Saya Dan Transportasi Publik

Tinggal dan bekerja di sekitar ibukota Jakarta, kita perlu taktik khusus agar bisa berkomuter dari satu tempat ke tempat yang lain dengan efektif dan efisien.  Dengan sarana transportasi yang terbatas, lalu pengelolaan dan pelayanan yang belum optimal, maka saya sehari-hari biasa menggunakan kombinasi berbagai moda transportasi publik, mulai dari mikrolet, angkot, bis, kereta, taksi, sampai ojek.

Saya Dan Transportasi Publik

Setiap harinya saya menggunakan jasa Commuter Line, untuk berkomuter dari rumah ke kantor PP, dan seperti yang saya tulis di artikel saya sebelumnya disini [Baca artikel : Keretaku Commuterlineku], ketergantungan saya terhadap moda transportasi satu itu pun memang tinggi, dan  dengan menggunakan kereta rel listrik, menurut saya merupakan moda transportasi yang paling efektif digunakan dari kota-kota satelit (baca: daerah pinggiran) macam Depok, Bogor, Citayam, Bojong Gede, Bekasi, Tangerang, dkk., menuju Jakarta dengan cepat dan murah plus ramah lingkungan!

Yang menjadi “sedikit perjuangan”, yaitu ketika perjalananan dari stasiun tujuan ke kantor,  dan saya tetap tak bisa lepas dari kemacetan ibukota yang sudah akut macam kanker stadium tiga! Dahulu, saya menggunakan jasa mikrolet (baca: angkot), lalu terkadang menggunakan bis macam Kopaja atau Metro Mini, dan jika sudah buru-buru dan terlambat, maka pilihan ojek menjadi pilihan terbaik untuk mencapai tujuan, meski saya terpaksa mengeluarkan dana lebih untuk memanfaatkan jasa ojek tersebut.

 

 

Juru Selamat & Sang Messiah (Transportasi Publik) : Layanan Transporatasi Online

Ketika transportasi publik mengalami stagnasi dan kebuntuan, meski ada kabar gembira dan cukup positif dengan adanya  perkembangan Commuter Line, ternyata hadir layanan yang selama ini yang saya jadikan alternatif terakhir untuk melengkapi moda transportasi yang ada, yaitu hadirnya layanan ojek online yang diakses melalui aplikasi.

Seperti ulasan saya di artikel blog ini [Baca artikel : 7 Layanan Ojek Fenomenal], maka ojek online ini pun menjadi primadona bagi pengguna transportasi publik dengan konsep ride sharing tersebut.

Selain layanan ojek online tersebut, sekarang saya jarang menggunakan taksi konvensional, dan beralih menggunakan layanan ride sharing seperti Grab Car dengan pelayanan yang baik, memuaskan, cepat, dan murah! Dengan berbagai keunggulan dan pelayanan yang diberikan tersebut, maka kehadiran layanan transportasi online (dengan menggunakan aplikasi) melengkapi berbagai moda transportasi di Jakarta dan sekitarnya.

Kisruh Transportasi Konvensional Versus Online

Tempo hari, saya kaget ada aksi massal yang terstruktur dan sistematis dilakukan oleh operator transportasi dari taksi, angkot, bis, dkk., yang menyatakan menolak dan menuntut penutupan layanan transportasi publik dengan media aplikasi tersebut.

Mereka menyatakan bahwa semenjak muncul dan menjamurnya layanan tersebut, seperti yang dilansir di Kompas.com, pendapatan mereka jauh berkurang dan mereka merasa adanya ketidakadilan dalam operasional harian mereka, seperti tidak jelasnya perihal badan hukum, perizinan, pajak, administrasi dan sebagainya.

Dan menurut saya, dampak perkembangan teknologi yang melesat jauh meninggalkan cara konvensional, maka memiliki dampak pada pola lama, bahkan regulasi yang ada belum diatur mengikuti perkembangan tersebut. Di sisi lain, saya melihat adanya ketidakadilan dalam hal perizinan dan perpajakan, karena moda transportasi konvensional tersebut, memiliki perhitungan biaya yang jauh lebih besar dan memerlukan persyaratan serta pengelolaan  berbeda untuk mengikuti regulasi yang ada.

Gojek (Gojek Website)

 

Sebagai konsumen dan pengguna transportasi publik, maka saya membutuhkan layanan transportasi yang lebih baik, lebih cepat, tanggap, responsif, dan tentunya lebih murah, plus memanfaatkan teknologi terkini, maka layanan transportasi dengan menggunakan media online tersebut membantu saya, sehingga bisa menjadi solusi bagi saya.

Sebagai konsumen, meski layanan yang diberikan transportasi online tersebut lebih baik, namun saya merasa tidak ada perlindungan konsumen yang diberikan, misal jika ada perlakuan operator (baca: supir) yang tidak tepat atau merugikan, meski ada pola rating penilaian, sebagai konsumen saya belum cukup terlindungi , disertai tidak adanya standar layanan atau keselamatan sesuai regulasi transportasi, misalkan adanya izin KIR yang dmiliki, serta belakangan adanya isu privasi bagi pengguna aplikasi tersebut.

Harapan Saya Terhadap Transportasi Publik

Harapan besar saya terhadap transportasi publik di Jakarta dan sekitarnya yaitu lebih kepada peningkatan layanan yang lebih baik, aman, mudah dijangkau, dan dengan tarif yang kompetitif, sekaligus berusaha mengikis perlahan kemacetan di Jakarta.

Di sisi lain, dengan kehadiran transportasi publik berbasis online dengan konsep ride sharing tersebut, semoga kedepannya bisa diatur serta diawasi oleh regulator dan diberikan kesempatan untuk berkembang, karena terbukti di lapangan menjadi alternatif, bahkan pilihan utama bagi sebagian warga ibukota, sehingga melengkapi transportasi publik yang sudah ada.

 


Referensi:

  1. Liputan Kompas.com “Demo tolak Taksi online” : http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/4041/1/demo.tolak.taksi.online?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=ktopird

 

2 thoughts on “Saya Dan Transportasi Publik”

  1. Menurutku, pihak transportasi online ini jeli melihat peluang pasar dan kemudian melengkapi kebutuhan masyarakat yang mendesak adanya transportasi yang lebih efisien.

    Tapi ya, transportasi online ini bukan tergolong transportasi umum.

    Aku malah mendambakan adanya perubahan pola pikir masyarakat (ini yang benar-benar sulit) bahwasanya transportasi umum mutlak adalah suatu keharusan dan kebutuhan. Tanpa adanya pola pikir ini, susah bagi transportasi umum untuk berkembang.

    Apa perlu ada “pemaksaan” ya?

    1. Halo kawan Mawi, terima kasih kembali berkunjung ke blog saya.
      wah kawan, saya setuju untuk transportasi umumnya, dan soal itu, saya lebih condong ke transportasi berbasis rel listrik, macam commuter line, atau MRT or LRT.
      Wah sepertinya memang perlu “dipaksakan” baik secara regulasi atau perintah langsung Presiden kali ya 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *