Tag Archives: fotografi

Esai Foto Warung Ternak : Potret Peternak Indonesia

Daging dan makanan olahan berbahan dasar daging yang biasa kita santap sehari-hari telah menjadi salah satu sumber pangan utama dalam kehidupan kita sehari-hari. Perjalanan daging  hingga mencapai piring dan yang kita santap tersebut, memiliki hulu dari kandang-kandang peternak di berbagai tempat Indonesia, namun melihat pasokan yang disediakan peternak lokal pada kenyataannya masih tergolong kurang memenuhi kebutuhan konsumsi nasional, bisa dilihat dari kebutuhan daging Indonesia yang masih defisit sekitar 114 ribu ton pertahunnya (Kompas, Desember 2013), bahkan untuk suplai daging kita sampai perlu mengimpor dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Melihat fakta tersebut, bahwa tren impor daging yang dilakukan dari tahun ke tahun menanjak naik, membuat lambat laun ketergantungan kita dengan daging impor menjadi tinggi.

Selain itu, daging impor tersebut yang memiliki harga pasaran yang bersaing, dengan kualitas cukup baik, sehingga perlahan industri peternakan dalam negeri yang mayoritas dikelola oleh UKM menjadi terpinggirkan di Republik ini, akibat pasokan impor daging yang membanjiri pasar. Di sisi lain, isu ketahanan pangan, kedaulatan pangan, serta swasembada pangan pun menjadi isu yang krusial di tahun-tahun kedepan dan menjadi PR yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta jiwa dan masih terus bertambah, sudah selayaknya Indonesia harus mampu mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Tiga dimensi yang secara implisit terkandung di dalam ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan (food availability), stabilitas pangan (food stability), dan keterjangkauan pangan (food accessibility) masih perlu dikembangkan lebih lanjut (Diwyanto & Priyanti, 2009).
Seperti kata pepatah lama “ditengah kesempitan, pasti ada kesempatan”, maka dari pepatah tersebut, adanya isu ketergantungan impor daging, karena adanya defisit suplai lokal, lalu serbuan impor daging di pasar lokal, membuat tantangan tersebut menjadi ladang usaha menjanjikan bagi para pengusaha lokal termasuk UKM, khususnya pelaku industri peternakan, untuk optimis melihat ceruk pasar dalam memenuhi kebutuhan serta potensi pasar perdagingan Indonesia di masa datang.

Warung Ternak adalah salah satu contoh UKM yang bergerak dalam bidang peternakan dan penyediaan daging, didirikan dan dikembangkan sejumlah mahasiswa yang berawal dari skala mikro dan tumbuh menjadi salah satu pemain dan memiliki ceruk pasar daging tersendiri. Warung Ternak dilahirkan dari sebuah kompetisi kewirausahaan di tahun 2009, hingga Warung Ternak pun terlibat dalam program inkubator bisnis di kampus tempat bernaung para pendiri menimba ilmu tersebut.


 

Lunch (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Togetherness (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

White lamb (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Ready for aqiqah? (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Goat face (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Hang out (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Doing that thing (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 


Saya berkesempatan mengunjungi peternakan Warung Ternak yang berlokasi di Pancoran Mas Depok, beberapa pekan menjelang hari raya Idul Adha.  Memasuki area peternakan Warung Ternak nan asri, ditemani suara mengembik dari kambing dan domba bersahutan yang khas, serta berdiskusi dengan topik mengenai kewirausahaan, kepemudaan, dan peternakan, ketika bertemu dan bersilaturahim dengan pengelola sekaligus salah satu pendiri peternakan tersebut, yaitu mas Sholihin.

Ketika berkunjung siang hari itu, saya berkesempatan melihat dan merasakan kehidupan peternakan, seperti menyaksikan penggembalaan hewan ternak, pelepasan kawanan ternak dari kandang, pemeriksaan kondisi ternak, kandang, dan lingkungannya, hingga ketika peternak memberi pakan ke kambing dan domba.

Warung Ternak yang  didirikan berawal dari sejumlah anakan domba dan kambing yang diternakkan, lalu berkembang menjadi puluhan ternak dan terus berkembang hingga saat ini, kemudian kisah Warung Ternak bagaimana beralih dari peternak musiman yang hanya fokus ketika hari raya Qurban, menjadi penyedia daging segar untuk kepentingan individu seperti aqiqah, serta menjadi penyuplai ke berbagai restoran dan bisnis makanan lainnya, hingga perbincangan berbagai isu klasik dan isu saat ini sedang dihadapi semenjak saya mengenal Warung Ternak, mulai dari isu pemasaran dan penjualan, bagaimana kondisi pasar dan kompetitor, lalu isu pakan dan obat-obatan yang tergolong mahal, serta isu biaya karkas yang cenderung fluktuatif, biaya pengelolaan kandang yang perlahan menanjak naik, isu akses dan dukungan pendanaan dari lembaga finansial, lalu isu politik dumping yang terkadang dilakukan kompetitor, sehingga membuat pelaku usaha tersebut mengalami kerugian, kemudian isu kurangnya suplai pekerja berkompeten yang mau terjun di bisnis peternakan, khususnya pekerja usia muda, dan isu alami seperti penyakit yang menjangkiti ternak, hingga isu adanya semacam “mafia daging” dalam mata rantai industri daging tersebut.

Dibalik kisah yang dipaparkan diatas, serta cerita yang saya ketahui dan pahami hingga saat ini, ada impian besar di benak para pendiri di masa depan, yaitu impian Warung Ternak bertransformasi menjadi sebuah one stop solution, dari usaha peternakan, penyedia daging segar, hingga terjun ke bisnis makanan dengan menu olahan berasal dari daging, sehingga menjadi sebuah korporasi agribisnis, yang tidak hanya menguntungkan para pendiri dan pengelola, namun mampu mendayagunakan dan menguntungkan lingkungan sekitar.

