Dalam seminggu ini intensitas kerja saya menjadi lebih banyak kearah WFO, dimana dalam beberapa hari terakhir harus on-site dan bertemu dengan klien dan stakeholder. Untuk saya pribadi WFO diperlukan untuk komunikasi intens, kolaborasi, dan meningkatkan interaksi hubungan manusia ketika bertatap muka. Disisi lain saya yang pasti pro WFH karena faktor perjalanan PP, kesehatan, keluarga, dan ekonomi. Khusus soal ekonomi jadi lebih hemat tidak perlu makan diluar, penghematan luar biasa biaya bensin+tol+parkir, dan soal durasi waktu perjalanan yang tidak ada, serta yang terpenting dekat dengan keluarga.
WFH/WFA
Ketika pandemi menyerang, maka opsi teraman yang pasti kerja dirumah, dan kebijakan WFH pun diimplementasikan. Pembahasan panjang lebar soal WFH dan beberapa keunikan serta kelebihannya pernah saya tulis di artikel blog utama saya disini, ketika pandemi khususnya ber-WFH tersebut, banyak aktivitas positif yang dilakukan yang mungkin sebelumnya tidak terpikirkan dan Alhamdulillah saya menjadi dekat sekali dengan keluarga. Untuk kekurangan WFH/WFA, terkadang kabur batas antara bekerja dan sudah selesai bekerja, dari sisi pikiran,tempat dan waktu, dan agak nyerempet ke konsep ‘work life balance’, serta konektivitas internet menjadi hal digdaya, dimana ketika itu menjadi salah satu isu saya, maklum rumahnya di kampung.
WFO
Ketika WFO, menurut saya positifnya bisa langsung diskusi dan ngobrol ke kubikal, atau ngobrol ketika berpapasan, lalu kalau mau ngobrol tidak perlu setup Gmeet/Teams, ya langsung aja 🙂 untuk poin ini soal interaksi langsung tatap muka tidak bisa tergantikan, terutama kalau belum pernah sama sekali bertemu, maka biasanya ada satu waktu ingin offline & on-site bertemu orang baru tersebut.
Nah.. kalau negatifnya tadi diawal sudah saya share yaitu terkait faktor perjalanan PP, kesehatan, keluarga, dan ekonomi. Kalau dulu harus ke kantor, paling tidak sekitar 1,5 – 2 jam perjalanan, maka sehari sudah makan waktu bisa 3,5 – 4 jaman untuk berkomuter ria, itu hitungan naik mobil pribadi, kalau naik transportasi publik tidak jauh berbeda, meski dari sisi biaya lebih hemat sedikit daripada naik kereta misalnya, cuma penyebabnya dari stasiun kereta ke kantor butuh “last mile transportation” yang mayoritas naik ojol yang biayanya tidak murah lagi
GaGe
Ketika sudah memiliki mobil dan realibilitas transportasi publik dipertanyakan, plus musim hujan yang hampri sepanjang tahunu, lalu ketersediaan ojek sulit, dan kenaikan harga ojol yang jarang promo lagi, maka saya pun beralih ke berkendara dengan mobil, ketika dihitung tidak jauh berbeda dari sisi biaya, kemudian sekarang naik KRL Commuter Line sekarang lebih padat membludak bahkan ledaan pengguna KRL lebih besar dibanding sebelum pandemi, ditambah gagalnya impor kereta KRL baru, jadi mengubah jadwal perjalanan KRL selama ini. Anyway saya sudah mencoba beberapa alternatif transportasi, yaitu kombinasi naik KRL-ojol atau KRL-TransJakarta dengan naik mobil jalan biasa atau naik mobil jalan tol, maka kesimpulannya tidak jauh berbeda ya.
Yang menyebalkan ketika harus WFO yaitu terjebak dengan aturan gage (ganjil-genap), karena terkadang harus memutar jauh atau harus masuk tol untuk cari jalan alternatif plus mempercepat perjalananan, karena WFO nya tidak sering, maka pilihan naik mobil menjadi opsi cukup baik.
So, yang jelas saya pendukung WFH dan aturan gage sebenarnya bagus, namun ketika nopol mobil sesuai tanggal gagenya sih ndak masalah, isunya pas nopol tidak cocok tanggal gagenya, jadi puyeng!
Tautan Lainnya
- https://www.ruangkerja.id/blog/work-from-home-wfh-vs-work-from-office-wfo-pro-kontra
- https://employers.glints.com/id-id/blog/work-from-office-wfo-2023-pasca-transisi-work-from-home-wfh/
- https://jakarta.bisnis.com/read/20230826/77/1688628/gage-24-jam-masih-di-kaji-heru-budi-masih-dipertimbangkan-dampaknya
- https://megapolitan.kompas.com/read/2024/01/29/19074751/keluhan-penumpang-krl-pada-jam-sibuk-makin-sumpek-hingga-sulit-dapat
- https://tirto.id/impor-krl-bekas-ditolak-bagaimana-dampaknya-ke-layanan-kci-gExJ