Trello adalah salah satu aplikasi dan layanan digital favorit saya, karena mudah digunakan, dapat digunakan praktis karena unggul dari sisi visualisasi.. so simple but powerful, dan satu hal lagi, yaitu untuk kebutuhan personal bisa digunakan gratis bro!
Seingat saya, sudah dari sekitar tahun 2014 atau 2015 saya menggunakan Trello dan memanfaatkan baik untuk pekerjaan maupun untuk kebutuhan pribadi, mulai dari mengorganisasikan task & status suatu project, wadah untuk menjadi documentation hub yang bisa di-share & saling update dengan teman-teman, jadi tempat untuk kumpulan artikel dan menjadi semacam moodboard, sampai bikin wishlist barang yang ingin dibeli pas terima bonus nanti!
Trello.com
Intinya, Trello menjadi tool yang memudahkan saya dalam beraktivitas, serta dengan semua fitur yang oke banget tersebut, kita tidak membayar apapun untuk fitur basic sudah lebih dari cukup, ditambah pula fitur kolaborasi dengan rekan sejawat, lengkap sudah!
Plan Trello Berbayar
Awal tahun ini, ada kabar yang tidak mengenakkan, kalau Trello akan dibatasi fitur-fiturnya dan bahkan dikenakan biaya langganan kalau menggunakan layanan yang sudah ada tersebut. Lalu pada bulan Februari – Maret, akhirnya berita simpangsiur di belahan internet terbukti, yaitu secara resmi menggeluarkan dan bikin kecewa juga pas pertama kali membaca artikel di Trello Help tersebut.
Trello.com
Team Board & Board Berbayar
Plan yang baru ini berdampak ke ke team board yang free, jadi misal kita punya 1 team board page yang isinya lebih dari 10 board, yang digunakan dan di-share ke teman-teman lain, maka mau gamau harus bayar dan menjadi lisensi business class. Untuk cek board yang kamu gunakan itu masih free atau tidak, bisa dilihat dari jumlah anggota yang ada di visualisasi foto dan dalam bentuk angka.
Sekitar tahun 2012 saya sempat bergabung (sebentar) dengan salah satu agency periklanan, pemasaran, dan branding yang cukup tersohor di eranya, karena memegang beberapa brand ternama dan bahkan memiliki kontrak jangka panjang aka retainer dengan beragam big brand.
Saat itu, agency ini sedang (berusaha) bertransformasi menjadi digital agency untuk memperluas market (baca: billing) di pasar Indonesia. Leaders di agency tersebut (sepertinya) susah payah membangun tim digitalnya pertama kali di Indonesia ketika itu, karena isu talent di Indonesia dan hal yang berbau digital adalah “spesies” yang masih baru dikenal. Hal ini terbukti sebelum saya masuk, ketika saya masih bekerja disana, hingga saya sudah resign pun mereka kesulitan dalam merekrut kandidat yang punya latar belakang digital, teknologi, sekaligus paham branding dan marketing (sounds want to recruit superman & super team aka avenger ya?!), dan diharuskan memiliki wawasan dan pemahaman yang spesifik terkait beberapa topik dan skill yang dibutuhkan.
Salah satu posisi yang dicari ketika itu adalah digital strategist, digital analyst dan digital content, dan ketiga posisi tersebut, diminta untuk memiliki pemahaman mengenai Information Architecture. Nah.. untuk pertama kalinya saya mengenal terminologi baru bin asing di telinga saya, yaitu Information Architecture, dan semasa itu tergolong minim informasi mengenai topik tersebut, dan bahkan scope ini di digital-social media masih terbilang ranah media baru di Indonesia. Dengan berbekal hunting informasi, membaca sana sini, dan berdiskusi dengan pelaku industri, saya pun akhirnya tetap terjun untuk bergabung, karena dengan sekalian praktek sepertinya bisa langsung tahu dan menghadapi kasus nyata di lapangan, plus menikmati beberapa training dari kantor pusat yang cukup memberikan asupan wawasan ke otak saya.
10 bahkan mungkin 5 tahun lalu, pengguna handphone dan social media enggak sebanyak sekarang. Pertumbuhan pengguna social media dan handphone pada masyarakat, selain dipengaruhi oleh perbaikan ekonomi juga dipengaruhi oleh fungsi dan kebutuhan masyarakat. Sayangnya, selain memberikan pengaruh yang baik, penggunaan social media dan handphone pada masyarakat juga memberikan pengaruh buruk. Salah satunya adalah dengan maraknya penyebaran hoax atau berita bohong.
“Eh tau enggak, si A dipukulin fansnya grup Korea kemaren?” Tau dong kejadian rapper yang kemaren ngaku dipukuli padahal bohong ini? Saya yakin enggak sedikit yang kemakan kebohongan dia. Makanya, kita harus pinter-pinter buat memfilter biar bisa menangkal hoax yang disebarkan oleh siapapun, ya.
Nah, biar enggak kemakan isu dan gampang percaya sama hoax, berikut saya bagikan tips buat kamu ya untuk menangkal hoax ya:
Berita hoax biasanya dikasih judul yang click bait atau menipu agar sensasional dan provokatif. Kalo kamu nemu berita macam gini, sebaiknya cari referensi berita yang berkaitan dari situs online resmi, lalu bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Hal ini dilakuin supaya kamu bisa tau kebenarannya dan bisa menarik kesimpulan yang lebih terpercaya dan berimbang.
Biasanya temen-temen mendapatkan informasi dari social media ataupun situs pemberitaan. Untuk informasi yang diperoleh dari situs pemberitaan yang mencantumkan link atau mengklaim berasal dari situs tertentu, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apakah ada di dalam situs tersebut ataukah tidak. Jika berupa URL, kalau berasal dari situs yang belum diverifikasi institusi pers resmi, atau hanya domain blog, menurut saya informasinya bisa jadi meragukan. Dewan Pers mengatakan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita, namun yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tidak lebih dari 300.
Penulisan narasi untuk berita biasanya mengungkapkan berbagai fakta. Fakta tersebut perlu divalidasi ke sumbernya dulu lho. Saran saya gunakan metode 5W 1H untuk mengecek fakta tersebut dan carilah sumbernya dari mana, apakah ada narasumber atau saksi langsung. Atau apakah berasal dari institusi resmi. Sebaiknya jangan lekas percaya apabila informasi bersal dari individu seperti pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.
Di zaman now, biasanya berita dilengkapi dengan foto. Hal ini berdampak pada manipulasi yang dilakukan. Enggak cuma teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Kadang penyebar hoax mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Buat ngcek foto tersebut, selain meneliti gambar, kamu bisa manfaatin memanfaatkan mesin pencari Google.