Kesempatan menyaksikan sekilas kehidupan di peternakan tersebut, sekaligus berbincang mengenai perkembangan Warung Ternak dan persiapan menjelang Idul Adha, serta diskusi mengenai isu yang dihadapi, membuat saya semakin mendalami pengalaman bertahun-tahun mengenal Warung Ternak yang telah dilalui dalam perjalanan bisnisnya, disertai kisah suka duka dari UKM tersebut, serta harapan dan optimisme yang terus terpancar dari bisnis yang dijalankan pendiri Warung Ternak tersebut.

Warung Ternak merupakan salah satu potret UKM di ranah peternakan Indonesia yang perlu didukung secara konkrit oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta, karena berbeda dengan komoditas pertanian lainnya, ternak mempunyai peran dan fungsi yang kompleks dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia. Sebelum dekade 1970-an, sebagian besar petani memelihara ternak secara sambilan atau hanya sebagai keeper atau user, dan hanya sebagian kecil sebagai producer, serta tidak ada yang sebagai breeder. Namun pada masa itu atau sebelumnya, Indonesia justru berswasembada (Diwyanto & Priyanti, 2009).

Menilik informasi diatas berdasar fakta sejarah yang ada, serta urgensi atas isu ketahanan dan kedaulatan pangan dalam sedekade terakhir, maka UKM-UKM dalam bidang peternakan seperti Warung Ternak seharusnya dan idealnya menjadi fokus pembuat kebijakan, agar menjadi salah satu penyokong dalam tulang punggung industri pangan di Indonesia, serta meminta pemerintah membuat kebijakan yang pro rakyat, dengan kembali menilai, mengatur, dan menata ulang tata niaga peternakan termasuk menilai kembali kebijakan impor daging tersebut. Sehingga kedepannya, peternak-peternak Indonesia tidak hanya bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhannya dan melengkapi kebutuhan konsumsi nasional, bahkan melihat potensinya, peternak lokal seharusnya menjadi raja di negeri sendiri, dan bertransformasi menjadi sebuah industri unggulan dan menjadi salah satu penyokong pembangunan nasional.


 

The breeder (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

The crowd (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Mr. Sholihin and crew (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Eat this guys (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Inspection (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

The king (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

Perspective (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 

The view (Foto: Ardika Percha – Depok, 2014)

 


Tautan Luar :

  1. Data kebutuhan daging nasional :  http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/12/30/1338243/2014.Indonesia.Kekurangan.40.000.Ton.Daging.Sapi
  2. Materi peternakan Indonesia oleh
    Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti : http://www.academia.edu/3106621/PENGEMBANGAN_INDUSTRI_PETERNAKAN_BERBASIS_SUMBER_DAYA_LOKAL1_
  3. Situs resmi Warung Ternak : http://warungternak.com

 

Deklarasi Locana Indonesia

Locana Indonesia

 

Setelah sekian lama menimba ilmu, baik dengan membaca, berdiskusi, lalu hingga turun ke lapangan dan menyusuri jalanan di berbagai sudut tempat untuk praktek dan hunting, lalu mengikuti beragam acara fotografi dan bersosialisasi  dengan berbagai komunitas fotografi, akhirnya saya memutuskan  mengembangkan sebuah komunitas fotografi bersama teman-teman saya yang sudah saya kenal sejak jaman mahasiswa dulu, mempunyai beberapa pandangan serupa, dan kedepannya bisa saling melengkapi satu sama lain dalam berkomunitas.

12 Oktober 2014 merupakan tanggal istimewa bagi saya, dan dua teman saya Isal dan Marno. Di tanggal tersebut telah lahir sebuah komunitas fotografi Locana Indonesia. Dengan tujuan untuk menjalin silaturahim, saling belajar & berbagi terkait fotografi, serta memiliki beberapa pandangan sama tidak hanya fotografi, namun terkait perihal budaya, masyarakat, dan Indonesia.

Snapshot LocaGuys di Balai Kota Bogor (via kamera Isal)
Snapshot LocaGuys di Balai Kota Bogor (via kamera Isal)

 

Keinginan secara resmi berkomunitas dengan fokus fotografi, sudah menjadi wacana jauh-jauh hari sebelumnya, ketika para pendiri sering berbincang bersama terkait minat masing-masing, maupun membahas aktivitas masing-masing, serta membahas perihal berita terkini. Hasrat pun memuncak untuk mendeklarasikan komunitas Locana Indonesia, setelah para pendiri akhirnya memiliki kamera masing-masing, serta keinginan untuk hunting serta berdiskusi soal fotografi menjadi sebuah aktivitas yang rutin.

Deklarasi Locana Indonesia dilaksanakan bersamaan dengan hunting  ke Bogor. Kebetulan pada hunting tersebut saya bertugas sebagai fixer dan memandu The LocaGuys, julukan khas untuk anggota Locana Indonesia. Rute yang disiapkan dan dilalui berawal dari stasiun Bogor, Taman Topi, lalu menyusuri Jembatan Merah menuju Museum Perjuangan, PGB, kemudian beralih ke Pasar Anyar, Mesjid Agung, lalu menuju ke Balai Kota Bogor, dan berakhir kembali ke Stasiun Bogor.

Di Balai Kota Bogor akhirnya LocaGuys memutuskan untuk membuat foto di depan gedung balai kota, dan dengan simbol dari dokumentasi foto tersebut, maka Locana Indonesia dideklarasikan dan secara resmi telah berdiri. Acara hunting bersama tersebut akhirnya ditutup dengan jamuan makan malam  di daerah Tebet, dengan sesi review foto, yaitu mengulas hasil berburu foto di Bogor, kemudian berdiskusi terkait kegiatan Locana Indonesia kedepannya.

