Di minggu ini tergolong cukup padat dan berasa waktu berjalan cepat. Ada beberapa dinamika pekerjaan yang menarik untuk disimak, salah satunya mengenai culture kerja yang sempat saya bahas di mikroblog ini, nah kebetulan bidang pekerjaan saya terkait dunia digital dan teknologi, maka techbro-techbro diluar sana pasti memiliki semacam acuan atau framework yang digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari.
Framework yang menjadi salah satu panduan dan acuan yang (mungkin) paling dikenal dan masif digunakan di dunia digital teknologi dalam satu dekade lebih yaitu framework Scrum yang mengadopsi pola kerja agile, adaptif, lincah, dan selalu mengedepankan kemandirian dan transparansi. Saya pribadi sudah sekitar 6 tahunan terakhir ber-agile ria dengan berkutat pada backlog, jira-jiran, grooming sampai demo day or serimonial review!
Agile
Menariknya dari pengalaman saya, mayoritas kolega dalam pekerjaan sehari-hari menganggap scrum merupakan suatu hal yang positif, tapi ada juga mengangap agile scrum sesuatu yang membatasi bahkan mengikat, ini suatu pemikiran yang ekstrem berbeda jauh menurut saya. Kalau untuk saya pribadi apapun metode kerja or framework yang digunakan hanya sebagai tool, yang penting adalah faktor manusianya yang menjalankan. Anyway ada rekan kerja juga entah kenapa benci dengan pola kerja SDLC dan waterfalll, karena kaku dan obselete menurut ybs.
Nah… kalau menurut saya tergantung dengan tujuan dan kebutuhan tim atau fokusnya stakeholder sih untuk metode kerja apa yang baik digunakan. Kebetulan saya sempat bekerja di suatu startup yang kental budaya agile ini, tapi menariknya salah satu tim di startup itu menggunakan pola kerja SDLC!
Wah kenapa seperti itu ya? Ternyata ketika discuss dengan tim tersebut bahwa seluruh requirement dan backlog-nya sudah jelas dan detail, karena nature dari tim tersebut menangani pengembangan laporan dengan format baku dan seluruh data point cukup jelas diketahui terkait dengan regulatory report ke pihak regulator/pemerintah, jadi semuanya sudah saklek, jarang terjadi inovasi yang to the moon, serta reporting macam ini jarang sekali berubah, kecuali ada update regulasi, dimana hal itu jarang terjadi, bahkan dalam 1 tahun kalender.
Techbro
Tim, pola kerja, product, dan stakeholder menjadi bauran yang tidak mungkin terpisahkan dalam pengembangan suatu sistem. Jika salah satu sudah cukup jelas, terutama dari sisi product dan stakeholder (baca: user), maka tim dan pola kerja menurut saya akan mengikuti, seperti case tim regulatory reporting di kantor startup saya dulu.
So, poinnya bukannya keren-kerenan or gagah-gagahan bahkan pamer sebagai techbro-techbro kece, bahwa membanggakan satu framework secara berlebihan dan menghujat framework lainnya, karena menurut dia (saat itu) paling benar, sudah terbukti (proven), merasa level posisinya tinggi, lalu karena sudah berkutat lama sok paling pengalaman, sehingga menjadi paling mahatahu, bahkan menjadi toxic dan bullying ke pihak yang berseberangan! Wow itu jadi pola pikir yang salah, lah wong katanya agile, kok jadi punya pemikiran sempit dan menutup mata, harusnya jadi seperti ilmu padi dan terbuka dengan hal lain plus lincah dan adaptif.
Tautan Lainnya
- https://www.scrum.org/resources/scrum-guide
- https://resourcehub.bakermckenzie.com/en/resources/global-financial-services-regulatory-guide/asia-pacific/indonesia/topics/who-regulates-banking-and-financial-services-in-your-jurisdiction
- https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/tech-bro