Biar hoax enggak semakin merajalela, saran saya kalau kamu menemukan informasi hoax, kamu langsung bisa melaporkan hoax tersebut. Jika di media social, misalnya Facebook, gunakan fitur Report Status dan kategorikan informasi hoax sebagai hatespeech/harrasment/rude/threatening, atau kategori lain yang sesuai. Jika banyak yang melapor biasanya Facebook akan menghapus konten tersebut.
Unsplash
Media sosial bagai pisau bermata dua, dapat menjadi peluang positif dan bermanfaat bagi diri sendiri serta orang sekitar, namun bisa berpotensi negatif dan merugikan banyak orang. Kita sendiri sebagai pribadi yang haru lebih bijaksana dalam memanfaatkan media tersebut. Selain adanya content positif dan memberikan manfaat sekaligus inspirasi bagi banyak orang, di sisi lain banyak kita temukan berita yang cenderung negatif bahkan bisa ditemukan berita palsu yang menyesatkan.
Minggu lalu saya sempat berdiskusi dengan beberapa kawan yang “bermain” di ranah digital, social media, marketing dan branding. Dari hasil diskusi tersebut mengerucut mengenai layanan streaming yang sudah menjadi “makanan sehari-hari” orang Indonesia, hal ini terjadi di kalangan teman-teman, serta hal ini pun dilakukan oleh saya sendiri dan keluarga pun menikmati model hiburan tersebut. Dengan semakin luas dan mudahnya akses hiburan tersebut, maka tren konsumsi hiburan melalui streaming media beserta content-content-nya yang tersedia pun menjadi semacam idola baru hiburan keluarga Indonesia.
Sumber : Indonesia Digital Landscape 2018 Q1 – We Are Social & Hootsuite
Dengan lebih dari 132 juta pengguna internet di Indonesia dengan penetrasi internet diatas 50% yang merujuk dari data We Are Social di awal tahun 2018, maka jelas Indonesia memiliki potensi besar dan tingkat adaptasi yang cukup tinggi terhadap berbagai hal terkait internet dan digital. Hal ini pun dibuktikan dari hasil survei Google Consumer Barometer untuk pasar Indonesia, yang dirilis oleh We Are Social dan Hootsuite, bahwa terdapat sekitar 2% dari responden survei tersebut menggunakan device untuk streaming content ke perangkat televisinya. Dari hasil survei tersebut, ternyata 95% responden masih menonton beragam content melalui perangkat televisinya.
Sumber : Indonesia Digital Landscape 2018 Q1- Device Usage – We Are Social & Hootsuite
Dengan pesatnya perkembangan internet, maka kita pun memiliki banyak pilihan kanal media dengan bervariasinya content yang bisa disimak. Hal ini sepertinya telah dilirik oleh XL Axiata dengan membuat dan merilis produk barunya, yaitu XL Home Pow!. XL Home Pow! merupakan layanan internet super ngebut bin cepat yang berjalan diatas jaringan fiber broadband dengan kecepatan hingga 300Mbps yang didukung dengan teknologi jaringan teranyar yaitu XL Axiata 4,5G. Dengan layanan internet super cepat tersebut, maka saya lihat sepertinya menyasar konsumen rumahan seperti saya dan dapat info dari kabar angin, layanan ini dirilis dengan biaya langganan bulanan yang cukup menarik, yaitu sejumlah Rp. 300.000.. Sounds promising kan 😀
Sumber : XL Home Pow! – XL Axiata
Tidak hanya layanan internet cepat tersebut, jika kita membeli paket layanan internet tersebut, maka sudah di-bundling dengan paket XL Home Pow! Android TV Box, jadi kita bisa dapat mendapatkan sebuah one stop entertainment service, yaitu layanan internet cepat dan perangkat Android TV mumpuni disertai berbagai content dan layanan pendukung yang ciamik, seperti Iflix, Catchplay, hingga Netflix yang fenomenal. Selain layanan tersebut, kita bisa juga menikmati berbagai layanan content eksklusif hanya di XL Home Pow!, seperti menonton semua video terkait aktivitas tim esport Indonesia NXL yang merajai arena CS-GO di esport Indonesia atau mau menikmati video-video unik melalui Youtube yang sudah otomatis terpasang. Selain itu, ada fitur Kidz Mode yang bisa menjadi semacam alat parental control bagi adik-adik dan anak saya juga, sehingga layanan yang dinikmati bisa sesuai batas umur dan aman untuk dinikmati oleh anak-anak yang didukung oleh pengawasan orang tua.
Salah satunya yang menarik seperti yang saya sampaikan diatas, kita bisa menikmati berbagai layanan hiburan Google Play dan saya sendiri juga bisa menggunakan XL Home Pow! Android TV Box ini sebagai perangkat Chromecast dengan menghubungkan via perangkat smartphone Android saya, so bisa menikmati berbagai hiburan terkini dari menikmati musik, menonton video, sampai menampilkan layar smartphone kita ke TV melalui Android TV ini ketika kita bermain game terkini.
Dari hasil unboxing saya, maka paket XL Home Pow! Android TV Box ini tergolong cukup lengkap dan siap pakai, yaitu tentu TV Box-nya disertai kabel dan charger, lalu ada kabel HDMI yang dipasangkan ke TV LED/LCD kita, dan tentunya remote control plus baterai yang desainnya cukup ergonomis. Semua paket tersebut dibalut dengan warna putih dikombinasi dengan warna biru-hijau khas XL. Yang perlu menjadi catatan, bahwa jaringan XL Home Pow! Saat ini masih terbatas, dan saya sendiri pun sampai harus mencoba di beberapa tempat di Jakarta dan sekitarnya, untuk menikmati layanan internetnya, sehingga memang ada isu di coverage-nya, namun info dari pihak XL Axiata, cakupan jaringan ini akan diperluas dalam waktu dekat, sehingga kita semua dapat menikmati paket layanan internet satu ini, so untuk informasi lebih detailnya monggo menyambangi situs resminya disini.
Dengan paket Android TV Box dan content yang tersedia di dalamnya, maka saya overall cukup puas, meski kedepannya tetap perlu dikembangkan dan disempurnakan, sehingga saya dan kawan-kawan sekalian betah menggunakan layanan XL Home Pow! yang kece ini, dan hopefully dengan hadirnya layanan ini bisa menjadi angin segar bagi industri hiburan rumahan di Indonesia.
Dalam sebulanan terakhir saya (sok) menyibukkan diri, selain sibuk di pekerjaan utama saya yang sedang (belajar) membangun sebuah produk digital, seperti yang saya bagikan kisahnya di artikel blog terakhir “Menjadi Product Manager”, Alhamdulillah saya masih ada sedikit waktu tersisa dan dimanfaatkan untuk mulai menekuni personal project yang berbeda. Ya.. mungkin diluar sana termasuk dalam lingkaran pergaulan saya, maupun kenalan yang saya temui di berbagai kegiatan atau komunitas banyak memiliki project diluar domain profesional utamanya.