Locana Indonesia berkomitmen dan berusaha membudayakan dalam kegiatannya agar bisa direncanakan dan terkonsep terlebih dahulu, terutama ketika aktivitas hunting, meskipun dalam aliran dan pendekatan fotografi yang LocaGuys pahami, bahwa element of surprise dan decisive moment sangat dihargai. Selain itu,  LocaGuys mencoba membangun pemahaman untuk merasakan, meresapi,  dan merekam fragmen-fragmen kehidupan di berbagai penjuru tempat. Lalu ditahap selanjutnya, LocaGuys mencoba menceritakan dan mengekspresikannya melalui media visual, khususnya fotografi.

Bentuk paling konkrit yang LocaGuys lakukan dalam upaya menceritakan dan mengekspresikan melalui media visual tersebut, dibutuhkan media publikasi yang bisa diakses luas oleh pihak eksternal, sehingga  bisa dinikmati dan diapresiasi, melalui akses internet, dan media publikasi yang dipilih hingga saat ini yaitu melalui blog.

Silahkan menikmati hasil kreasi LocaGuys, dan tidak lupa ajakan untuk diskusi melalui media online dan undangan kopdar, LocaGuys buka akses dan kesempatannya 🙂

Blog Locana Indonesia bisa diakses melalui tautan ini.

Kuliah (lagi) di Universiti Kebangsaan Malaysia

Di pertengahan tahun ini, Alhamdulillah saya mendapat kesempatan belajar ke negeri tetangga Malaysia untuk mengikuti knowledge management short course di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Pengalaman short course ini merupakan pengalaman perdana untuk saya, sehingga saya sangat bersemangat untuk menuntut ilmu, kembali mengikuti kegiatan perkuliahan, sibuk dengan berbagai tugas, membaca buku, berdiskusi, menulis paper, dan berbagai lika-liku kehidupan mahasiswa lainnya.

Stasiun UKM (Foto: Ardika Percha - Selangor, 2014)
Stasiun UKM (Foto: Ardika Percha – Selangor, 2014)

 

Stasiun UKM & Sekitar (Foto: Ardika Percha - Selangor, 2014)
Stasiun UKM & Sekitar (Foto: Ardika Percha – Selangor, 2014)

 

UKM dikenal sebagai universitas yang diarahkan oleh Kerajaan Malaysia sebagai salah satu dari lima univeritas riset di Malaysia, sehingga dapat menjadi acuan dan pengalaman yang menarik, untuk mendorong jiwa intelektualitas dan akademis saya pribadi. UKM terletak di Bangi, Negeri Selangor, yang bisa dijangkau melalui kereta cepat KTM dengan waktu tempuh sekitar 45 menit dari Kuala Lumpur. Lokasi UKM dengan luas kampus lebih dari 1000 hektar tersebut terletak tidak jauh dari KL dan Putra Jaya serta bandara KLIA, serta dikelilingi berbagai taman dan hutan kota yang luas, mengingatkan saya dengan kampus UI yang terletak di Depok, terletak tidak jauh dari kota Jakarta serta dikelilingi oleh taman dan hutan kota tersebut.

Dengan predikatnya sebagai kampus riset yang didukung penuh oleh pemerintah Malaysia, maka UKM banyak  menghasilkan karya ilmiah yang mampu menembus berbagai jurnal ilmiah internasional, sehingga UKM memiliki beberapa prestasi salah satunya yaitu masuk Top 100 Times Higher Education Asia  berdasarkan lembaga riset Thomson Reuters dan World University Rankings.

 

Update:

Bagi yang mau kuliah dengan jalur alternatif via media pembelajaran online, bisa simak ulasan dan pengalaman saya kuliah melalui Coursera di artikel blog berikut : Kuliah Online Coursera

 

Nyiur Kelapa & UKM (Foto: Ardika Percha - Selangor, 2014)
Nyiur Kelapa & UKM (Foto: Ardika Percha – Selangor, 2014)

 

Woro-woro (Foto: Ardika Percha - Selangor, 2014)
Woro-woro (Foto: Ardika Percha – Selangor, 2014)

 

Aras 3 (Foto: Ardika Percha - Selangor, 2014)
Aras 3 (Foto: Ardika Percha – Selangor, 2014)

 

Meski metode dan pola perkuliahan kampusnya tidak begitu berbeda jauh ketika saya berkuliah dulu di Indonesia, namun yang membedakannya yaitu interaksi budaya antar mahasiswa yang kuliah di UKM tersebut, karena mahasiswa-mahasiswa tersebut tidak hanya dari seantero Malaysia, tetapi juga berasal dari berbagai negara ASEAN, China, Afrika, India dll, sehingga UKM pun menjadi semacam melting pot, dan menambah pengalaman saya berinteraksi dalam kehidupan  perkuliahan di lingkup pergaulan internasional 🙂

Update:

Bagi yang beminat mengikuti perkuliahan dengan menggunakan media online, berikut ulasan saya mengenai perkuliahan via Coursera yang menerapkan metode e-learning di artikel blog sbb : Kuliah online Coursera

 

Asri (Foto: Ardika Percha - Selangor, 2014)
Asri (Foto: Ardika Percha – Selangor, 2014)

 

Sepi (Foto: Ardika Percha - Selangor, 2014)
Sepi (Foto: Ardika Percha – Selangor, 2014)

 

Sekitar UKM (Foto: Ardika Percha - Selangor, 2014)
Sekitar UKM (Foto: Ardika Percha – Selangor, 2014)

 

Terimakasih UKM (Foto: Ardika Percha - Selangor, 2014)
Terimakasih UKM (Foto: Ardika Percha – Selangor, 2014)

 


Baca juga : Proyek Foto #KomuterKota

 

Percha & Fotografi (Bagian 1) : Perdana

Fotografi untuk saya tidak hanya sekedar hobi, bahkan saya menganggap fotogafi merupakan tujuan kaki ini melangkah & benak ini berpikir. Fotografi pun menjadi sebuah kisah hidup saya tersendiri, yaitu Kisah Percha & Fotografi. Kisah tersebut berawal dari sebuah benda kecil yang saat ini sudah menjadi barang umum dan selalu dibawa dalam keseharian kita, yaitu dari sebuah handphone.

