” satu itu, saya bisa mengenal dan belajar banyak hal, bahkan dari browser telah menjadi solusi kehidupan sehari-hari untuk saya.
Dengan perannya yang begitu besar, maka peramban menjadi pintu gerbang menuju akses internet, meski sudah adanya berbagai aplikasi yang ada, posisi peramban sampai saat ini masih belum tergantikan, paling tidak hal itu yang menjadi keseharian saya, dari kebutuhan bekerja atau untuk tujuan bersantai dan mencari hiburan.
Pendatang Baru Vivaldi
Vivadi dikembangkan oleh Vivaldi Technologies yang dipimpin oleh mantan CEO Opera Browser Jón S. von Tetzchner yang mengambil segala hal baik dari browser Opera dengan engine Presto & Blink-nya yang fenomenal, salah satunya yang dikenal dengan akses yang cepat dan kompresi datanya, baik di perangkat desktop dan mobile, serta dikombinasikan dengan engine Chromium yang menjadi basis peramban Google Chrome.
Untuk saya pribadi, yang bertahun-tahun menggunakan berbagai macam peramban dari Mozilla Firefox, Safari, Opera, dan Google Chrome, serta sesekali “terpaksa” menggunakan Internet Explorer-nya Microsoft yang usang, maka kehadiran Vivaldi menjadi sebuah penyegaran.
Dari semua peramban tersebut, maka saya sering menggunakan Chrome karena faktor konektivitas dengan perangkat Google lainnya, serta adanya beragam extension & add-on yang tersedia, sehingga mau tidak mau saya membandingkan head-to-head dengan Vivaldi.
Untuk ulasan kali ini, saya menggunakan perangkat laptop ASUS A43S prosesor Intel Core i5, disertai OS Microsoft Windows 7 dengan diska sebesar 500GB, dan memori sejumlah RAM 8 GB serta VRAM 2 GB. Untuk Vivaldi, saya menggunakan versi 1.0 dan hingga saya cek terakhir di situs resmi Vivaldi, saat ini masih fokus pada pengembangan versi desktop.
Desain Antar Muka
Desain yang ditampilkan Vivaldi berkonsep simple dan lebih kearah fungsional. Dengan tampilan alamat situs (address bar) di bagian atas, dengan model tab mirip Opera & Chrome pada umumnya disertai model preview visual, jika tetikus diarahkan diatas salah satu menu tab alamat situs di bagian atas. Berbagai menu yang ada di Vivaldi baik di pojok kiri bawah maupun kanan bawah tergolong kecil, dan perlu dibiasakan dalam penggunannya, namun ditampilkan sesuai fungsinya.
Desain yang menurut mata saya, lebih kearah Opera dengan fungsionalitas sekelas Chrome, serta ada efek transisi, dan warna merah yang khas. Lalu Font yang digunakan menurut saya mirip Roboto khas milik Android. Pengalaman yang saya rasakan berjalan cukup lancar untuk mengakses berbagai fitur dan menu yang tersedia.
Fitur
Ikon Vivaldi yang khas di pojok kiri atas, merupakan sebuah menu utama untuk melakukan pengaturan lebih lanjut, dan saya sering bermain-main dengan pengaturan di menu “Tools > Setting”, terutama untuk pengaturan menu tab, seperti bagaimana jika kita membuka sebuah tab baru, membuka tab sejenis, atau bahkan melakukan pengaturan terkait shortcut.
Salah satu fitur yang jadi perhatian saya, yaitu adanya beragam pengaturan menu, panel, dan tab management yang membantu saya membuka banyak situs dalam satu waktu, menempatkan beberapa tab dalam satu kelompok tab khusus, serta sekaligus mengaksesnya dengan cepat.
Untuk tab di sebelah kiri peramban yang disebut panel tersebut, maka berisi secara standar default berupa menu untuk bookmark, informasi unduhan, catatan, dan berupa tab speed dial yang ditempatkan di sebelah kiri, sehingga semacam bookmark, namun bisa diakses cepat yang bisa kita kita ubah dan tambahkan dari situs-situs favorit kita.
Selain itu, Vivaldi mendukung beberapa extension dan add ons dari peramban Chrome yang sangat berguna, dan menurut pendapat saya, integrasi ke beberapa fitur yang tersedia di Chrome akan diikutsertakan, seperti rumor yang saya baca di beberapa forum dan situs internet.
Kesimpulan
Semenjak mengenal dan menggunakan Vivaldi dalam beberapa hari ini, maka saya sudah lupa tuh dengan Chrome 😀 padahal sudah tahunan saya menggunakan peramban tersebut.
Pengalaman saya menggunakan Vivaldi sampai sejauh ini cukup baik, dan yang perlu menjadi perhatian, yaitu mengenai pengaturan tab yang fleksibel dan perihal pengaturan daya memorinya, yaitu pernah saya membuka hingga 10-11 tab yang berbeda, dan Vivaldi masih berjalan cukup stabil.
Nah.. yang perlu menjadi perhatian soal faktor kekurangannya, yaitu ada beberapa situs yang mendukung Flash, makaVivaldi sedikit kesulitan dalam pengaksesannya, serta ada beberapa situs yang perlu di-reload dan di-refersh ketika memutar video. Di sisi lain perangkat Flash juga sebenarnya sudah tidak didukung oleh beberapa situs dan peramban lain, dan mulai beralih teknologi ke HTML 5 yang responsif. Namun saya yakin, untuk poin ini di versi selanjutnya (mungkin) sudah diperbaiki dan disempurnakan, kita tunggu saja update peramban pendatang baru yang ciamik ini.
Apa kamu sudah mencoba Vivaldi? Yuk, share ceritanya di kolom komentar dibawah ya..
Referensi :
- https://vivaldi.com/
- http://techcrunch.com/2015/03/08/vivaldi-chrome-alternative-tech-preview-2/
Performa memorinya gimana? apakah rakus resource macam firefox yang buka 4 tab saja bisa makan ratusan Mb?
wah untuk performa memori bisa jadi sekaliber Chrome dan menurut saya, Vivaldi lebih baik,
asal tidak pasang extension atau add-on yang aneh-aneh yah 🙂
menurut saya, Chrome lebih baik dibandingkan Firefox, terutama untuk pengaturan memorinya.
bisa jadi karena adanya teknologi Opera yang terkenal dengan kompresi datanya yang keren.
Anyway sudah coba Vivaldi?
Saya dulu sempat pakai Vivaldi, tapi pas dilihat ke task manager, kelakuannya sama kayak Chrome, setiap tab satu proses tersendiri dan makan memory cukup banyak. Karena itu saya balik lagi ke Chrome. Ndak tau kalau versi yang terbaru sudah lebih baik.
versi yang terbaru sudah cukup baik dalam manajemen memorinya, yaa efek Chromiumnya,
anyway Opera juga Chromium deh yang versi terbaru, tapi Chrome memang ngga ada matinya, bolehlah Vivaldi dicoba untuk alternatif