Saya mengenal seorang kawan yang bekerja di suatu perusahaan dengan load kerja cukup sibuk, masih bisa menangani bisnis jual beli mainannya, lalu menangani beberapa project luar kantor, bahkan masih bisa menyisakan waktu mengasuh beberapa komunitas online, dan bisa menulis blog dengan cukup rutin dikala senggangnya.. SALUT! Mencoba mengisi waktu dan produktif membuat sesuatu yang positif, Alhamdulillah jika bisa mendapat keuntungan materiil, maka saya pun mulai secara bertahap untuk berkarya, salah satunya juga berusaha ngeblog untuk kebutuhan personal.
Personal Project #KomuterKota
Berbeda dengan personal project yang dimulai di sekitar pertengahan tahun 2015, yaitu berkutat dengan hobi fotografi dan asyik (belajar) menggunakan kamera DLSR dan kamera hape sekalipun. Ketika itu, saya juga baru mengenal sekaligus menekuni genre fotografi street yang sempat menjadi alternatif baru di scene fotografi Indonesia, bahkan sampai ikut komunitasnya, mendatangi beberapa acara bertema fotografi dan mulai serius membaca beragam artikel foto, sampai membeli buku foto, bahkan sempat berkongsi dengan teman-teman kosan mendirikan Locana Indonesia.
Dan akhirnya saya pun mencetuskan proyek foto KomuterKota yang ditekuni karena keseharian saya berkomuter kota, baik menggunakan angkot, bis, kereta listrik, sampai era ojek online dan masih berlanjut sampai sekarang, meski dari sisi kuantitas sedikit berkurang, namun sisi positifnya dan sepertinya bakal bisa menjadi project jangka panjang, dan mungkin nanti ketika kesibukan pekerjaan semakin berkurang, bahkan ketika pensiun nanti, saya merasa hobi fotografi ini, selain hobi jalan-jalan alias travelling, kulineran, membaca, blogging, dan menonton film, bisa jadi hobi tersebut nanti menjadi salah satu kesibukan utama saya.. who knows??
Project ini dilakukan sebagai hobi dan bertujuan salah satunya mengasah sedikit jiwa seni dan kreativitas melalui fotografi, bahkan semakin kesini saya menyadari masih banyak yang harus dipelajari, mengetahui batasan dan kekurangan, sekaligus sedikit demi sedikit mengetahui kelebihan yang bisa didorong lebih maju, lalu merasa ada beberapa hal yang seharusnya bisa dieksplorasi lebih lanjut, serta tentunya semakin menyadari bahwa waktu itu menjadi barang yang sangat mahal dan berharga.
Mimpi & Realita
Unsplash Image
Sepanjang saya mengenal internet, maka media digital, situs berita atau portal informasi pernah menjadi salah satu obsesi saya pribadi dalam hal keinginan membangun sebuah media digital dengan content yang unik sekaligus membangun basis user yang cukup besar, kemudian jika ada traksi positif dan traffic yang menjanjikan, saya pun berniat masuk ke tahap implementasi bisnis yang menyasar profitablitias, bahkan bermimpi memiliki startup dan ujung-ujungnya memiliki perusahaan sendiri.
Selain selama ini menerima paid job dari pemilik project tersebut, saya pun sudah beberapa kali saya belajar dan berusaha membangun mimpi tersebut, dengan mencetuskan sendiri atau berkolaborasi dengan orang lain melalui berbagai project terkait media digital, dan dari pengalaman tersebut semuanya hampir tidak berjalan mulus, bahkan sempat menderita kerugian, baik materi & non materi, meski ada juga yang akhirnya mendapatkan hal positif dan bisa exit dengan beruntung!
Nah.. di poin ini, ketika saya begitu passionate untuk memulai sebuah project yang memang dari awal untuk fokus ke bisnis dan profit, bahkan dengan model funding boothstrap atau mendapat funding dari pihak eksternal, maka ada saja pain point dan blocker yang tidak terkira dihadapi, meski ada beberap kasus bisa ditangani dan diselesaikan, namun poinnya hal bahwa memang tidak mudah dan ada dampaknya baik materi & non materi, namun hal ini bisa dijadikan pengalaman dan saya anggap ongkos belajar juga.
Lalu poin selanjutnya, yaitu khusus untuk blog ini, selama beraktivitas blogging, ternyata Alhamdulillah bisa menutup biaya domain+hosting tahunan dan masih ada sisa jajan sana sini 😀 padahal blog ini tergolong tidak rutin update (jika dibandingkan rekan blogger lainnya, apa lagi rekan pro -blogger), traffic-nya tergolong standar personal blog, tetapi tetap masih ada pembaca setia yang masih berkunjung (makasih ya bro sis!), serta masih banyak PR untuk teknis optimasi struktur website, SEO-nya, dsb. Sebagai catatan, blog ini dibuat dan disiapkan dari perdana bukan untuk tujuan profit, dan sampai sekarang jika ada tawaran job karena blog, saya anggap sebagai bonus rejeki tambahan saja, so woles aja bro!
Membangun Durabita
Tidak seperti project lainnya, yang minim publikasi dan informasi, atau isu perihal keinginan saya mau berbagi cerita, tetapi karena memang sifatnya confidential, maupun masih dalam tahap awal, sehingga belum bisa bercerita banyak, atau merasa belum ada yang dibanggakan atau merasa tidak pantas diceritakan dan belum bermanfaat untuk warganet.
Kali ini saya coba berbagi cerita tentang inisiatif saya berikutnya yaitu membangun Durabita dari awal, semenjak ketika pelaksanaan, sampai nanti apakah berujung sukses, atau bahkan kegagalan, saya coba menceritakan hal tersebut, siapa tahu bisa berguna dan bahkan mendapat masukan or kritikan dari publik.
Durabita.com
Durabita adalah blog yang coba saya bangun karena kesulitan dalam mencari data atau informasi yang valid, dan keinginan saya pribadi dalam mengumpulkan, menyimpan, serta mengkurasi beragam data dan fakta terkait dunia digital, kemudian saya coba tampilkan di sebuah blog, yang saat ini bisa dibilang statusnya masih di tahap pre-alpha.
