Dalam beberapa pekan terakhir gw sering baca-baca artikel, yaa meski memang tiap saat kita-kita juga baca beragam piece of something dari internet, cuma sekarang lagi hobi baca-baca lagi di Medium. Sindrom ini mirip ketika di era pandemi sekitar tahun 2020 – 2021an kemarin, dimana lebih banyak waktu untuk belajar hal lain.
Medium
Medium itu mirip seperti perpustakaan kece yang modelan seperti kafebuku, oia kafebuku itu sebuah kafe unik di sekitar Depok Margonda yang sekaligus perpustakaan, so kalau kesana kagum dengan koleksi buku, suasana kafe, dan bisa ngemil pula. Cuma sayangnya kafebuku tersebut sudah tutup dan hilang tak berbekas.
Nah… Medium ini seperti lebih kaya bacaannya, cuma sayangnya ada batasan dalam “mengkonsumsi” untuk versi gratisan, untuk membaca lebih banyak lagi, harus subscribe kisaran 5 USD atau sekitar 70-80 ribuan Rp per bulan. Soal subscribe ini menjadi penghalang apa worthed it kah untuk menikmati hal tersebut?!
Di sisi lain, Medium sekarang ada program Medium Partner untuk Indonesia, so memang ada potensi monetisasi, cuma ngga berharap juga sih, lebih kearah iseng aja, bahkan untuk hobi aja… hhmm..
Dari diskursus di otak gw ini, maka isu Medium ini, ada 2 hal kalau dipikir yaitu :
#1 Medium sebagai kanal media untuk membaca beragam tulisan yang berkualitas dan ada komunitas yang oke, plus Medium itu contoh nyata produk digital dan kanal media yang sukses
#2 Medium sebagai kanal media untuk berbagi tulisan dan ada potensi monetisasi, mungkin tidak berharap banyak, namun lebih dekat & lebih realistis untuk lebih mendapat atensi, serta bisa jadi sebagai gateway traffic ke blog utama gw sih, dan latihan menulis untuk perspektif berbeda
So.. kalau poin #1 diatas memang lagi suka baca-baca lagi, dan di poin #1 ini dampaknya juga jadi bongkar-bongkar kardus dirumah nyari buku fisik untuk dibaca lagi, mungkin rasa intelektualitas lagi naik, atau memang cari “hobi baru rasa lama” entah ya.. oia kebetulan anak lagi getolnya baca-baca & dibacain buku sebelum tidur, so banyak variabel soal poin #1 ini.
Lalu untuk poin #2 muncul karena ada “desakan” cari “tambahan finansial” yang tidak menyita waktu, cuma kalau ada potensi tambahan meski cuma recehan, kenapa enggak, cuma di era influencer & content creator ini, sepertinya tidak semudah dulu dapat uang dari kolam uang satu ini, jadi lebih berharap menjadi hobi yang positif produktif dan cari traffic semata aja dalam jangka panjang, kalau ndak ya ujung-ujungnya hobi saja wkwkwkw!
Durabita
Dari isu Medium ini jadi kepikiran untuk revive Durabita yang sudah anumerta, atau membuat sesuatu yang baru mirip dengan Durabita dengan wajah yang berbeda atau minimal dengan cakupan yang lain.
Jauh sebelum tiba-tiba muncul isu soal Medium, hobi baca, soal buku fisik, maka kepikiran untuk coba-coba semacam mini web, blog komunitas, kanal media, bahkan cuma postingan yang sifatnya remeh temeh soal review makanan kuliner atau share place of interest, yang lebih fokus ke hyperlocal, lebih ke scope yang semakin kecil berkaitan dengan lingkungan sekitar aja, ndak muluk-muluk so nasional dan go international, malah pengen di sekitar kehidupan yang skala lebih kecil.
So.. apa ini ke Medium aja? atau malah kearah yang lainnya? hanya waktu & mood yang bisa menjawab 🙂