Saya mulai suka mengabadikan momen dan mendokumentasikan berupa foto, ketika saya memiliki handphone  Sony Ericsson K750iHandphone tersebut saya dapatkan sebagai hadiah dari orang tua tercinta atas prestasi akademik yang saya raih sekitar tahun 2007. FYI di keluarga saya, ada semacam budaya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan harus melalui usaha terlebih dahulu. Dan Alhamdulillah dengan jerih payah yang saya lakukan sepanjang tahun tersebut, bisa mendapatkan rejeki sebuah handphone, yang untuk saya pribadi, handphone merupakan barang mewah! Dan ternyata dari sebuah barang kecil semacam handphone tersebut, hidup saya menjadi mulai berubah dan lebih berwarna  #lebay 😀

Sony Ericsson K750i (Foto: www.mobiset.ru)
Sony Ericsson K750i (Foto: www.mobiset.ru)

 

Sony K750i ketika itu merupakan smartphone pertama yang saya miliki, dan dari sekedar fungsi komunikasi untuk menelpon dan berkirim SMS, ternyata benda itu bisa menjadi sebuah perangkat multimedia yang serbaguna dan super canggih (di jamannya), dari fungsi memutar lagu, menyetel video, merekam audio-video, hingga bermain games bisa dilakukan dari handphone kesayangan tersebut.

Dan salah satu peran penting handphone tersebut dalam perjalanan kisah Percha & Fotografi, yaitu fungsi kameranya. Dipersenjatai lensa 2 Megapixel, ditambah fitur autofocus dan lampu flash untuk pencahayaan minim, disertai kartu memori yang sebesar 32 Megabytes, maka dimulailah kegemaran membuat foto-foto, yang pada awalnya tidak saya sadari. Dari hobi foto-foto (yang ala kadarnya) ketika itu, menjadi kisah awal Percha & Fotografi, untuk menggeluti hobi fotografi secara serius hingga saat ini.

Ketika itu, saya hanya memiliki pengetahuan fotografi yang sangat minim, dan hanya melihat lalu mempelajari foto dan artikel dari media masa, seperti koran, tabloid, dan majalah yang saya baca saja sehari-hari. Dan aktivitas “hunting” pun tidak secara khusus saya lakukan, karena saya menjalani hobi tersebut ketika sambil menjalani kehidupan sehari-hari, misal dari perjalanan dari rumah atau kos ke kampus dan sebaliknya, atau ketika beraktivitas di kampus, jalan-jalan bersama teman atau keluarga, atau beraktivitas ketika awal saya bekerja dulu.

Berikut beberapa foto yang saya ambil dulu dan sempat membuat saya membongkar dan mengumpulkan koleksi foto di hardisk yang tercerai berai di berbagai penjuru folder-folder sambil bernostalgia. Dari foto perdana yang sengaja memang saya ambil setelah membeli handphone tersebut, yaitu foto adik terkecil saya duduk menunggu makanan di salah satu restoran, foto-foto ketika beraktivitas di sekitar kampus, kos, kantor, hingga foto-foto ketika saya jalan-jalan kesana-kemari 🙂


Foto Perdana (Foto: Ardika Percha - Bogor, 2007)
Foto Perdana (Foto: Ardika Percha – Bogor, 2007)

 

Kehidupan Margonda (1) (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Kehidupan Margonda (1) (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Kehidupan Margonda (2) (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Kehidupan Margonda (2) (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Margo City Dome (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Margo City Dome (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Neon Box (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Neon Box (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Margo City (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Margo City (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Dilarang parkir (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Dilarang parkir (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Makara (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Makara (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Menuju Kober (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Menuju Kober (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Setapak (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Setapak (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Properti Ciptadra (1) (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Properti Ciptadra (1) (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Properti Ciptadra (2) (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Properti Ciptadra (2) (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Remote & Handphone (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Remote & Handphone (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Merchandise (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Merchandise (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

Salemba (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2008)
Salemba (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2008)

 

Patung Sumpah Pemuda (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2008)
Patung Sumpah Pemuda (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2008)

 

Berderet (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2008)
Berderet (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2008)

 

Kafebuku (Foto: Ardika Percha - Depok, 2008)
Kafebuku (Foto: Ardika Percha – Depok, 2008)

 

Makan yuk (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2007)
Makan yuk (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2007)

 

Hijau (Foto: Ardika Percha - Depok, 2007)
Hijau (Foto: Ardika Percha – Depok, 2007)

 

 

Seri Foto : Festival Seperlima 2014

Beda Itu Biasa merupakan tema dari Festival Seperlima 2014 yang menyediakan ruang bagi muda-mudi untuk berkumpul, merayakan perbedaan dan keberagaman, untuk menghargai kesetaraan serta memaknai lebih jauh terhadap hak untuk berekspresi dan memperoleh informasi komprehensif terkait isu gender, seksualitas, dan kesehatan reproduksi. Festival tersebut digalang oleh Seperlima, yaitu sebuah jaringan kerja dari Hivos, Pamflet, Pusat Kajian Gender & Seksualitas Universitas Indonesia, Pusat Keluarga Berencana Indonesia dan Rahima.