Saya mengetahui memang diluar sana mungkin sudah ada ribuan situs atau blog sejenis, namun saya coba batasi cakupan content di beberapa topik tertentu dan spesifik, kemudian perlu waktu untuk penyesuaian dan pendekatan dalam penyampaian informasinya. Alih-alih untuk membuat content sebanyak mungkin, saat ini meski jauh dari kata sempurna, saat ini dicoba untuk membuat content atau tulisan yang sebisa dan sebaik mungkin, syukur-syukur bisa dimengerti dan bermanfaat.
Menurut saya dengan membaca, mempelajari, lalu menuliskan dan mempublikasi menjadi sebuah artikel di media digital, maka mau tidak mau saya harus paham beragam data dan informasi yang dikumpulkan, sekaligus mengasah dan melatih kemampuan menulis saya untuk “sedikit lebih serius” atau bahkan membuat tulisannya menjadi lebih “gaul”, nanti akan dilihat lebih lanjut di sisi hasil tulisan maupun traksi traffic, atau sambutan warganet, maupun bisa saja dari sisi saya pribadi merasa perlu melanjutkan atau tidak.
Selain itu, salah satunya pemicunya yaitu saya ingin ngeblog kembali di lingkungan Blogspot, lalu mencoba fitur custom domainnya, dan disaat bersamaan ketika itu sedang ada promo domain dotcom yang sangat murah dan promo besar-besaran (bisa dicek promonya dengan klik dsini jika masih ada) di salah satu penyedia domain terkemuka tersebut.
FYI saya mulai blogging dari Blogspot, namun tidak bertahan lama karena beragam alasan. Lambat laun saya pun mencoba platform blogging lainnya, dari Multiply, Tumblr, sampai akhirnya saya mencoba WordPress. Ketika merasa sudah siap, saya pun akhirnya memutuskan di salah satu penyedia layanan tersebut, yang masih saya gunakan sampai saat ini.
Langkah Selanjutnya
Setelah melakukan konfigurasi custom domain antara Blogspot dengan domain provider, kemudian sedikit melakukan tweak theme template sederhana di Blogspot. Lalu saya pun mulai klaim username di media sosial dengan membuat beberapa akun media sosial populer, dan tidak lupa memikirkan sisi desain logo hingga brandingnya secara sederhana, agar apa yang saya bangun bisa dikenali identitasnya, syukur-syukur memiliki branding yang cukup dikenal nanti.
Durabita
Kemudian saya pun mulai membaca dan menulis artikel blognya berdasarkan yang data dan laporan saya pilih, dan hasil perdananya saya pribadi tidak puas, namun saya pikir tetap saya rilis saja dulu, toh nanti akan terus berkembang format dan gaya penulisannya.
Saat ini Durabita dengan kapasitas dan kemampuan saya pribadi, hanya mampu menghasilkan 4 artikel singkat perbulan disertai infografis yang saya ambil dari sumber aslinya. Dari sisi traffic masih jauh dari target, dan paling tidak, menurut saya membutuhkan waktu mungkin sekitar estimasi 6 bulanan kedepan, dan itu pun tidak ada garansi bakal sukses, so sama seperti inisiatif sebelum-sebelumnya, anggap aja ini tes pasar, atau anggap aja ini MVP-nya or pilot project-nya, dan investasi blogging jangka panjang untuk saya pribadi.
Sekitar 2 mingguan setelah Durabita diluncurkan, saya kaget menerima email “say hello” dari salah satu sumber data yang saya jadikan inspirasi tulisan dan saya terbitkan di Durabita. Inti dari email tersebut lebih kepada konfirmasi link data sebagai rujukan yang terupdate, dan tawaran kerja sama atau kolaborasi kedepannya. Meski saat ini belum ada keuntungan finansial yang didapat, ternyata sudah dibaca segelintir orang, padahal saya belum melakukan effort optimasi, namun sudah mendapat respon dari pihak eksternal, maka hal ini bisa menjadi sinyal bahwa artikel dan blog Durabita ini sudah mulai dirasuki crawler mesin pencari.
Kedepannya semoga hal positif yang saya kerjakan ini bisa memberikan manfaat positif dan menjadi lahan belajar baru sekaligus sumber pahala kedepannya, karena sudah menyebarkan ilmu yang Insha Allah bermanfaat.. AMIN!
Ketika memulai karier dan bekerja dahulu sebenarnya tidak akan terpikirkan menjadi seorang Product Manager yang menangani beragam hal yang cukup kompleks dan menantang, baik dari sisi teknologi, bisnis, dan berusaha fokus membantu konsumen atau pengguna akhir, serta juga siap beradaptasi dengan hal yang dinamis, sekaligus berpikir kreatif, namun dituntut pula dapat bekerja secara sistemastis terstruktur, plus dapat bekerja sama serta berdiskusi dengan banyak pihak.
Unsplash Image
Setelah belajar dengan membaca, berdiskusi, hingga menonton beberapa video mengenai Product Management, termasuk menyelami keseharian profesi Product Manager lainnya di ranah industri digital, maka dari berbagai materi yang saya baca tersebut, semakin hari saya merasa semakin banyak hal yang secara pribadi harus saya tingkatkan serta makin banyak hal yang saya harus pelajari. Hal ini membuat saya merasa ingin berbagi sejumput informasi dan pengetahuan yang saya ketahui, agar teman-teman yang tertarik dan berminat dengan profesi ini, bisa belajar serta mudah-mudahan menjadi lebih baik dari saya, plus menabung pahala berbagi ilmu di surgawi kelak!
Apa itu Product Manager?
Nah… ini dia pertanyaan yang sering dilontarkan kalau ketemu kawan atau handai taulan diluar sana. Saya sering menjelaskan dengan menggunakan diagram yang dipaparkan oleh Martin Eriksson, bahwa pihak yang terlibat dalam product management dan dalam hal ini di posisi sebagai Product Manager, menurut pandangan beliau, bahwa orang Product berada diantara irisan bidang teknologi dalam pemahaman yang saya tahu, masuk terkait dalam technical development, coding-programming, mobile apps, desktop apps, database, security, sampai infrastruktur.
Product Management Diagram (Martin Eriksson)
Selain bersentuhan dengan bidang teknologi serta bekerja sama dengan technical leader dan developer handal, bahkan terkadang berdiskusi dengan boss CTO (baca: Chief Technical Officer, yang jadi bos besar seluruh tim technical/developer/engineer), teman-teman QA yang menjadi expert dan melakukan proses testing, validasi, dan verifikasi sesuai kebutuhan sistem, orang Product juga terkait erat dengan orang-orang bisnis, dalam hal ini termasuk dengan teman-teman business development, account, sales, operation, dan semua hal terkait dengan sisi komersial (baca: untung rugi a.k.a. profit-losst dan budgeting) dari produk tersebut. Di beberapa organisasi ada juga fungsi terkait data analysis, data engineering, dan bahkan ada sebagian jika punya sedikit kemewahan ada fungsi data scientist. Biasanya orang Product berdiskusi dengan orang Data, atau business analyst, business intelligence, atau bisa juga berdiskusi dengan CRM pula.
