Sekitar tahun 2012 saya sempat bergabung (sebentar) dengan salah satu agency periklanan, pemasaran, dan branding yang cukup tersohor di eranya, karena memegang beberapa brand ternama dan bahkan memiliki kontrak jangka panjang aka retainer dengan beragam big brand.
Saat itu, agency ini sedang (berusaha) bertransformasi menjadi digital agency untuk memperluas market (baca: billing) di pasar Indonesia. Leaders di agency tersebut (sepertinya) susah payah membangun tim digitalnya pertama kali di Indonesia ketika itu, karena isu talent di Indonesia dan hal yang berbau digital adalah “spesies” yang masih baru dikenal. Hal ini terbukti sebelum saya masuk, ketika saya masih bekerja disana, hingga saya sudah resign pun mereka kesulitan dalam merekrut kandidat yang punya latar belakang digital, teknologi, sekaligus paham branding dan marketing (sounds want to recruit superman & super team aka avenger ya?!), dan diharuskan memiliki wawasan dan pemahaman yang spesifik terkait beberapa topik dan skill yang dibutuhkan.
Salah satu posisi yang dicari ketika itu adalah digital strategist, digital analyst dan digital content, dan ketiga posisi tersebut, diminta untuk memiliki pemahaman mengenai Information Architecture. Nah.. untuk pertama kalinya saya mengenal terminologi baru bin asing di telinga saya, yaitu Information Architecture, dan semasa itu tergolong minim informasi mengenai topik tersebut, dan bahkan scope ini di digital-social media masih terbilang ranah media baru di Indonesia. Dengan berbekal hunting informasi, membaca sana sini, dan berdiskusi dengan pelaku industri, saya pun akhirnya tetap terjun untuk bergabung, karena dengan sekalian praktek sepertinya bisa langsung tahu dan menghadapi kasus nyata di lapangan, plus menikmati beberapa training dari kantor pusat yang cukup memberikan asupan wawasan ke otak saya.
Definisi Information Architecture (IA)
Salah satu acuan saya ketika itu dalam mempelajari Information Architecture (selanjutnya akan disingkat menjadi IA) yaitu Usability.gov. Menurut Usability.gov, definisi IA adalah sbb :
Information architecture (IA) focuses on organizing, structuring, and labeling content in an effective and sustainable way. The goal is to help users find information and complete tasks. To do this, you need to understand how the pieces fit together to create the larger picture, how items relate to each other within the system.
Apa yang dipaparkan diatas menurut pemahaman saya adalah cara bagaimana kita mempermudah user dalam mencari, menemukan, memahami, lalu berinteraksi dengan produk/media/channel secara efektif dan efisien.
Lou Rosenfeld dan Peter Morville mengenalkan sebuah visualisasi dalam memahami IA tersebut berupa diagram venn yang saling terhubung satu sama lain, yaitu user sebagai target audience yang menjadi objek perhatian, lalu context yang menjadi ruang lingkup dan tujuan yang dimaksud, lalu content yang menjadi materi atau media dalam menyampaikan informasi tersebut.
Bagaimana kita bisa memahami dan berinteraksi dengan user dalam context dan content yang tepat? Rosenfeld dan Morville merekomendasikan komponen utama dalam IA yaitu :
- organization scheme dan structure = merujuk pada bagaiman kita mengkategorisasi dan membuat struktur yang sistematis
- labeling system = bagaimana kita menampilkan informasi, deskripsi, atau label secara visual ke user
- navigation system = merujuk pada alur user dalam melakukan perpindahan dari satu informasi/content ke informasi/content lainnya
- search system = merujuk bagaimana kita membantu dalam pencarian informasi yang dibutuhkan
Implementasi IA
Dengan menggunakan konsep dasar tersebut sebagai salah satu acuan dalam bekerja, maka saya pun bersama kawan-kawan seperjuangan mayoritas banyak berkutat dengan brainstorming digital campaign, development website, landing page, atau microsite yang spesifik support digital campaign yang kadang bersinggungan dengan social media content pula. Dalam kesehariannya, banyak dilakukan user requirement assessment, brainstorming dan research, sekaligus kadang tarik data dan mengolahnya manual dengan spreadsheet, maklum ketika itu toolnya terbatas, kalaupun ada mahal, dan tidak semua data bisa menjadi pegangan dalam mengambil keputusan or analisis.
Menariknya yaitu ketika pembahasan bagaimana implementasi ide-ide brilian kadang terhambat kendala teknis dan non-teknis yang ketika itu belum terpikirkan dimasanya (oleh saya dan kawan setim, maupun sharing dari kawan sejawat di tempat lain), misalnya si bapak klien tiba-tiba mengubah briefnya dan meminta struktur contentnya diubah, navigasi top-menunya diganti menjadi posisi left-bar (menu di sebelah kiri) karena barusan pulang dari konfrensi branding di Singapore soal website optimization! Lalu ada juga karena beliau tidak suka font yang dipakai di website, key visualnya nggak catchy dan semua diganti jadi copy bahasa Indonesia (padahal awalnya audiencenya katanya anak muda yang suka berbahasa English), padahal kita sudah konfirmasi di progress meeting berkali-kali! Nah.. ada juga isu soal bagian website di browser ABC berjalan mulus dan rapi, tapi ketika di browser XYZ berantakan, bahkan sesama browser ABC jika berbeda versi yang tidak update, content malah tidak muncul sama sekali, atau ada isu plugin video misal animasi flash di browser XYZ tiba-tiba stuck beberapa detik, maka UX-nya plus user flow aka funnel secara keseluruhan berantakan, atau yang ekstrem soal masalah koneksi dan server yang sehari sebelum launching campaign down entah kenapa, ternyata server IIX se-Indonesia di Cyber waktu itu memang lagi jebol.. sial bro!
Di sekitar tahun 2012, website mayoritas diakses melalui komputer desktop dengan speed internetnya yang “ala kadarnya” :D, so penggunaan content informasi mayoritas berupa teks dengan image atau foto yang web-optimized, lalu jika ada content berbau video pun belum menjadi yang utama, malah tim creative dan jasa animator Flash dengan model banner menjadi primadona, disamping web developer yang menjadi pendukung utama tim digital yang kalau jaman now sudah sekelas stack developer, menangani dari coding, database, network, infrastructure, sampai kadang jadi IT technical support tim kami!
So, itu sekutip kisah saya mengenal information architecture, bagaimana dengan kamu? Yuk, share di kolom dibawah ya..
Referensi :
- https://www.usability.gov/what-and-why/information-architecture.html