Acara bertema khusus, segmented, dan mengangkat isu yang cukup sensitif (di budaya Indonesia) seperti ini, memberikan wawasan baru untuk pengunjung acara, seperti yang saya rasakan pada atmoser acara tersebut. Mari nikmati keriuhan acara melalui seri foto Festival Seperlima 2014 dan ingat.. Beda itu menghibur, Beda itu memperkaya, BEDA ITU BIASA.


 

Gerbang Acara  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Gerbang Acara Asri (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Registration Scene (1)  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Registration Scene (1) (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Registration Scene (2)  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Registration Scene (2) (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Untaian Pesan & Harapan (1)  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Untaian Pesan & Harapan (1) (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

The Messages  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
The Messages (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Untaian Pesan & Harapan (2)  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Untaian Pesan & Harapan (2) (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Pengunjung & Lapak  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Pengunjung & Lapak (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Panitia & Pengunjung  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Panitia & Pengunjung (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Kamerad numpang lewat  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Kamerad numpang lewat (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Antri  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Antri (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Beda Itu Biasa Tote Bag  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Beda Itu Biasa Tote Bag (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Panggung  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Panggung (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Giraffe Boy  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Giraffe Boy (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Lawless Jakarta  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Lawless Jakarta (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Enjoy The Show  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Enjoy The Show (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Gadis bertopi  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Gadis bertopi (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Menjelang Malam  (Foto: Ardika Percha - Jakarta, 2014)
Menjelang Malam (Foto: Ardika Percha – Jakarta, 2014)

 

Arisan Street Photography #ArisanSP2

Pada kesempatan kali ini, saya datang  ke acara bertajuk #ArisanSP (Arisan Street Photography). Acara arisan ini diadakan dengan konsep acara berupa ajang silaturahim antar komunitas dan penggiat street photography serta sekaligus ajang  diskusi mengenai perkembangan street photography di daerah Jakarta dan sekitarnya. Khusus untuk acara bertema street photography, acara ini merupakan kali kedua saya bisa datang. Acara yang pertama yaitu Jambore Street Photography yang pernah saya ulas di artikel blog saya. Acara jambore tersebut merupakan acara perdana di Indonesia yang mengumpulkan komunitas dan penggiat street photography di level nasional.

#ArisanSP yang diselenggarakan pada 23 Agustus 2014 yang lalu, bertempat di bilangan Tebet Jakarta merupakan arisan kedua (dikenal dengan hashtag #ArisanSP2) yang diselenggarakan oleh komunitas penggiat dan penikmat  fotografi dengan pendekatan street photography. Kali ini yang berkontribusi dan berkesempatan berbagi adalah komunitas Street Banditos. Arisan kali ini mengangkat topik mengenai bagaiman kita membaca sebuah foto dengan pendekatan visual literacy yang disampaikan oleh mas Halbet Cahyadi Putra yang setahu saya juga aktif di Komunitas street photography bi-Ru (bingkai ruang publik).

#ArisanSP2 - Street Banditos (Ardika Percha)
#ArisanSP2 – Street Banditos (Ardika Percha)

 

#ArisanSP2 - Silaturahim (Ardika Percha)
#ArisanSP2 – Silaturahim (Ardika Percha)

 

Di awal  acaran #ArisanSP dimulai dengan sesi perkenalan peserta yang telah hadir, yaitu salah satunya perwakilan dari komunitas bi-Ru (bingkai ruang publik), komunitas ISTRIE, komunitas Sidewalker Asia (SWA), serta hadir pula beberapa penggiat fotografi dari berbagai tempat. Kemudian dipaparkan mengenai latar belakang dari pelaksanaan acara #ArisanSP tersebut, dan selanjutnya dijelaskan mengenai profil dari komunitas Street Banditos sebagai host di #ArisanSP kali ini, yang disampaikan oleh mas Fahmi. Sesi perkenalan komunitas Street Banditos tersebut menceritakan proyek-proyek kreatif yang telah dibuat oleh Street Banditos, yang hingga saat ini telah menghasilkan 4 proyek, dari proyek “Dear Jakarta” yang perdana, hingga proyek “Geo Metro” terakhir yang menggambarkan bentuk-bentuk geometris Jakarta dalam bentuk fotografi.

Saya pribadi mengenal komunitas Street Banditos melalui penelusuran di dunia maya mengenai perkembangan fotografi beserta komunitas fotografi yang tumbuh di Indonesia. Ketika itu saya tertarik atas proyek fotografi yang mereka lakukan, yaitu proyek “Railways Runaway” di tahun 2012, yang mendokumentasikan serta menceritakan tentang realitas Jakarta  dan sekitarnya termasuk kehidupan urban perkotaan, lingkungan, dan kondisi  sosial masyarakat yang hidup disekitar rel kereta dari Manggarai hingga Bogor.

Street Banditos Project : Railways Runaway (http://streetbanditos.com/)
Street Banditos Project : Railways Runaway (http://streetbanditos.com/)

 

#ArisanSP2 - Visual Literacy (Ardika Percha)
#ArisanSP2 – Visual Literacy (Ardika Percha)

 

Kemudian acara pun dilanjutkan dengan sesi workshop, yaitu pemaparan dan diskusi mengenai visual literacy. Mas Halbet menyampaikan tujuan mengapa kita mempelajari dan membahas visual literacy untuk pendekatan membaca sebuah foto yaitu :

  1. dengan visual literacy kita dapat menceritakan melalui kata-kata apa yang kita lihat untuk diri sendiri
  2. dengan visual literacy kita dapat mengkomunikasikan apa yang kita lihat kepada orang lain dengan baik
  3. dengan visual literacy kita dapat membuat kritik dan inteprestasi terhadap sebuah gambar/foto dengan lebih akurat

Dan mas Halbet pun menyampaikan beberapa tahapan yang direkomendasikan dalam ber-visual literacy ria, yaitu dari tahap melihat foto tersebut (Look), selanjutnya memperhatikan secara keseluruhan foto tersebut dengan mendalam (See), lalu mencoba menjelaskan elemen apa saja yang ada di foto tersebut (Describe) seperti elemen garis, warna, kontras, bentuk, emosi, dsb.