Last not but least, seorang Product Manager juga ngobrol dan berdiskusi dengan teman-teman UX (User eXperince), dalam hal ini kalau yang saya pahami ya teman-teman UX, serta kawan-kawan creative dan desainer grafis, bahkan rekan-rekan marketing communication yang berfokus pada kepentingan bagaimana produk atau aplikasi tersebut bisa diakses dan digunakan secara baik dan maksimal oleh semua pengguna produk kita, dalam ranah ini termasuk dalam hal sisi branding produk tersebut. Khusus teman-teman UX yang saya maksudkan juga termasuk UI designer, UX researcher, dan ada sebagian fungsi ini disebut juga product designer dan product researcher.
So, kesimpulannya seorang Product Manager adalah orang yang bertanggung jawab terhadap segala hal terkait produk tersebut, termasuk dalam perencanaan, pengembangan, implementasi, sampai proses monitoring, dengan bekerja sama dengan pihak terkait. Biasanya posisi ini punya wewenang yang cukup besar, tergantung kebijakan perusahaan atau tergantung kebutuhan, sehingga memiliki jangkauan kerja yang cukup luas, dan lebih kepada seorang integrator, primary supporter, serta terkadang punya role mirip internal consultant, bahkan punya fungsi leader yang menjembatani seluruh fungsi dan tim terkait.
Unsplash Image
Di beberapa perusahaan fungsi Product Manager punya kemiripan dengan fungsi Brand Manager (khususnya di perusahaan consumer product or FMCG) yang fokus pada pada sebuah brand tertentu, namun di era jaman now yang serba digital, menurut pemahaman saya posisi ini lebih sedikit condong ke arah khususnya ke ranah teknologi dan digital, serta dipadukan dengan fungsi bisnis serta fokus ke pengalaman konsumen (baca: UX).
Lalu sempat juga ada celetukan bahwa fungsi ini mirip dengan fungsi business analyst dan/atau system analyst yang berperan menjadi sosok yang menjembatani end user dengan tim programmer/developer. Kalau menurut saya, baik Business Analyst dan/atau System Analyst bekerja (mungkin dan bisa jadi ) dalam periode sebuah project tertentu dalam batasan periode waktu terbatas, dan fokusnya sebagian besar di sisi teknologi saja, dan tidak bertitik berat pada sebuah pengembangan product tertentu. Namun ada pula seorang BA/SA yang tidak terikat project dan masuk ke ranah operasional harian yang menjadi semacam internal consultant di organisasi tersebut, dan bisa jadi fokus ke satu cakupan tertentu atau bahkan mendukung seluruh organisasi tersebut, tetapi tidak spesifik ke suatu produk tertentu.
Celetukan ini juga sama dengan kesamaan fungsi Product dengan posisi Project Manager, namun jelas, seorang Project Manager sama dengan Business Analyst lebih condong dalam cakupan sebuah project, atau condong ke suatu cakupan area tertentu, dan tidak fokus ke pengembangan sebuah product atau pun misalnya membahas soal branding aplikasi tersebut. Memang dalam hal kemampuan teknis dan non teknis yang dibutuhkan memiliki kesamaan yang diperlukan dalam bekerja sebagai seorang Product Manager menurut saya, namun berbeda pada area cakupan fokus kerjanya dan mindset-nya.
Kemudian ada satu celetukan bahwa fungsi Product Manager mirip dengan fungsi Product Owner dalam metodologi Scrum yang lagi heboh recently diimplementasikan di beberapa corporate di Indonesia. Nah.. untuk yang ini, ada sebagian Product Manager yang memiliki fungsi sebagai Product Owner jika pengembangan product tersebut menggunakan Scrum atau metodologi Agile lainnya, apa lagi pengembangannya dilakukan dalam beberapa tahapan development sprint, so bisa jadi di beberapa perusahaan tertentu, fungsi dan posisi ini adalah orang yang sama.
Selain itu, ada pendapat para ahli yang saya baca dan temukan di jagat maya, bahwa Product Owner adalah orang yang tidak hanya tahu dan menjadi expert bagi spesifik produk, namun dia punya wewenang dalam memutuskan langsung terkait baik bisnis maupun ranah teknologi (dengan berkonsultasi ke tech leader tentunya), bisa jadi seorang CEO (jika organisasi masih “bayi” dan berukuran kecil), atau role sebagai seorang deputy-nya CEO seperti VP atau level Chief (baca: CPO) yang punya kuasa dan tanggung jawab besar atas pengembangan produk tersebut.
Apa saja yang dikerjakan Product Manager?
Sehari-hari biasanya saya diselingi dengan kesibukan dengan mengevaluasi semacam product plan (diluar sana banyak menyebutnya sebagai product backlog) termasuk dengan semacam daftar apa saja yang harus dikerjakan, lalu daftar perbaikan dan penyempurnaan produk, baik dari sisi fitur maupun proses yang lebih baik, maupun melihat segalanya dari sisi global.
Selain itu, dalam pengembangan product seperti uraian sebelumnya, sempat dibahas seorang Product Manager atau siapa pun yang bertugas di tim Product Management bekerja sama dengan pihak teknologi, bisnis, dan UX.
Jika berkolaborasi dengan kawan-kawan di tim teknologi, maka pasti kerjaanya membahas taks-task development, membahas alur proses aplikasi atau website, bahkan saya justru kagum dan belajar banyak hal dari mereka, salah satunya bagaimana tetap optimis dan can-do attitude yang ciamik, karena dari hal yang berasa tidak mungkin dari ribuan code yang ditulis (atau memodifikasi template framework maupun “obrak-abrik” API yang ada) bisa menghasilkan sentuhan ajaib dan memberikan solusi yang akhirnya bisa diimplementasikan. Isu yang dihadapi selain isu teknis, sepengalaman saya yaitu perihal komunikasi serta ekspektasi dari tim yang terlibat, dan disinilah salah satu tugas saya untuk membantu dan memfasilitasi hal tersebut, sekaligus tetap berusaha mencapai memenuhi target di product plan (backlog), baik dari sisi waktu maupun kualitas.
Lalu selain banyak berdiskusi dengan tim teknologi, maka saya pun kadang brainstorming dengan tim creative, UX, marketing, ataupun tim bisnis pula yang memiliki ide-ide hebat nan kreatif, yang berusaha melayani dan membuat hidup konsumen atau pengguna akhir kita bak raja sekaligus memenuhi target dari sisi product plan. Dan tidak lupa, semua hal yang dikerjakan terkadang berawal dan/atau bermuara ke teman-teman di tim bisnis atau komersial, bagaimana membuat dampak langsung ke perusahaan dari sisi profitabilitas sekaligus berusaha allign dengan kepuasan konsumen atau pengguna akhir kita.