Kemudian dari tahap selanjutnya masuk ke tahap menganalisis terkait elemen foto teresebut dengan konteks yang diketahui oleh kita selaku pembaca (Analyze), dan akhirnya mengintepretasikan pesan apa yang ingin disampaikan oleh foto tersebut, yang dibuat oleh fotografer bersangkutan  (Interpretation).

#ArisanSP2 - Pembahasan Visual Literacy (Ardika Percha)
#ArisanSP2 – Pembahasan Visual Literacy (Ardika Percha)

 

Dalam pemaparan tersebut juga disertai diskusi interaktif bersama teman-teman peserta #ArisanSP, serta sekaligus mencoba membaca beberapa contoh foto bersama-sama. Menariknya dari diskusi bersama tersebut, antara satu orang dengan orang lainnya ternyata beberapa memiliki pendapat berbeda dalam membaca satu foto, sehingga memperkaya jalannya diskusi sekaligus sebagai ajang saling bertukar pikiran serta memperluas ilmu dan wawasan sesama penikmat dan penggiat street photography dalam acara #ArisanSP tersebut.

Terkait sesi workshop tersebut, mas Halbet juga menyampaikan bahwa bahasan visual literacy tidak cukup hanya dengan diskusi tersebut, namun apa yang disampaikan dan didiskusikan bersama bisa menjadi tahapan dan pijakan awal untuk mempelajari lebih dalam lagi bagaimana kita membaca sebuah foto dengan baik dan benar. Beliau juga menambahkan dan merekomendasikan untuk mempelajari lebih lanjut mengenai konsep Gestalt untuk alternatif membaca suatu karya foto terkait visual literacy.

Saya pribadi sangat mengapresisasi positif adanya acara diskusi fotografi seperti ini, terutama fotografi yang menggunakan pendekatan  street photography. Dengan adanya acara tersebut, dapat memperkaya dunia fotografi Indonesia apapun genre serta jenisnya, sehingga memiliki variasi kegiatan selain “hunting bareng” dan berkaitan dengan acara “turun ke jalan”, dan tidak selalu berkutat dengan diskusi teknik fotografi saja, namun kedepannya bagaimana kita bisa membaca dan mengkritisi sebuah foto dengan pendekatan serta metode yang baik dan tepat guna, sehingga secara tidak langsung kita sendiri bisa terus berlatih menghasilkan sebuah foto yang lebih baik, tidak hanya dari sisi keindahan foto saja, namun menjadi lebih khusus kearah pesan apa yang ingin disampaikan dari foto tersebut.

Semoga kedepannya fotografi indonesia semakin ramai, riuh, dan gaduh oleh acara-acara fotografi yang positif seperti ini. Maju terus fotografi Indonesia 🙂


Tautan Luar :

  1. Situs Komunitas Street Banditos : http://streetbanditos.com/
  2. Grup Facebook Komunitas bi-Ru (bingkai ruang publik)
  3. Situs Komunitas Sidewalker Asia (SWA)
  4. Grup Facebook Komunitas ISTRIE
  5. Konsep Gestalt: http://en.wikipedia.org/wiki/Gestalt_psychology

 

Jambore Street Photography Indonesia 2014

 

Pada bulan Juni 2014 ini, penggiat fotografi Indonesia khususnya penggemar street photography, diramaikan oleh acara tingkat nasional, yaitu Jambore Street Photography Indonesia yang pertama kali diadakan, melibatkan 7 komunitas street photography, 12 kelompok fotografi regional dari dalam negeri, dan 9 kelompok fotografi regional dari luar negeri yang berkolaborasi dalam acara ini. Komunitas street photography yang terlibat di antaranya adalah Side Walkers Asia (sidewalkers.asia), Bingkai Ruang Publik (Biru), Photobook Club, Indonesia Street [Mobile] Photograpie (ISTRIE), Streetbanditos, Street Photography Purwokerto (SEPUR), dan Tuban Street Photography.

 

 

Jambore Street Photography Indonesia berlangsung dari 7 Juni sampai 25 Juni 2014, bertempat di daerah bilangan Kemang, yaitu di Pannafoto Institute Jakarta, yang menggelar pameran, seminar, dan lokakarya yang membahas mulai dari perkembangan street photography di Indonesia hingga pembahasan teknis mengenai penyuntingan foto terkait street photography.
Jambore Street Photography Indonesia dibuka oleh sambutan dari Halbet Cahyadi Putra, selaku ketua panitia dari Jambore Street
Photography Indonesia 2014.

“Acara Jambore Street Photography Indonesia ini bertujuan untuk mempresentasikan seluruh karya Street Photography dari Indonesia dalam sebuah kegiatan dan wadah”, ungkap Halbet Cahyadi Putra, ketua dari JSPI 2014 pada pembukaan acara tersebut . Halbet menambahkan bahwa kegiatan ini juga bertujuan sebagai wadah silahturahmi sesama pegiat street photography di seluruh Indonesia dan mengenalkan street photography kepada masyarakat umum.

Lalu selanjutnya acara diisi dengan pembukaan pameran foto serta pemaparan rekam jejak street photography di Indonesia oleh Nina Masjhur terkait Klik Fotografi – Kelompok Fotografi Jalanan, sebagai salah satu pelopor street photography di Indonesia. Kemudian acara dilanjutkan ramah tamah dari berbagai komunitas yang terlibat dalam Jambore Street Photography Indonesia.