Unsplash Image
Penutup
Dengan segala keterbatasan yang saya miliki, saya pun terus belajar dari berbagai sumber, apa lagi di industri (baca: bisnis) yang saya geluti sifatnya yang sangat dinamis dan terkadang penuh ketidakpastian dari sisi pasar (baca: konsumen & kompetitor), sisi teknologi maupun dari sisi interaksi tim internal sendiri (termasuk tuntutan dari manajemen), semoga apa yang saya paparkan dapat memberi pencerahan mengenai role atau fungsi Product dalam organisasi.
Product Manager merupakan profesi atau fungsi yang menurut saya cukup kompleks, harus pintar dalam menjalin hubungan, berkolaborasi dengan banyak orang, dan harus memiliki beberapa skill krusial yang dibutuhkan, namun (menurut pendapat saya), terkadang jika dilihat tugas utamanya membuat sesuatu yang kompleks bin ruwet tersebut menjadi lebih sederhana, lebih bisa diimplementasikan (saya menyebutnya faktor achievable), serta membuat tim lebih fokus dengan objektif yang ada, dan bisa merangkul banyak pihak [meski belum tentu bisa membuat senang dan bahagia semua orang :D]. Yang terpenting orang Product bisa memberikan value-added pada konsumen akhir, produk itu sendiri, pada tim dan rekan kerja termasuk organisasi serta menambah cuan bisnis kedepannya.
So.. bagaimana menurut kamu tentang peran Product Manager? apa kamu sering berinteraksi dengan orang Product? Atau ada feedback konstruktif terkait tulisan saya diatas? Yuk, share dimari pendapat dan masukannya di kolom komentar.
Salah satu peramban (baca: browser) favorit saya Vivaldi telah merilis update terbaru di versi 1.14 dengan beberapa fitur tambahan maupun penyempurnaan yang sudah ada. Review browser Vivaldi sudah dilakukan ketika pertama kali rilis di versi 1.0, yaitu sekitar tahun 2016 yang lalu. Ketika Vivaldi dirilis, saya sering mencoba beberapa peramban lain selain 2 peramban sejuta umat, yaitu Google Chrome dan Mozilla Firefox, dan melihat fitur-fitur plus antarmuka yang clean dan sederhana, namun terkesan modern, maka saya pun jatuh hati dengan Vivaldi, dan ulasannya dapat dibaca di artikel review Vivaldi disini.
Fitur Baru
Web panel yang berada di sisi kiri (di pengaturan standar biasanya di sebelah kiri peramban), sekarang bisa dilakukan pengaturan yang lebih fleksibel, yaitu bisa diubah urutannya, lalu saya merasa lebih smooth ketika membuka dan membaca di web panel tersebut. Sebenarnya web panel ini bukan fitur baru, namun fitur yang sudah ada, dan lebih disempurnakan dalam penggunannya.
Oia yang dimaksud web panel yaitu menu khusus berisi tab-tab yang kita bisa atur agar bisa membuka situs atau halaman tertentu sebuah situs secara cepat, dan ditampilkan secara default, so sebenarnya mirip dengan fitur bookmarking maupun fitu pinned tab di peramban tetangga, cuma ini untuk saya kelebihannya dibedakan dengan posisi tab-tab standar yang biasanya terletak diatas (top/heading), dan ketika web panel diklik/dibuka, maka otomatis di akan terbuka 1 window khusus di sebelah kiri disamping widnow utama, so fungsinya jadi seperti punya 2 window untuk membuka situs yang berbeda.
Selain fitur web panel tersebut, ada fitur lain yang katanya sih pertama kali dirilis di dunia peramban, yaitu tampilan dalam posisi vertikal, jadi ini sih cocoknya untuk pengguna berbahasa Jepang, China, dsb., yang cara membaca sebuah artikel dalam versi vertikal, menurut saya fitur ini cukup revolusioner, meski secara pribadi tidak ada gunanya untuk saya 😀
Kemudian salah satu fitur lain yang cukup unik, yaitu penggunaan bahasa Markdown di fitur Notes, yang bisa diakses via web panel, yaa untuk saya fitur Notes ini bisa jadi killer feature bahkan killer apps, cuma saya sudah terlanjur jadian dengan Evernote untuk soal catat mencatat yang bisa diakses multi platform, mungkin kalau Notes bisa sinkronisasi dengan Evernote atau bahkan apps favorit lain yang sejenis, misal Trello or Google Note bisa jadi fitur ini bakal sering saya gunakan.
Nah, pas dirilisnya versi terbaru ini, juga bersamaan dengan ulang tahun Vivaldi yang ketiga, jadi dengan umurnya yang masih bayi ini, menurut saya Vivaldi punya segudang fitur yang untuk saya pribadi masih banyak yang perlu dieksplorasi lagi, meski sudah hampir 2 tahun menggunakan (yaa kadang masih pakai kombinasi dengan Chrome dan Mozilla hehe..). So, mau cari peramban alternatif lain yang keren? coba aja Vivaldi ya, lalu share pengalamannya disini
Pada minggu ini saya diundang hadir dalam acara yang mengulas laporan tahunan startup Indonesia, disusun oleh portal berita idola yang sarat dengan informasi terkini terkait dunia startup Indonesia, yaitu DailySocial. Acara bertajuk Power Lunch yang bertempat di Three Buns Senopati Jakarta ini digagas oleh GDP Venture, yang dikenal sebagai perusahaan ventura ternama dengan sederet portofolio startup yang ciamik, dari Kaskus, Tiket.com, BliBli, Kumparan, hingga Semut Api, serta tentunya DailySocial.
Power Lunch ini dihadiri oleh dua narasumber yang bisa menjadi acuan dalam membaca peta perkembangan startup Indonesia, yaitu Pak Rama Mamuaya selaku CEO DailySocial dan Pak Danny Wirianto sebagai CMO GDP Venture. Menurut saya, dua narasumber tersebut bisa memberikan perspektif pandangan yang berbeda, baik dari sisi pelaku startup, lalu bisa dari sisi investor, maupun dari sisi media yang spesifik membahas startup Indonesia, sehingga dari acara ini menurut saya bisa menjadi salah satu sumber pembelajaran yang baik.