 

 

Lalu pada 14 Juni 2014, Jambore Street Photography Indonesia diisi Lokakarya dengan materi mengenai bagaimana membaca foto, yang disampaikan oleh Suryo Gumilar, seorang fotografer dan salah satu penggiat street photography di Indonesia yang tergabung dalam komunitas Side Walkers Asia. Suryo Gumilar menyatakan konteks dalam suatu proses fotografi merupakan hal yang perlu diperhatikan, karena mempunyai pengaruh dalam pembacaan suatu hasil karya fotografi tersebut.

Kemudian pada Lokakarya sesi selanjutnya disampaikan oleh Ridzki Noviansyah, salah satu Co-Founder dari Jakarta Photobook Club, berupa materi bagaimana menyunting foto yang bercerita. Kegiatan menyunting foto kali ini bukan kegiatan menyunting dengan perangkat lunak untuk olah digital, namun kegiatan untuk memilih, menyeleksi dan menyusun foto-foto berdasarkan sebuah tema, gagasan atau cerita, sehingga menjadi sebuah karya fotografi. Ridzki Noviansyah menyampaikan gagasan alternatif yang menarik, yaitu sebaiknya pelaku fotografi khususnya penggiat street photography di Indonesia, membuat konsep cerita terlebih dahulu, baru kemudian melakukan blusukan untuk melakukan proses pembuatan foto tersebut, dan selanjutnya menyeleksi serta menyusun foto-foto berdasarkan konsep cerita yang telah disusun sebelumnya.

 

 

Selama Lokarya tersebut, terlihat peserta antusias berperan serta dalam proses diskusi dan praktek, sehingga lokakarya berjalan santai, penuh gelak tawa, dan berjalan lancar. Seperti yang disampaikan oleh Ridzki Noviansyah, bahwa penyusunan foto yang bercerita tersebut perlu dilakukan, tidak hanya berfokus pada sebuah foto tunggal, sehingga memberikan alternatif dalam proses kreatif penggiat street photography.

Dengan suksesnya Jambore Street Photography Indonesia yang pertama kali ini, yaitu berkumpul semua penggiat street photography yang terlibat, kemudian adanya pameran foto yang menghasilkan street photography berkualitas tinggi, serta antusiasme peserta dalam lokakarya yang diselenggarakan, diharapkan kedepannya penggiat street photography dapat menghasilkan karya fotografi yang lebih baik dan menjadi salah satu pilar pendukung penting dalam pengembangan industri kreatif Indonesia di bidang fotografi.

Tautan Luar :

– http://jamborespi.com/tentang-jspi/

– Foto : Halbet Cahyadi Tim JSPI, Ardika Percha

– Artikel ini juga hadir di Portal Indonesia Kreatif (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) =  http://news.indonesiakreatif.net/jambore-street-photography-indonesia-2014-diadakan

 

Jelajah Bumi Ruwa Jurai (Bagian 2)

 

Setelah mengarungi perjalanan mencapai Lampung dari Branti, Rajabasa, hingga ke Unit 2 Tulang Bawang Barat di artikel blog saya sebelumnya di Jelajah Bumi Ruwa Jurai (Bagian 1) bersama masbro Isal, maka hari-hari selanjutnya kita melalui dan menyatu dengan keseharian warga TBB (Tulang Bawang Barat). Bagi saya pribadi, mengamati keseharian dan aktivitas warga TBB menjadi hiburan sendiri, bertemu orang-orang baru di lingkungan yang baru nan berbeda, dan salah satunya yang menjadi perhatian saya pada tingkah polah anak-anak yang polos dan lucu.

kumpul bocah TBB

 

Di sore hari itu, sama seperti anak-anak Indonesia lainnya, pada kisaran usia anak-anak balita dan SD, anak-anak di TBB tersebut riang gembira bermain, berlarian kesana kemari, dan bercanda, namun terdapat momen unik yaitu ketika mereka bermain dengan alat permainan tradisional. Permainan dengan menggunakan alat tradisional membuat saya jadi membandingkan dengan permainan adik-adik keponakan beserta teman-temannya di ibukota yang sudah dirambahi permainan digital dengan berbagai macam peralatan gadgetnya.

Salah satu yang mengundang minat dan ketertarikan saya yang saya utarakan sebelumnya yaitu ketika mereka bermain dengan permainan tradisional menggunakan alat permainan terbuat dari bambu, yaitu permainan egrang. Saya terakhir kali melihat langsung permainan egrang hanya pada acara atau momen tertentu, biasanya pada acara tujuh belasan merayakan kemerdekaan Republik Indonesia.

mulai bermain egrang

 

mulai bermain egrang (2)

 

latihan ber-egrang

 

ready for egrang games!

 

bermain egrang

 

mutar-muter ber-egrang

 

bermain egrang (2)

 

bermain egrang (3)

 

Ngomong-ngomong soal egrang, egrang merupakan permainan yang menarik untuk ditonton, yang biasa dimainkan oleh anak-anak maupun dewasa, untuk berlomba seperti adu lomba lari menggunakan alas tapak kaki semacam ruas bambu yang dibuat sedemikian rupa. Sarana yang diperlukan yaitu tanah lapang dan dua bilah bambu yang biasanya sepanjang + 2 – 2,5 meter yang diberi pijakan pada ketinggian + 60 –75 Cm ruas bambu bagian bawah, sehingga pemain egrang akan terlihat lebih tinggi ketika bermain dari rata-rata orang pada umumnya. Para pemain berdiri di atas pijakan itu dan berlari dengan menggunakan egrang tersebut. Selain itu egrang disebut juga dengan permainan jangkungan, sebab orang-orang yang memainkannya menjadi lebih tinggi/jangkung.