Mempelajari dan memahami lanskap perusahaan rintisan (baca: ) yang bisa dikatakan berkembang secara progresif dan bahkan bombastis dalam kurun waktu dua sampai tiga tahun terakhir membuat kita sebagai insan Indonesia dapat berbangga hati. Dari laporan yang dihimpun oleh DailySocial tersebut, bahwa sudah ada 230 lebih startup yang telah hadir dan telah menghasilkan paling tidak 4 startup dengan gelar unicorn, yaitu Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan BukaLapak. Sebagai informasi, seperti yang disampaikan Pak Danny bahwa jumlah startup dengan gelar unicorn tersebut termasuk cukup besar untuk skala Asia, khususnya Asia Tenggara, dan ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah pasar sekaligus sumber inovasi dengan tren pertumbuhan positif.
Dari sisi lanskap investasi startup Indonesia, maka sejumlah startup tersebut telah berhasil menghasilkan dan mengumpulkan nilai investasi lebih dari 3 Trilyun US Dollar dengan 91 startup yang telah mengumumkan dan melakukan funding rounds, serta terdapat berbagai kegiatan merger dan akusisi yang melibatkan 14 startup. Dan menariknya, pertama kali di Indonesia ada 2 startup yang telah go-public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sehingga hal ini bisa menjadi pemacu dan pemicu startup lain tidak hanya melakukan funding dari sisi perusahaan ventura atau investasi lainnya, namun startup Indonesia mampu membuktikan bisa hadir dan menarik dana publik melalui mekanisme pasar modal sesuai regulasi.
Selain itu, dalam laporannya, DailySocial juga memberikan prediksi tren perkembangan teknologi di periode tahun selanjutnya, yaitu munculnya pemanfaatan Internet of Things, kemudian meluasnya penggunaan Artificial Intelligent di berbagai sudut kehidupan, dan tentunya tren perkembangan blockchain yang mulai dikenal di Indonesia. Untuk detail informasi Startup Report 2017 dapat disimak lebih lanjut di situs dan bisa diunduh dari sumber aslinya, sehingga bisa dipelajari lebih lanjut untuk membaca peta perkembangan startup di Indonesia.
Di sisi lain, perkembangan startup di Indonesia juga akan menghadapi beberapa kendala yang perlu menjadi perhatian, yaitu isu sumber daya manusia, yaitu kurangnya ketersedian talenta berkualitas, lalu belum adanya kerjasama yang intens dengan pihak kampus/sekolah, sehingga seperti yang dipaparkan oleh pak Rama, bahwa dunia startup masih perlu mmembutuhkan peran pemerintah yang intens, termasuk isu infrastruktur yang menjadi masalah klasik negeri ini. Kemudian terkait dengan peran pemerintah, ada beberapa aturan dan regulasi yang justru menghambat laju perkembangan startup Indonesia, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku startup di Indonesia.
Dengan segala ulasan dan isu yang dipaparkan diatas, pak Rama berharap dengan disusun dan dirilisnya laporan tahunan dapat memberikan informasi yang berguna dan dapat dimanfaatkan untuk memajukan ekosistem startup di Indonesia kedepannya.
Berbisnis online, yang salah satunya menjual berupa aneka rupa barang melalui media sosial sekarang sudah menjadi hal yang lumrah & biasa kita temui, namun bagaimana kita mengoptimasi dan memaksimalkan media sosial tersebut dengan lebih baik lagi tetap menjadi bahan diskusi yang tak lekang oleh waktu!
Nah.. pada pertengahan bulan Desember ini saya berkesempatan hadir di Exabytes Digital Day, yaitu sebuah acara yang digalang oleh Exabytes, sebuah penyedia layanan web hosting Indonesia terkemuka yang menawarkan beragam paket hosting dan domain murah.
Exabytes Digital Day yang digalang oleh Exabytes Indonesia merupakan acara semacam seminar dan diskusi yang membahas topik bagaimana membangun bisnis di internet, digital, dan media sosial, baik secara konsep hingga praktek di lapangan dengan mengundang beragam narasumber yang mumpuni di bidangnya.
Untuk tema Exabytes Digital Day kali ini yaitu “Jualan Laris Manis dengan Facebook Ads” bersama mas Panji Laksono, Digital Marketing Manager Kisotix. Jadi untuk diskusi kali ini akan membahas bagaimana kita mengenal konsep beriklan di media sosial sekaligus melakukan praktek langsung dengan membuat demo iklan di media sosial, khususnya dengan menggunakan Facebook Ads.
Saya pribadi dalam mengikuti acara tersebut banyak mendapat wawasan baru sekaligus refresh atas ilmu terkait pemanfaatan iklan di Facebook. Salah satu yang menurut saya bisa menjadi poin perhatian sbb :
seperti ilmu pemasaran klasik yang saya ketahui, memang dalam perencaaan merupakan hal yang penting, tetapi lebih penting bagaimana kita bisa mengimplementasikannya, dan dalam diskusi tersebut, menurut saya ada penekanan pada apa yang akan disampaikan, siapa ynag menjadi target promosi iklan media sosial tersebut, lalu bagaimana implementasi & optimasinya, hingga dibahas soal tahapan review dan memiliki beberapa opsi iklan yang dibuat, lalu melihat performance-nya, lalu di-stop yang dianggap kurang performance-nya, dan memaksimalkan yang yang performance iklannya baik, lalu dijadikan sebagai acuan implementasi iklan berikutnya, dimana hal ini dikenal sebagai konsep A/B testing yang fenomenal.
mengenali pasar dan kompetitor menjadi salah satu poin perhatian ketika menerapkan pemasaran media sosial, jika dengan asumsi kita sebagai UKM yang menjual suatu barang, maka juga manfaatkan pihak lain atau media/kanal lain yang ada sebagai calon partner misalnya marketplace seperti Tokopedia, Bukalapak, Lazada atau pun branded channel seperti Zalora atau Berrybenka. Nmun dalam pemilihan alternatif parnter tersebut harus berhati-hati, jika mereka bisa jadi memanfaatkan produk kita jika memimiliki sales yang baik, tidak menutup kemungkinan mereka bakal memengenjot produk yang serupa, misalnya Zalora yang sebenarnya tidak memiliki produk sendiri, namaun membeli dari vendor yang di-branding menjadi Zalora.
dalam diskusi tersebut, disarankan agar memiliki website atau landingpage sendiri, karena terkait branding dari bisnis atau usaha yang kita bangun untuk periode waktu jangka panjang, sekaligus sebagai wadah dari semua aset digital kita. Karena Facebook seharusnya hanya menjadi salah satu kanal komunikasi yang kita optimalkan, dimana pada alur perjalanan calon konsumen kita akan berakhir di salah satu aset digital kita atau di toko online kita (atau bisa juga di marketplace) yang terpenting harus ada traffic yang masuk ke aset digital kita, misalnya website atau blog yang kita miliki, dengan mempertimbankan oppurtunity yang ada, maka dari tahap awareness paling tidak kita sudah mendapat hasil, dan kalau bisa menghasilkan suatu proses conversion.