Permainan seperti egrang membuat anak-anak bermain keluar, bermain di alam bebas, serta saling berinteraksi, bersosialisasi dan kontak-tatap muka secara fisik yang menyenangkan sekaligus mencerdaskan, sehingga dapat meningkatkan antusiasme anak dalam perkembangan kognitif, bahasa, fisik, dan kehidupan sosial si anak tersebut, seperti yang dipaparkan beberapa kajian mengenai pendidikan anak yang pernah saya baca dan temui di internet (lebih detailnya, silahkan merujuk pada bagian  ‘Sumber’ pada akhir artikel tulisan blog saya ini).

Permainan Tradisional merupakan kekayaan budaya bangsa yang mempunyai nilai-nilai luhur untuk dapat diwariskan kepada anak-anak sebagai generasi penerus. Permainan anak tradisional merupakan permainan yang mengandung wisdom, memberikan manfaat untuk perkembangan anak, merupakan kekayaan budaya bangsa, dan refleksi budaya dan tumbuh kembang anak. Hasil kajian yang dilakukan oleh peneliti bahwa permainan anak tradisional mempunyai hubungan yang erat dengan perkembangan intelektual, sosial, emosi, dan kepribadian anak (Widyo Nugroho, 2012).

Momen ketika sore hari itu pun melengkapi pengalaman dan perjalanan saya menjelajahi Bumi Ruwa Jurai tersebut menjadi bermakna, serta memberikan tidak hanya hiburan semata, namun memberikan sudut pandang pemikiran mengenai Indonesia, anak-anak, permainan tradisional, serta mengenai Lampung sendiri, bahwa pembangunan awal dan menjadi pondasi penting yaitu pada anak-anak dan pendidikan dini, dari hal yang kecil, misalnya permainan, akan mempunyai dampak yang besar di masa datang tidak hanya Lampung, namun Indonesia secara keseluruhan.

 

egrang player

 

egrang player (2)

 

lets forward!

 

tengok

 

game over

 

==

Sumber :

  1. http://disporbudpar.cirebonkota.go.id/index.php/Artikel/egrang.html
  2. http://id.wikipedia.org/wiki/Egrang
  3. http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/07/16/3/168674/Mahasiswa-UGM-Kembangkan-Permainan-Edukatif-Tap-The-Teeth
  4. http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/IK/article/view/9520
  5. http://m.koran-sindo.com/node/305598
  6. http://yamaro-dikdas.blogspot.com/2012/11/nilai-nilai-karakter-dalam-permainan.html

 

Compfest UI 2013

 

Pada bulan lalu saya berkunjung ke salah satu event IT tahunan di Kampus UI Depok untuk mengetahui perkembangan teknologi IT dari sudut pandang mahasiswa UI serta apa yang akan jadi topik atau tema IT yang menarik saat ini. Sebelumnya saya juga pernah datang pada event ini di tahun 2009, dan pernah saya bahas pada artikel saya di  Computer Festival UI 2009.

Seperti yang disampaikan pada rilis resmi di situs CompFest, Computer Festival merupakan one-stop IT event tahunan yang diselenggarakan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia yang terdiri atas rangkaian kompetisi, roadshow, seminar, playground, dan entertainment.

 

CompFest UI tahun 2013 memiliki tema “Facing National Development Towards Innovation and Collaboration – FANTASTIC” yang bertujuan untuk memacu dan meningkatkan kolaborasi antar akademisi, lembaga pemerintahan, perusahaan, start-updeveloper, dan komunitas agar mendapatkan hasil inovasi terbaik untuk kemajuan IT di Indonesia.

Berikut beberapa aktivitas di event CompFest UI 2013 yang saya dokumentasikan :

 

1. riuh ramai – startups

2. riuh ramai – startups part 2

3. riuh ramai – academics & communities

4. finalis kompetisi 

 

5. i`m @ Compfest

 

6.  katakan cinta versi compfest ?!?!

7.  sudut penukaran poin : gosip girls

8.  sudut penukaran poin : tebar merchandise

9.  narsis compfest

10. area luar compfest

11.  sang maskot compfest

12.  spot nyaman

13.  sang biduan 

14. the show

15. menunggu momen

16. penunggu tribun 

17.  tim hore-hura

18. sang ketua panitia yang berkacamata

Sumber :

http://compfest.web.id/

 

Seri Foto Panitia & Fasilitator Festival Gerakan Indonesia Mengajar

  Selain berpartisipasi dengan bekerja bakti di Festival Gerakan Indonesia Mengajar yang saya tulis di artikel blog  yaitu Ulasan Festival Gerakan Indonesia Mengajar, saya juga gatal untuk mendokumentasikan beberapa aksi dari kawan-kawan panitia-fasilitator yang telah bekerja keras membantu dan memfasilitasi #KerjaBakti tersebut.

So enjoy Seri Foto Panitia & Fasilitator Festival Gerakan Indonesia Mengajar  yaa… maaf-maaf jika jepretannya ada yang tidak berkenan, maklum (sok) paparazzi dan candid bro sis  🙂

1. penunggu meja registrasi

 

2. tim biru siap 🙂

 

3. ibu-ibu lagi sibuk

 

4.  seksih dokumentasih

 

5. muncul tiba-tiba o_o

 

6.  3 serangkai penjaga pintu

 

7. Sang Pembuka Acara (di Kelas Orientasi)

 

8.  Cewek Paser Kaltim 🙂

 

9. bonito

 

10.  tim bincang biru

 

11.  fairy tale

 

12. ibu-ibu kalau lagi kumpul, biasanya…… (isi titik-titik)

 

13. ibu-ibu kalau lagi kumpul, biasanya…… (isi titik-titik) part 2

 

14. katanya sih bidadari turun dari pohon ijo dibelakang tuh 😀

 

15. riri riza 😀

 

 

16. eeehhh ijo ijo 🙂

 

 

17.  walkie talkie girl

 

 

18. narsis bareng pak Anies

19. cerah

20. always connected

 

 

 

–The End–