Selain itu, juga disampaikan beberapa hal teknis aplikatif, seperti optimasi ketika setupcampaign hingga ads set di Facebook Ads tersebut, yaitu dalam menetapkan cakupan pangsa pasar kita, jika ditahap awal, lebih baik memperluas cakupan, namun kemungkinan besar menghasilkan conversion yang kecil, lambat laun semakin memperkecil cakupan pasar, namun bisa dikatakan biaya yang timbul kemungkinan akan cukup mahal.
Dalam diskusi tersebut juga memberikan alternatif lain dalam beriklan di media/kanal lain, yaitu di marketplace seperti Tokopedia atau Bukalapak, namun hal ini bisa dikatakan cukup mahal namun dapat memiliki dampak langsung ke penjualan, jadi kembali lagi ke objektif awal, tujuan, dan dana yang tersedia.
Lalu acara pun ditutup dengan pengenalan singkat beberapa layanan Exabytes dan tentunya dilengkapi dengan sesi foto bersama! Menurut saya acara ini cukup bermanfaat & baik untuk menambah wawasan sekaligus refresh terhadap pemanfaatan media sosial, dan saya pribadi ingin kembali datang ke acara tersebut, jika mendapat undangan lagi nih 🙂
Jadi bagaimana menurut pendapat kalian, apakah perlu kita memasang iklan di media sosial? dan jika pernah, bagaimana dampaknya di kegiatan yang kamu lakukan? Atau mau segera bikin website untuk jualan/bisnis online seperti saran yang disampaikan diatas? Yuk, monggo langsung ya!
Alhamdulillah.. begitulah gumaman saya ketika kembali mengakses halaman admin blog tercinta ini, maklum “penyakit lama” kembali menjangkiti, yaitu semangat & kuota waktu ngeblog yang naik turun bak rollercoaster, meski di tahun 2017 ini, ada “prestasi” yang dicapai untuk soal ngeblog ini. Prestasinya seperti rejeki ngeblog meski masih dibilang receh tersebut, namun kalau dihitung-hitung paling tidak sudah menutup biaya hosting & domain setahun di Dewaweb yang kece ini, sekali lagi mengucap ALHAMDULILLAH!
Anyway tahun ini sepertinya tulisan berbau kaleidoskop kemungkinan besar akan terlewat deadline, padahal sudah menjadi tradisi bakal menerbitkan artikel blog macam itu [bisa disimak tulisan kaleidoskop blog jaman lampau], jadi bisa semacam rekapitulasi dan sekaligus semacam report tahunan apa saja yang sudah dilakukan di tahun tersebut.
Berbeda dengan artikel macam kaleidoskop yang (sebenarnya) bisa dibilang tidak bisa move on membahas yang sudah lewat, maka kaleidoskop ala-ala kali ini, saya memikirkan lebih fokus apa yang bisa dilakukan, dibuat, & dihasilkan secara positif plus lebih baik di tahun 2018 nanti, nah pas kebetulan minggu ini ada peringatan Maulid Nabi, selain bershalawat kepada baginda Rasul, juga berdoa semoga hidayah & berkah juga menghampiri saya & keluarga (dan tentunya blog ini :D).
Dengan segala kekurangan & ketidaksempurnaan yang ada, saya berencana di tahun 2018 untuk blog tercinta yaitu sbb :
akan memisahkan penulisan artikel blog yang “serius” di domain Utama ini [ardikapercha.com], lalu penulisan artikel blog yang lebih “santai” di sub-domain Jurnal [ardikapercha.com/jurnal]
untuk domain Utama, akan lebih fokus terkait tulisan bertema sbb :
Teknologi, karena memang minat & pekerjaan saya dalam lingkup tersebut, yang disebut kategori Tekno. Tekno memiliki 4 sub-kategori, yaitu ;
Aplikasiana : yang mengulas/review berbagai aplikasi/software atau berbagai layanan berbasis internet/digital
Digital : membahas dan mengulas berbagai tren digital & teknologi
Fintech : yang ini khusus membahas perkembangan teknologi finansial, digtal payment, emoney, dsb.
Gadget : yang mengulas/review berbagai hardware, kemungkinan namanya akan coba saya ubah menjadi kata bahasa Indonesia, seperti perkakas atau gawai.
Fotografi, ya tentunya membahas hobi saya coba saya tekuni & pelajari dengan lebih serius, yang disebut kategori Fotografi, yang dibagi menjadi 2 sub-kategori, yaitu Diskusi (yang membahas semua hal terkait fotografi) dan Esai (merupakan karya tulisan fotografi, layaknya cerita foto). Lalu khusus dibagian ini, paling tidak ada ulasan foto yang saya sukai, entah foto milik orang lain, maupun saya sendiri, sekaligus mencicil artikel khusus PerchaPhotogProfile yang fenomenal pernah saya buat dahulu.
selain fokus terkait tema tulisan, maka di domain Utama ini akan berisi seluruh tulisan berbau komersial aka paid post, advetorial, atau tulisan promosi lainnya, dan kedepannya akan saya usahakan diberi info terkait hal tersebut jika memungkinkan
untuk tulisan dengan tema-tema yang fokus tersebut, maka akan coba saya kopas (baca: copy-paste) ke medsos lainnya, terutama LinkedIn atau Medium, berupa artikel spesifik, apa lagi kalau ada bahan-bahan yang mendukung, seperti ulasan riset yang lebih ringan.
Lalu setelah membaca beberapa artikel di Medium, saya jadi ingin menulis dengan model seperti jurnal harian, dengan bahasa lebih santai, kemudian dengan tone yang “dekat & privat”, meski saya dari dulu saya memang sering menemukan-membaca model blog seperti ini dan bahkan blog saya awalnya dibuat seperti model macam tersebut, seperti “blog curhat” haha :D, cuma dengan pendekatan ala-ala Medium yang bisa memberi sedikit nilai lebih, minimal ke saya sendiri & pembaca yang menyambangi, dan kalau bisa ya ada nyambungnya dengan tema-tema fokus di blog Utama saya.
Seperti foto dari IG saya yang ditempatkan di awal tulisan ini, semua yang saya kerjakan & tulis di blog ini bisa menjadi sebuah foto-foto yang dibingkai dan ditempatkan di dinding, lalu bisa saya nikmati, syukur-syukur bisa memberi manfaat ke orang lain.. semoga yah :).
Kalau Anda, apakah ada rencana khusus di tahun 2018 yang ingin dicapai? Yuk, jika berkenan monggo saling sharing ya, nuhun.